CONTOH NASKAH CERAMAH AGAMA
Posted: by Unknown in
0
YANG
BOLEH DILAKUKAN OLEH ORANG YANG PUASA
Oleh
Syaikh Salim bin
'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid
SHIFATI SHAUMIN
NABIYII SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN
Seorang
hamba yang taat serta paham Al-Qur'an dan Sunnah tidak akan ragu bahwa Allah
menginginkan kemudahan bagi hamba-hamba-Nya dan tidak menginginkan kesulitan.
Allah dan Rasul-Nya telah membolehkan beberapa hal bagi orang yang puasa, dan
tidak menganggapnya suatu kesalahan jika mengamalkannya. Inilah
perbuatan-pebuatan tersebut beserta dalil-dalilnya.
1. Memasuki
Waktu Subuh Dalam Keadaan Junub
Di
antara perbuatan Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah masuk fajar dalam keadaan
junub karena jima' dengan isterinya, beliau mandi setelah fajar kemudian
shalat.
Dari
Aisyah dan Ummu Salamah Radhiyallahu 'anhuma.
"Artinya
: Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memasuki waktu subuh dalam
keadaan junub karena jima' dengan isterinya, kemudian ia mandi dan
berpuasa" [Hadits
Riwayat Bukhari 4/123, Muslim 1109]
2.
Bersiwak
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
setiap kali wudlu" [Hadits Riwayat Bukhari 2/311, Muslim 252 semisalnya].
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengkhususkan bersiwak untuk orang yang
puasa ataupun yang lainnya, hal ini sebagai dalil bahwa bersiwak itu
diperuntukkan bagi orang yang puasa dan selainnya ketika wudlu dan shalat. [Inilah pendapat Bukhari Rahimahullah,
demikian pula Ibnu Khuzaimah dan selain keduanya. Lihat Fathul Bari 4/158,
Shahih Ibnu Khuzaimah 3/247, Syarhus Sunnah 6/298]
Demikian
pula hal ini umum di seluruh waktu sebelum zawal (tergelincir matahari) atau
setelahnya. Wallahu 'alam.
3.
Berkumur dan Istinsyaq
Karena
beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan beristinsyaq (memasukkan air
ke hidung) dalam keadan puasa, tetapi melarang orang yang berpuasa berlebihan
ketika beristinsyaq.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: ... Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq kecuali dalam keadaan
puasa" [1]
4.
Bercengkrama dan Mencium Isteri
Aisyah
Radhiyallahu 'anha pernah berkata.
"Artinya
: Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mencium dalam keadaan
berpuasa dan bercengkrama dalam keadaan puasa, akan tetapi beliau adalah orang
yang paling bisa menahan diri" [Hadits Riwayat Bukhari 4/131, Muslim 1106]
"Kami
pernah berada di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, datanglah seorang
pemuda seraya berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam keadaan
puasa ?" Beliau menjawab, "Tidak". Datang pula seorang yang
sudah tua dan dia berkata : "Ya Rasulullah, bolehkah aku mencium dalam
keadaan puasa ?". Beliau menjawb : "Ya" sebagian kami memandang
kepada teman-temannya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Sesungguhnya orang tua itu (lebih bisa) menahan dirinya".[2]
5.
Mengeluarkan Darah dan Suntikan Yang Tidak Mengandung Makanan[3]
Hal
ini bukan termasuk pembatal puasa, lihat pada pembahasan halaman 50.
6.
Berbekam
Dahulu
berbekam merupakan salah satu pembatal puasa, namun kemudian dihapus dan telah
ada hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau
berbekam ketika puasa. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas Radhiyallahu
'anhuma.
"Artinya
: Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berbekam, padahal beliau
sedang berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/155-Fath, Lihat Nasikhul Hadits
wa Mansukhuhu 334-338 karya Ibnu Syahin]
7.
Mencicipi Makanan
Hal
ini dibatasi, yaitu selama tidak sampai di tenggorokan berdasarkan riwayat dari
Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma.
"Artinya
: Tidak mengapa mencicipi sayur atau sesuatu yang lain dalam keadaan puasa,
selama tidak sampai ke tenggorokan" [Hadits Riwayat Bukhari secara mu'allaq
4/154-Fath, dimaushulkan Ibnu Abi Syaibah 3/47, Baihaqi 4/261 dari dua
jalannya, hadits ini Hasan. Lihat Taghliqut Ta'liq 3/151-152]
8.
Bercelak, Memakai Tetes Mata dan Lainnya yang Masuk ke Mata
Benda-benda
ini tidak membatalkan puasa, baik rasanya yang dirasakan di tenggorokan atau
tidak. Inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam risalahnya
yang bermanfaat dengan judul Haqiqatus
Shiyam serta murid beliau yaitu Ibnul Qayim dalam kitabnya Zadul Ma'ad, Imam bukhari
berkata dalam shahhihnya[4] :
"Anas bin Malik, Hasan Al-Bashri dan Ibrahim An-Nakha'i memandang, tidak
mengapa bagi yang berpuasa".
9.
Mengguyurkan Air ke Atas Kepala dan Mandi
Bukhari
menyatakan dalam kitab Shahihnya[5] Bab : Mandinya Orang
Yang Puasa, Umar
membasahi [6] bajunya
kemudian dia memakainya ketika dalam keadaan puasa. As-Sya'bi masuk kamar mandi
dalam keadaan puasa. Al-Hasan berkata : "Tidak mengapa berkumur-kumur dan
memakai air dingin dalam keadaan puasa".
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengguyurkan air ke kepalanya dalam keadaan puasa
karena haus atau kepanasan. [7]
Disalin
dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi
Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin
Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura,
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Foote
Note.
- Hadits Riwayat Tirmidzi 3/146, Abu Daud 2/308, Ahmad 4/32, Ibnu Abi Syaibah 3/101, Ibnu Majah 407, An-Nasaai no. 87 dari Laqith bin Shabrah, sanadnya SHAHIH.
- Hadits Riwayat Ahmad 2/185,221 dari jalan Ibnu Lahi'ah dari yazid bin Abu Hubaib dari Qaushar At-Tufibi darinya. Sanadnya dhaif karena dhaifnya Ibnu Lahi'ah, tetapi punya syahid (pendukung) dalam riwayat Thabrani dalam Al-Kabir 11040 dari jalan Habib bin Abi Tsabit dari Mujahid dari Ibnu Abbas, Habib seorang mudallis dan telah 'an-'anah, dengan syahid ini haditsnya menjadi hasan, lihat Faqih AL-Mutafaqih 192-193 karena padanya terdapat hadits dari jalan-jalan yang lain.
- Lihat Risalatani Mujizatani fiz Zakati washiyami hal.23 Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah.
- (4/153-Fath) hubunan dengan Mukhtashar Shahih Bukhari 451 karya Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah, dan Taghliqut Ta'liq 3/151-152.
- Lihat maraji' di atas
- Membasahi dengan air untuk mendinginkan badannya karena haus ketika puasa.
- Hadits Riwayat Abu Daud 2365, Ahmad 5/376,380,408,430 sanadnya shahih
PUASA
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibakan kepada umat-umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa” (QS Al Baqarah:183).
“Sesungguhnya orang yang bertaqwa ditempatkan dalam surga yang mengalir sungai-sungai” (QS Al Hijr:45)
2. Ibadah yang Tidak Dapat Ditinggalkan
“Barangsiapa berbuka (dengan sengaja) satu hari pada siang hari bulan Ramadhan tanpa rukhsah atau sakit, maka tidak akan dapat menggantinya walaupun berpuasa sampai akhir hayatnya” (HR Bukhari, Ahmad, Turmudzi dll).
3. Sesuatu yang Baik Bagi Manusia
“Dan berpuasa baik untukmu, jika kamu mengetahuinya” (QS Al Baqarah:184).
4. Ibadah Agung, Sebagai Benteng
Rasul bersabda, Allah berfirman “Seluruh amal anak adam untuknya, kecuali puasa, sebab puasa adalah untuk-Ku, dan Aku pasti menjaminnya. Puasa adalah merupakan benteng, maka ketika seorang tengah melakukan puasa janganlah berbuat keji dan kerusuhan; apabila ada yang mencaci maki kepadanya atau mengajak bertengkar, katakanlah “Aku tengah berpuasa”. Demi Allah yang Muhammad ditangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum dari kesturi di sisi Allah; dan baginya dua kegembiraan, yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Tuhannya, memperoleh balasannya” (HR Bukhari, Muslim).
5. Pintu Surga Terbuka, Pintu Neraka Tertutup, Setan Dibelenggu
“Ketika bulan Ramadhan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka ditutup, dan syetan di belenggu “(HR Bukhari, Muslim).
6. Ampunan
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan berharap kepada Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari, Muslim).
7. Dijauhkan dari Neraka
“Tiada orang berpuasa sehari pada jalan Allah, kecuali Allah menjauhkan wajahnya dari sengatan api neraka sejauh 70 tahun” (HR Bukhari, Muslim).
8. Doa Mustajabah
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan dimana Allah melimpahkan keberkahan menurunkan rahmat dan mengampuni dosa dosamu, menerima doa doamu…” (HR Thabrani).
“Tiga jenis orang yang doa mereka tiada ditolak adalah, doa orang berpuasa sampai ia berbuka, doa pemimpin yang adil, dan doa orang yang didzalimi… “ (HR Ahmad).
9. Pelipatgandaan Pahala
“Barangsiapa yang ingin mendekatkan diri di bulan ini kepada Allah dengan suatu amalan sunnah, maka pahalanya bagaikan melakukan amalan fardhu di bulan lainnya; dan barangsiapa melakukan amalan fardhu di bulan ini, maka pahalanya adalah 70 amalan fardhu di bulan lainnya” (HR Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya).
10. Jangan Tinggalkan Shalat Tarawih dan Ibadah Malam Lainnya
“Barangsiapa yang menegakkan (ibadah) malam di bulan Ramadhan karena iman dan berharap kepada Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (HR Bukhari, Muslim).
11. Perbanyak Shadaqah & Tadarus
Dari Ibnu Abbas, “Rasul adalah manusia yang paling bermurah hati, terutama dalam bulan Ramadhan, … dan beliau tadarus Al Quran” (HR Bukhari, Muslim).
12. Perbanyak Memberi
“Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berpuasa, maka pahalanya baginya seperti yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala yang berpuasa sedikitpun” (HR Turmudzi).
13. Perbanyak 4 Perkara
“Perbanyaklah di bulan ini 4 perkara. Dua perkara dapat mendatangkan keridhaan Tuhanmu, dua perkara lainnya pasti kamu memerlukannya. Dua perkara yang dapat mendatangkan keridhaan Allah adalah hendaknya kalian membaca kalimat Thayibah dan istighfar sebanyak banyaknya. Dan dua perkara yang kamu memerlukannya yaitu hendaknya kamu memohon kepada-Nya untuk masuk surga dan berlindung dari api neraka Jahannam” (HR Ibnu Khuzaimah).
14. Itikaf 10 Hari Terakhir
Adalah Rasulullah SAW itikaf pada 10 malam terakhir. Sabdanya “Carilah lailatul qadar pada 10 malam terakhir Ramadhan” (HR Bukhari, Muslim).
15. Fadilah Itikaf
“Barangsiapa beritikaf penuh keyakinan dan keikhlasan, pasti Allah ampuni dosa-dosanya terdahulu” (HR Bukhari, Muslim).
“Barangsiapa yang beritikaf satu hari karena mengharapkan ridha Allah, maka Allah swt akan menjauhkan antara dia dengan nereka sejauh tiga parit, yang jarak antara satu paritnya lebih jauh daripada langit dan bumi” (HR Thabrani, Baihaqi, Hakim).
16. Berusaha Menggapai Lailatul Qadar
“Malam kemuliaan itu (lailatul qadar) lebih baik dari 1000 bulan” (QS Alqadar:3).
17. Amalan Terbaik di Malam Laialtul Qadar
Dari Aisyah, “Ya Rasul apa yang harus dilakukan jika aku menepati malam lailatul qadar, dan apa yang harus kubaca?. Jawab Rasul: ”Ucapkanlah olehmu kalimat : Allaahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni (Ya Allah, Engkau Maha pengampun dan suka mengampuni, maka ampunilah aku)” (HR Turmudzi).
Semoga pengetahun tentang Ramadhan ini dapat memotivasi untuk menjadikan puasa kita kali ini lebih baik. ***
ALLAH MENGHENDAKI
KEMUDAHAN DAN TIDAK MENGHENDAKI KESUKARAN BAGIMU
Oleh
Syaikh Salim bin
'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid
1.
Musafir
Banyak
hadits shahih membolehkan musafir untuk tidak puasa, kita tidak lupa bahwa
rahmat ini disebutkan di tengah-tengah kitab-Nya yang Mulia, Allah Yang Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang berfirman.
"Artinya
: Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu, pada hari yang lain.
Allah mengendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu" [Al-Baqarah : 185]
Hamzah
bin Amr Al-Aslami bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Apakah boleh aku berpuasa dalam
safar ?" -dia banyak melakukan safar- maka Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Berpuasalah jika kamu mau dan berbukalah jika kamu mau" [Hadits
Riwayat Bukhari 4/156 dan Muslim 1121]
Dari
Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu berkata : "Aku
pernah melakukan safar bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di
bulan Ramadhan, orang yang puasa tidak mencela yang berbuka dan yang berbuka
tidak mencela yang berpuasa" [Hadits Riwayat Bukhari 4/163 dan
Muslim 1118]
Hadits-hadits
ini menunjukkan bolehnya memilih, tidak menentukan mana yang afdhal, namun
mungkin kita (bisa) menyatakan bahwa yang afdhal adalah berbuka berdasarkan
hadits-hadits yang umum, seperti sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
"Artinya
: Sesungguhnya Allah menyukai didatanginya rukhsah yang diberikan, sebagaimana
Dia membenci orang yang melakukan maksiat" [Hadits Riwayat Ahmad
2/108, Ibnu Hibban 2742 dari Ibnu Umar dengan sanadnya yang Shahih]
Dalam
riwayat lain disebutkan :
"Artinya
: Sebagaimana Allah menyukai diamalkannya perkara-perkara yang diwajibkan"
[1]
Tetapi
mungkin hal ini dibatasi bagi orang yang tidak merasa berat dalam mengqadha'
dan menunaikannya, agar rukhshah tersebut tidak melenceng dari maksudnya. Hal
ini telah dijelaskan dengan gamblang dalam satu riwayat Abu Said Al-Khudri
Radhiyallahu 'anhu.
"Para
sahabat berpendapat barangsiapa yang merasa kuat kemudian puasa (maka) itu baik
(baginya), dan barangsiapa yang merasa lemah kemudian berbuka (maka) itu baik
(baginya)" [2]
Ketahuilah
saudaraku seiman -mudah-mudahan
Allah membimbingmu ke jalan petunjuk dan ketaqwaan serta memberikan rizki
berupa pemahaman agama- sesungguhnya puasa dalam safar, jika memberatkan
hamba bukanlah suatu kebajikan sedikitpun, tetapi berbuka lebih utama dan lebih
dicintai Allah. Yang mejelaskan masalah ini adalah
riwayat dari beberapa orang sahabat, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam pernah bersabda.
"Artinya
: Bukanlah suatu kebajikan melakukan puasa dalam safar" [Hadits Riwayat
Bukhari 4/161 dan Muslim 1110 dari Jabir]
Peringatan
:
Sebagian
orang ada yang menyangka bahwa pada zaman kita sekarang ini tidak diperbolehkan
berbuka, sehingga (berakibat ada yang) mencela orang yang mengambil
rukhsah tersebut, atau berpendapat bahwa puasa itu lebih baik karena mudah dan
banyaknya sarana transportasi saat ini. Orang-orang seperti ini perlu kita usik ingatan mereka
kepada firman Allah Yang Maha Mengetahui perkara ghaib dan nyata :
"Artinya
: Dan tidaklah Tuhanmu lupa" [Maryam : 64]
Dan
juga firman-Nya.
"Allah
mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui" [Al-Baqarah : 232]
Dan
firman-Nya di tengah ayat tentang rukhshah berbuka dalam safar.
"Artinya
: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu" [Al-Baqarah
: 185]
Yakni,
kemudahan bagi orang yang safar adalah perkara yang diinginkan, ini termasuk
salah satu tujuan syari'at. cukup bagimu bahwa Dzat yang mensyari'atkan agama
ini adalah pencipta zaman, tempat dan manusia. Dia lebih mengetahui kebutuhan
manusia dan apa yang bermanfaat bagi mereka. Allah berfirman.
"Artinya
: Apakah Allah Yang Menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan
rahasiakan) ; dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui ?" [Al-Mulk : 14]
Aku
bawakan masalah ini agar seorang muslim tahu jika Allah dan Rasul-Nya sudah
menetapkan suatu perkara, tidak ada pilihan lain bagi manusia, bahkan Allah
memuji hamba-hamba-Nya yang mukmin yang tidak mendahulukan perkataan manusia di
atas perkataan Allah dan Rasul-Nya.
"Artinya
: Kami dengar dan kami taat, (Mereka berdo'a) : "Ampunilah kami yang Tuhan
kami dan kepada Engkau-lah tempat kembali" [Al-Baqarah : 285]
2.
Sakit
Allah
membolehkan orang yang sakit untuk berbuka sebagai rahmat dari-Nya, dan
kemudahan bagi orang yang sakit tersebut. Sakit yang membolehkan berbuka adalah
sakit yang apabila dibawa berpuasa akan menyebabkan suatu madharat atau menjadi
semakin parah penyakitnya atau dikhawatirkan terlambat kesembuhannya. Wallahu
a'alam
3.
Haid dan Nifas
Ahlul
ilmi telah bersepakat bahwa orang yang haid dan nifas tidak dihalalkan
berpuasa, keduanya harus berbuka dan mengqadha, kalaupun keduanya puasa (maka
puasanya) tidak sah. Akan datang penjelasannya, insya Allah.
4.
Kakek dan Nenek Yang Sudah Lanjut Usia
Ibnu
Abbas Radhiyallahu 'anhuma berkata : "Kakek dan nenek yang lanjut usia,
yang tidak mampu puasa harus memberi makan setiap harinya seorang miskin" [3]
Diriwayatkan
oleh Daruquthni (2/207) dan dishahihkannya, dari jalan Manshur dari Mujahid
dari Ibnu Abbas, beliau membaca ayat :
"Artinya
: Orang-orang yang tidak mampu puasa harus mengeluarkan fidyah makan bagi orang
miskin" [Al-Baqarah
: 184]
Kemudian
beliau berkata : "Yakni
lelaki tua yang tidak mampu puasa dan kemudian berbuka, harus memberi makan
seorang miskin setiap harinya 1/2 gantang gandum" [Lihat
ta'liq barusan]
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
"Barangsiapa
yang mencapai usia lanjut dan tidak mampu puasa Ramadhan, harus mengeluarkan
setiap harinya satu mud gandum" [Hadits Riwayat Daruquthni 2/208 dalam
sanadnya ada Abdullah bin Shalih dia dhaif, tapi punya syahid]
Dari
Anas bin Malik (bahwa) beliau lemah (tidak mampu untuk puasa) pada satu tahun,
kemudian beliau membuat satu wadah Tsarid dan mengundang 30 orang miskin (untuk
makan) hingga mereka kenyang. [Hadits
Riwayat Daruquthni 2/207, sanadnya Shahih]
5
Wanita Hamil dan Menyusui
Di
antara rahmat Allah yang agung kepada hamba-hamba-Nya yang lemah adalah Allah
memberi rukhsah (keringanan) pada mereka untuk berbuka, dan diantara mereka
adalah wanita hamil dan menyusui.
Dari
Anas bin Malik [4], ia
berkata :
"Kudanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kami, akupun mendatangi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, aku temukan beliau sedang makan pagi,
beliau bersabda, "Mendekatlah, aku akan ceritakan kepadamu tentang masalah
puasa. Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala menggugurkan 1/2 shalat atas orang
musafir, menggugurkan atas orang hamil dan menyusui kewajiban puasa". Demi
Allah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mengucapkan keduanya atau
salah satunya. Aduhai sesalnya jiwaku, kenapa aku tidak (mau) makan makanan
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Hadits
Riwayat Tirmidzi 715, Nasa'i 4/180, Abu Daud 3408, Ibnu Majah 16687. Sanadnya
Hasan sebagaimana pernyataan Tirmidzi]
Disalin
dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi
Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin
Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura,
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Foote
Note.
- Hadits Riwayat Ibnu Hibban 364, Al-Bazzar 990, At-Thabrani dalam Al-Kabir 11881 dari Ibnu Abbas dengan sanad yang Shahih. Dalam hadits -dengan dua lafadz ini- ada pembicaraan yang panjang, namun bukan di sini tempat menjelaskannya
- Hadits Riwayat Tirmidzi 713, Al-Baghawi 1763 dari Abu Said, sanadnya Shahih walaupun dalam sanadnya ada Al-Jurairi, riwayat Abul A'la darinya termasuk riwayat yang paling Shahih sebagaimana dikatakan oleh Al-Ijili dan lainnya.
- Hadits Riwayat Bukhari 4505, Lihat Syarhus Sunnah 6/316, Fathul bari 8/180. Nailul Authar 4/315. Irwaul Ghalil 4/22-25. Ibnul Mundzir menukil dalam Al-Ijma' no. 129 akan adanya ijma (kesepakatan) dalam masalah ini.
- Dia adalah Al-Ka'bi, bukan Anas bin Malik Al-Anshari pembantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tapi ia adalah seorang pria dari bani Abdullah bin Ka'ab, pernah tinggal di Bashrah, beliau hanya meriwayatkan satu hadits saja dari Nabi, yakni hadits di atas.
Kesalahan orang berpuasa
Bagaimana kultum ramadhan
Anda hari ini ? Semoga senantiasa dimudahkan dalam menyampaikan kultum
ramadhan di masjid dan lingkungan Anda. Kita tidak pernah tahu bahwa kultum
ramadhan yang sederhana mungkin saja menjadi pahala yang besar di akhirat
nanti. Berikut ini seri ketiga dari kultum ramadhan
blog Indonesia Optimis seputar kesalahan orang berpuasa. Selamat
menyampaikan kultum ramadhan
dan semoga sukses.
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah meringankan hati kita dan memudahkan langkah kita bertemu dalam majelis ini. Semoga keselamatan dan kedamaian tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat yang mulia, serta penerus risalahnya hingga hari akhir nanti.
Kaum muslimin yang berbahagia ...
Sesungguhnya setiap ibadah mempunyai dua potensi yang selalu beriringan satu sama lainnya. Satu sisi sebuah ibadah mungkin akan menjadi ladang pahala kita yang akan kita panen di kampung akhirat nanti. Tapi sisi lain, jika kita tidak memenuhi syarat, adab dan rukunnya bisa jadi sebuah ibadah justru menjadi fitnah bagi kita di hari akhir nanti. Naudzu billah min dzalika ...
Contoh yang paling jelas dalam masalah ini terdapat dalam sebuah ayat yang sudah sama-sama kita hafal bersama, dalam surat al-Maun disebutkan ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang shalat. Allah berfirman dalam kitabnya yang mulia :
“ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya” (QS Al Maun 3)
Ayat di atas begitu lugas mengingatkan pada kita bahwa sholat bisa menjadi fitnah dan ancaman di akhirat nanti saat kita menjalankan tidak sesuai aturannya.
Kaum muslimin yang berbahagia ...
Lalu bagaimana dengan ibadah puasa Ramadhan kita ? Apakah ada ancaman tentang puasa yang kita jalankan ? Sungguh setidaknya ada dua dalil yang juga mengingatkan kita dengan gamblang tentang bahayanya orang berpuasa jika tidak memenuhi adab dan aturannya. Dalil pertama, Rasulullah SAW telah memberikan prediksi bagaimana banyak orang yang berpuasa tanpa hasil apapun keculai hanya lapar dahaga. Beliau bersabda dari lisannya yang mulia :
Alhamdulillah, kita bersyukur kepada Allah SWT yang telah meringankan hati kita dan memudahkan langkah kita bertemu dalam majelis ini. Semoga keselamatan dan kedamaian tercurah kepada nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat yang mulia, serta penerus risalahnya hingga hari akhir nanti.
Kaum muslimin yang berbahagia ...
Sesungguhnya setiap ibadah mempunyai dua potensi yang selalu beriringan satu sama lainnya. Satu sisi sebuah ibadah mungkin akan menjadi ladang pahala kita yang akan kita panen di kampung akhirat nanti. Tapi sisi lain, jika kita tidak memenuhi syarat, adab dan rukunnya bisa jadi sebuah ibadah justru menjadi fitnah bagi kita di hari akhir nanti. Naudzu billah min dzalika ...
Contoh yang paling jelas dalam masalah ini terdapat dalam sebuah ayat yang sudah sama-sama kita hafal bersama, dalam surat al-Maun disebutkan ancaman Allah SWT kepada orang-orang yang shalat. Allah berfirman dalam kitabnya yang mulia :
“ Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya” (QS Al Maun 3)
Ayat di atas begitu lugas mengingatkan pada kita bahwa sholat bisa menjadi fitnah dan ancaman di akhirat nanti saat kita menjalankan tidak sesuai aturannya.
Kaum muslimin yang berbahagia ...
Lalu bagaimana dengan ibadah puasa Ramadhan kita ? Apakah ada ancaman tentang puasa yang kita jalankan ? Sungguh setidaknya ada dua dalil yang juga mengingatkan kita dengan gamblang tentang bahayanya orang berpuasa jika tidak memenuhi adab dan aturannya. Dalil pertama, Rasulullah SAW telah memberikan prediksi bagaimana banyak orang yang berpuasa tanpa hasil apapun keculai hanya lapar dahaga. Beliau bersabda dari lisannya yang mulia :
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ
لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ.
“ Betapa Banyak Orang berpuasa tapi tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak orang yang sholat malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-apa selain begadang saja” (HR An-NAsai)
Dalil di atas seharusnya menjadi warning atau peringatan dini bagi kita dalam meniti hari-hari Ramadhan kita, agar tidak termasuk golongan yang celaka dalam arti berpuasa tanpa pahala. Peringatan berikutnya adalah dalam lafadz doa Jibril alaihissalam, dimana ia mendoakan keburukan kepada mereka yang mendapati Ramadhan tapi tidak mendapat ampunan dari Allah SWT. Diriwayatkan dalam hadits yang panjang :
“Dari Abu Hurairah: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam naik mimbar lalu bersabda: ‘Amin, Amin, Amin’. Para sahabat bertanya : “Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?” Kemudian beliau bersabda, “Baru saja Jibril berkata kepadaku: ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadhan tanpa mendapatkan ampunan’, maka kukatakan, ‘Amin’, kemudian Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua)’, maka aku berkata: ‘Amin’. Kemudian Jibril berkata lagi. ‘Allah melaknat seorang hambar yang tidak bershalawat ketika disebut namamu’, maka kukatakan, ‘Amin” (HR Ibnu Khuzaimah dishahihkan oleh Albani )
Naudzu billah tsumma naudzu billah ... ibaratnya dalam pepatah bahasa kita, sudah jatuh tertimpa tangga. Tidak mendapatkan ampunan dalam ramadhan sudah merupakan musibah luar biasa, belum lagi ditambah doa laknat dati Jibril alaihissalam yang diaminkan oleh Rasulullah SAW yang mulia ..!. Semoga kita tidak termasuk dalam dua golongan yang disebutkan dalam dua hadits yang saya sebutkan di atas.
Kaum muslimin yang berbahagia ..
Rasanya menjadi penting bagi kita untuk mengetahui mengapa orang yang berpuasa bisa mendapat kecelakaan yang sedemikian buruk semacam itu. Setidaknya ada empat kesalahan orang berpuasa yang bisa menjerumuskan mereka dalam dosa dan kehinaan, mari bersama merenungkannya.
Pertama : Mereka yang berpuasa tanpa keikhlasan
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang sudah sangat populer di telinga kita : Innamal a’maalu binniyaaat. Yaitu : Sesungguhnya setiap amal bergantung pada niatnya ....( HR Muttafaqi Alaih). Maka berpuasa tanpa keikhlasan ibaratnya surat perjanjian tanpa stempel dan materai, menjadi tidak berlaku dan sia sia begitu saja. Pertanyaannya adalah, puasa semestinya melatih orang untuk ikhlas, karena ia merupakan ibadah antara seorang hamba dan Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda: “Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya, (H.R. Bukhari).
Tapi sungguh sayang sekali, ternyata masih ada yang ternoda keikhlasannya dalam berpuasa karena godaan riya, harta maupun kecenderungan diri pribadi. Puasa diliputi riya, karena ingin dianggap, dihargai dan dipuji orang lain sebagai orang yang berpuasa. Bisa jadi karena ewuh pakewuh dengan mertua, atau takut dengan pimpinan di kantor, atau mungkin ingin eksis di tengah rekan sejawat. Semua itu sungguh meluruhkan pahala puasa yang mulia. Ada pula orang yang berpuasa karena mengincar harta, mungkin saja ini lebih banyak terjadi pada anak-anak kita yang mengidamkan hadiah dari para orangtua saat lebaran nanti, karena mampu menyelesaikan puasa dengan sempurna. Selain itu, ada juga yang berpuasa dengan bersemangat, bukan karena kewajiban semata tetapi juga karena keinginan pribadi untuk diet dan menurunkan berat badan. Sungguh ini semua jika tidak dihapus dalam hati, akan mengotori keikhlasan puasa kita, dan kita terjerumus dalam golongan mereka yang berpuasa tanpa pahala.
Kaum muslimin yang berbahagia ..
Yang kedua adalah mereka yang berpuasa tanpa ilmu. Tidak mengetahui mana yang membatalkan dan mana yang tidak. Maka mereka menjalani puasa tanpa aturan, atau memahami tidak dengan sepenuhnya benar. Akibatnya, puasa mereka menjadi begitu rapuh dan tanpa makna. Menyangka telah melakukan hal yang benar padahal sejatinya salah. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda :“seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu) “. (HR Ibnu Majah).
Maka marilah meningkatkan kualitas ibadah puasa kita dengan memahami sepenuhnya hukum-hukum seputarnya. Mari terus membaca, mengkaji dan bertanya, agar bisa menjalankan seluruh rangkaian ibadahnya dengan keyakinan yang nyaris sempurna.
Kaum muslimin yang berbahagia ..
Golongan orang berpuasa yang celaka ketiga adalah mereka yang berpuasa hanya dari makan minum dan berhubungan badan semata, dan merasa bahwa dengan itu mereka sudah memenuhi semua ketentuan dan tuntutan puasa. Barangkali kita perlu mengingat lebih dalam himbauan rasulullah SAW berkaitan dalam masalah ini :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ
لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barang
siapa yang tidak meninggalkan berkata dusta dan beramal kedustaan, maka Allah
SWT tidak membutuhkan dia meninggalkan makan dan minumnya” (HR Bukhori)
Mereka dalam masalah ini berpuasa tetapi tidak mampu menundukkan nafsu dan emosinya. Maka mereka menodai siang hari ramadhan dengan lisan yang tak terjaga dari ghibah, marah dan berkata dusta, atau anggota badan yang tidak terjaga dari dosa dan kemaksiatan.
Kaum muslimin yang berbahagia ..
Yang keempat adalah mereka yang menjalankan ibadah puasa dengan penuh kemalasan, dalam arti tidak menyadari kemuliaan bulan Ramadhan yang bertaburan berkah. Mereka tidak menyadari dan memahami bahwa Ramadhan bukan hanya bulan puasa saja, tetapi lebih dari itu ia adalah bulan musim kebaikan yang disyariatkan banyak amal kebaikan. Rasulullah SAW bersabda tentang bulan mulia ini : “(Bulan dimana) dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, syetan-syetan dibelenggu. Dan berserulah malaikat : wahai pencari kebaikan, sambutlah. Wahai pencari kejahatan, berhentilah” (demikian) sampai berakhirnya ramadhan ( HR Ahmad)
Golongan ini berpuasa tetapi tidak menjalankan tarawih, tilawah dan tadarus. Tidak pula berusaha untuk bersedakah, memberi berbuka pada orang yang berpuasa. Atau tidak pula menyempatkan diri untuk i’tikaf dan amal kebaikan secara umum. Mereka hanya berpuasa dan menjadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan di siang hari, lalu makan pestapora di malam hari.
Akhirnya, semoga kita terhindar dari peringatan Rasulullah SAW tentang mereka yang berpuasa tapi sia-sia dalam pahalan dan keutamannya. Semoga Allah SWT menjaga kita agar tidak terjerumus dalam empat golongan mereka yang berpuasa tapi celaka. Wallahu a’lam bisshowab
Mereka dalam masalah ini berpuasa tetapi tidak mampu menundukkan nafsu dan emosinya. Maka mereka menodai siang hari ramadhan dengan lisan yang tak terjaga dari ghibah, marah dan berkata dusta, atau anggota badan yang tidak terjaga dari dosa dan kemaksiatan.
Kaum muslimin yang berbahagia ..
Yang keempat adalah mereka yang menjalankan ibadah puasa dengan penuh kemalasan, dalam arti tidak menyadari kemuliaan bulan Ramadhan yang bertaburan berkah. Mereka tidak menyadari dan memahami bahwa Ramadhan bukan hanya bulan puasa saja, tetapi lebih dari itu ia adalah bulan musim kebaikan yang disyariatkan banyak amal kebaikan. Rasulullah SAW bersabda tentang bulan mulia ini : “(Bulan dimana) dibuka pintu-pintu surga, ditutup pintu-pintu neraka, syetan-syetan dibelenggu. Dan berserulah malaikat : wahai pencari kebaikan, sambutlah. Wahai pencari kejahatan, berhentilah” (demikian) sampai berakhirnya ramadhan ( HR Ahmad)
Golongan ini berpuasa tetapi tidak menjalankan tarawih, tilawah dan tadarus. Tidak pula berusaha untuk bersedakah, memberi berbuka pada orang yang berpuasa. Atau tidak pula menyempatkan diri untuk i’tikaf dan amal kebaikan secara umum. Mereka hanya berpuasa dan menjadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan di siang hari, lalu makan pestapora di malam hari.
Akhirnya, semoga kita terhindar dari peringatan Rasulullah SAW tentang mereka yang berpuasa tapi sia-sia dalam pahalan dan keutamannya. Semoga Allah SWT menjaga kita agar tidak terjerumus dalam empat golongan mereka yang berpuasa tapi celaka. Wallahu a’lam bisshowab
KEUTAMAAN PUASA
Oleh
Syaikh Salim bin
'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid
SHIFATI SHAUMIN
NABIYII SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN
Muqadimah
Bismillahirrahmanirrahim
Segala
puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam semoga tercurah kepada
sayyid para Rasul, kepada keluarganya dan seluruh sahabatnya. Amma ba'du.
Buku
ini -wahai saudaraku para penuntut ilmu- adalah cetakan terbaru dari kitab kami
Sifat Shaum Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam fii Ramadhan. Kami persembahkan pada kalian
dengan bentuk yang bagus yang berisi faedah-faedah tambahan dan masalah-masalah
yang ringan. Mudah-mudahan Allah menuliskan pahala dan manfaat bagi kami
dengan mengarang kitab ini.
Dalam
cetakan kali ini, kami berpikir untuk mentakhrij kembali hadits-hadits dalam
kitab ini dengan takhrij manhaji ilmi yang dilakukan sesuai dengan
kaidah-kaidah dan aturan-aturan yang telah diwariskan para imam dan ulama kita
Rahinmahullah.
Sebagai
tambahan kami ingin katakan :
Dalam
cetakan yang pertama dari kitab ini terdapat beberapa kekeliruan dan kesalahan,
kali ini kami telah berusaha keras untuk menjauhinya. Mengingat yang benar dan
hak Insya Allah Yang Maha Mulia urusan-Nya dan kami minta ampun kepada Allah
dan kesalahan yang timbul dari kami.
Kami
ulangi sekarang apa yang selalu kami ucapkan :
Semua
kitab selain Al-Qur'an, mempunyai celah untuk dikritik, disalahkan dan
dibenarkan. Barangsiapa yang melihat kesalahan pena, atau kesalahan paham
hendaknya membenarkan dan meluruskan. Hati kami lapang dan telinga-telinga kami
bersedia untuk menerimanya.
Dua
penulis
25
Rabi'ul Tsani 1409H
Ali
Hasan Ali Abdul Hamid
Salim
Al-Hilaly
25
Ramadhan 1403H
Banyak
sekali ayat yang tegas dan muhkam
(qath'i) dalam Kitabullah yang mulia, memberikan anjuran untuk
puasa sebagai sarana untuk taqarrub kepada Allah 'Azza wa Jalla dan juga
menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman Allah.
"Artinya
: Sesungguhnya kaum muslimin dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum
pria yang patuh dan kaum wanita yang patuh, dan kaum pria
serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta kaum wanita yang
sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu', dan kaum
pria serta wanita yang bersedekah, dan kaum pria serta wanita yan berpuasa, dan
kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya (syahwat birahinya), dan kaum
pria serta wanita yang banyak mengingat Allah, Allah menyediakan bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar" [A-Ahzab : 35]
Dan
firman Allah.
"Artinya
: Dan kalau kalian puasa, itu lebih baik bagi kalian kalau kalian
mengetahuinya" [Al-Baqarah
: 184]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam hadits yang shahih
bahwa puasa adalah benteng dari syahwat, perisai dari neraka. Allah Tabaraka wa
Ta'ala telah mengkhususkan satu pintu surga untuk orang yang puasa. Puasa
bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya dari kebiasaan-kebiasaan yang
jelek, hingga jadilah jiwa yang tenang. Inilah pahala yang besar, keutamaan
yang agung ; dijelaskan secara rinci dalam hadits-hadits shahih berikut
ini, dijelaskan dengan penjelasan yang sempurna.
1.
Puasa Adalah Perisai [1]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruh orang yang sudah kuat syahwatnya dan
belum mampu untuk menikah agar berpuasa, menjadikannya sebagai wijaa'[2] bagi syahwat ini,
karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga bisa terkontrol, menenangkan
seluruh anggota badan, serta seluruh kekuatan (yang jelek) ditahan hingga
bisa taat dan dibelenggu dengan belenggu puasa. Telah jelas bahwa puasa memiliki
pengaruh yang menakjubkan dalam menjaga anggota badan yang dhahir dan kekuatan
bathin. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Wahai sekalian para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu ba'ah[3] hendaklah menikah,
karena menikah lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan.
Barangsiapa yang belum mampu menikah, hendaklah puasa karena puasa merupakan
wijaa' (pemutus syahwat) baginya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim no.
1400 dari Ibnu Mas'ud]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa surga diliputi dengan
perkara-perkara yang tidak disenangi, dan neraka diliputi dengan syahwat. Jika
telah jelas demikian -wahai muslim- sesungguhnya puasa itu menghancurkan syahwat,
mematahkan tajamnya syahwat yang bisa mendekatkan seorang hamba ke neraka,
puasa menghalangi orang yang puasa dari neraka. Oleh karena itu banyak hadits
yang menegaskan bahwa puasa adalah benteng dari neraka, dan perisai yang
menghalangi seseorang dari neraka.
Bersabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya
: Tidaklah seorang hamba yang puasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan
dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim" [Hadits Riwayat
Bukhari 6/35, Muslim 1153 dari Abu Sa'id Al-Khudry, ini adalah lafadz Muslim.
Sabda Rasulullah : "70 musim" yakni : perjalanan 70 tahun, demikian
dikatakan dalam Fathul Bari 6/48]
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Puasa adalah perisai, seorang hamba berperisai dengannya dari api
neraka" [Hadits
Riwayat Ahmad 3/241, 3/296 dari Jabir, Ahmad 4/22 dan Utsman bin Abil
'Ash. Ini adalah hadits yang shahih]
Dan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah maka di antara dia dan neraka
ada parit yang luasnya seperti antara langit dengan bumi" [4]
Sebagian
ahlul ilmi telah memahami bahwa hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan
tentang keutamaan puasa ketika jihad dan berperang di jalan Allah. Namun dhahir
hadits ini mencakup semua puasa jika dilakukan dengan ikhlas karena
mengharapkan wajah Allah Ta'ala, sesuai dengan apa yang dijelaskan Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wassalm termasuk puasa di jalan Allah (seperti yang
disebutkan dalam hadits ini).
2.
Puasa Bisa Memasukkan Hamba ke Surga
Engkau
telah tahu wahai hamba yang taat -mudah-mudahan Allah memberimu taufik untuk
mentaati-Nya, menguatkanmu dengan ruh dari-Nya- bahwa puasa menjauhkan orang
yang mengamalkannya ke bagian pertengahan surga.
Dari
Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu katanya, "Aku berkata (kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam) :
"Wahai
Rasulullah, tunjukkan padaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke surga.? ; beliau menjawab : "Atasmu puasa,
tidak ada (amalan) yang semisal dengan itu" [Hadits
Riwayat Nasa'i 4/165, Ibnu Hibban hal. 232 Mawarid, Al-Hakim 1/421, sanadnya
Shahih]
3.
Pahala Orang Puasa Tidak Terbatas *
4.
Orang Puasa Punya Dua Kegembiraan*
5.
Bau Mulut Orang Yang Puasa Lebih Wangi dari Baunya Misk*
Dari
Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda.
"Artinya
: Semua amalan bani Adam untuknya kecuali puasa [5] , karena puasa itu
untuk-Ku dan Aku akan membalasnya, puasa adalah perisai, jika salah seorang
dari kalian sedang berpuasa janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika
ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah : 'Aku sedang
berpuasa'[6]. Demi
dzat yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesunguhnya bau mulut orang yang berpuasa
lebih wangi di sisi Allah daripada bau misk[7] orang yang puasa
mempunyai dua kegembiraan, jika berbuka mereka gembira, jika bertemu Rabbnya
mereka gembira karena puasa yang dilakukannya" [Bukhari 4/88, Muslim
no. 1151, Lafadz ini bagi Bukhari]
Di
dalam riwayat Bukhari (disebutkan).
"Artinya
: Meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku, dan Aku yang
akan membalasnya, kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang semisal
dengannya"
Di
dalam riwayat Muslim.
"Artinya
: Semua amalan bani Adam akan dilipatgandakan, kebaikan dibalas dengan sepuluh
kali lipat yang semisal dengannya, sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala
berfirman : "Kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan
membalasnya, dia (bani Adam) meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena
Aku" Bagi orang yang puasa ada dua kegembiraan ; gembira
ketika berbuka dan gembira ketika bertemu Rabbnya. Sungguh bau mulut
orang yang puasa di sisi Allah adalah lebih wangi daripada bau Misk"
6.
Puasa dan Al-Qur'an Akan Memberi Syafa'at Kepada Ahlinya di hari Kiamat
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Puasa dan Al-Qur'an akan memberikan syafaat kepada hamba di hari Kiamat,
puasa akan berkata : "Wahai Rabbku, aku akan menghalanginya dari makan dan
syahwat, maka berilah dia syafa'at karenaku". Al-Qur'an pun berkata :
"Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka berilah dia
syafa'at karenaku" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Maka keduanya akan memberi syafa'at" [8]
7.
Puasa Sebagai Kafarat
Diantara
keistimewaan puasa yang tidak ada dalam amalan lain adalah ; Allah
menjadikannya sebagai kafarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika
haji) karena ada udzur sakit atau penyakit di kepalanya, kaparat bagi yang
tidak mampu memberi kurban, kafarat bagi pembunuh orang kafir yang punya
perjanjian karena membatalkan sumpah, atau yang membunuh binatang buruan di
tanah haram dan sebagai kafarat zhihar. Akan jelas bagimu dalam ayat-ayat
berikut ini.
Allah
Ta'ala berfirman.
"Artinya
: Dan sempurnkanlah olehmu ibadah haji dan umrah karena Allah ; maka jika kamu
terkepung (terhalang oleh musuh atau sakit), maka wajib menyembelih kurban yang
mudah didapat. Dan janganlah kamu mencukur rambut kepalamu, hingga kurban itu
sampai ke tempat penyembelihannya. Jika ada diantaramu yang sakit atau
ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercu kur), maka wajib atasnya berfidyah,
yaitu berpuasa atau bersedekah atau berkurban. Apabila kamu telah (merasa)
aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan
haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban yang mudah di dapat. Tetapi jika ia
tidak menemukan (binatang kurban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga
hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali.
Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluargannya
tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota
Makkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras
siksa-Nya" [Al-Baqarah
: 196]
Allah
Ta'ala juga berfirman.
"Artinya
: Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai)
antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang
diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya
yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah (si pembunuh)
berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana" [An-Nisaa' : 92]
"Artinya
: Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah
kamu yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan
sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak.
Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama
tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah
(dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan
kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)" [Al-Maidah : 89]
"Artinya
: Orang-orang yang menzhihar isteri mereka kemudian mereka hendak menarik
kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang
budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang
tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib
atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang-orang
kafir ada siksaan yang sangat pedih" [Al-Mujaadiliah : 3-4]
Demikian
pula, puasa dan shadaqah bisa menghapuskan fitnah seorang pria dari harta,
keluarga dan anaknya. Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Fitnah pria dalam keluarga (isteri), harta dan tetangganya, bisa dihapuskan
oleh shalat, puasa dan shadaqah" [Hadits Riwayat Bukhari 2/7, Muslim 144]
8.
Rayyan Bagi Orang yang Puasa
Dari
Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
(bahwa beliau) bersabda.
"Artinya
: Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Rayyan,
orang-orang yang puasa akan masuk di hari kiamat nanti dari pintu tersebut,
tidak ada orang selain mereka yang memasukinya. Jika telah masuk orang terkahir
yang puasa ditutuplah pintu tersebut. Barangsiapa yang masuk akan minum, dan
barangsiapa yang minum tidak akan merasa haus untuk selamanya" [Hadits Riwayat
Bukhari 4/95, Muslim 1152, dan tambahan lafadz yang akhir ada pada
riwayat Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 1903]
Disalin dari Kitab
Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi Indonesia
Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly,
Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura, penerjemah Abdurrahman
Mubarak Ata.
Foote
Note.
- Pelindung
- Maksudnya memutuskan syahwat jiwa
- Yang mampu menikah dengan berbagai persiapannya
- Dikeluarkan oleh Tirmidzi no. 1624 dari hadits Abi Umamah, dan di dalam sanadnya ada kelemahan. Al-Walid bin Jamil, dia jujur tetapi sering salah, akan tetapi di dapat diterima. Dan dikeluarkan pula oleh At-Thabrani di dalam Al-Kabir 8/260,274, 280 dari dua jalan dari Al-Qasim dari Abi Umamah. Dan pada bab dari Abi Darda', dikeluarkan oleh Ath-Thabrani di dalam Ash-Shagir 1/273 di dalamnya terdapat kelemahan. Sehingga hadits ini SHAHIH
- Yakni : Baginya pahala yang terbatas, kecuali puasa karena pahalanya tidak terbatas.
- Dengan ucapan yang terdengar oleh si pencerca atau orang yang mengganggu tersebut, ada yang mengatakan : diucapkan di dalam hatinya agar tidak saling mencela dan saling memerangi. Yang pertama lebih kuat dan lebih jelas, karena ucapan secara mutlak adalah dengan lisan, adapun bisikan jiwa dibatasi oleh sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : "Sesunguhnya Allah memaafkan bagi umatku apa yang terbetik dalam hatinya selama belum diucapkan atau diamalkannya" (Muttafaqun 'alaih). Maka jelaslah bahwa ucapan itu mutlak tidak terjadi kecuali oleh ucapan yang dapat dididengar dengan suara yang terucap dan huruf. Walallahu a'lam.
- Lihat apa yang telah ditulis oleh Ibnul Qayyim dalam Al-Wabilu Shayyin minal Kalami At-Thayyib hal.22-38
- Diriwayatkan oleh Ahmad 6626, Hakim 1/554, Abu Nu'aim 8/161 dari jalan Huyaiy bin Abdullah dari Abdurrahman Al-hubuli dari Abdullah bin 'Amr, dan sanadnya hasan. Al-Haitsami berkata di dalam Majmu' Zawaid 3/181 setelah menambah penisbatannya kepada Thabrani dalam Al-Kabir : "Dan perawinya adalah perawi shahih"
Faedah
: Hadits ini dan yang semisalnya dari hadits-hadits yang telah warid yang
menyatakan bahwa amalan itu berjasad, wajib diimani dengan keimanan yang kuat
tanpa mentahrif atau mentakwilnya, karena demikianlah manhajnya salafus shalih,
dan jalannya mereka tidak diragukan lebih selamat, lebih alim dan bijaksana
(tepat).
Cukuplah
bagimu bahwa itu adalah salah satu syarat iman. Alla Ta'ala berfirman.
"Artinya
: (Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan
menafkahkan sebagian rezki yang Kami anugrahkan kepada mereka" [Al-Baqarah : 3]
KEUTAMAAN PUASA
RAMADHAN
Oleh
Syaikh Salim bin
'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid
SHIFATI SHAUMIN
NABIYII SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN
Ramadhan
adalah bulan kebaikan dan barokah, Allah memberkahinya dengan banyak keutamaan
sebagaimana dalam penjelasan berikut ini.
1.
Bulan Al-Qur'an
Allah
menurunkan kitab-Nya yang mulia sebagai petunjuk bagi manusia, obat bagi kaum
mukminin, membimbing kepada yang lebih lurus, menjelaskan jalan petunjuk.
(Al-Qur'an) diturunkan pada malam Lailatul Qadar, suatu malam di bulan
Ramadhan. Allah berfirman.
"Artinya
: (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah
baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya, pada hari-hari yang
lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur" [Al-Baqarah
: 185]
Ketahuilah
saudaraku -mudah-mudahan Allah meberkatimu- sesungguhnya sifat bulan Ramadhan
adalah sebagai bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an, dan kalimat sesudahnya
dengan huruf (fa)
yang menyatakan illat dan sebab : "Barangsiapa
yang melihatnya hendaklah berpuasa" Memberikan isyarat illat
(penjelas sebab) yakni sebab dipilihnya Ramadhan adalah karena bulan tersebut
adalah bulan yang diturunkan padanya Al-Qur'an.
2.
Dibelengunya Syaithan, Ditutupnya Pintu-Pintu Neraka dan Dibukanya Pintu-Pintu
Surga
Pada
bulan ini kejelekan menjadi sedikit, karena dibelenggu dan diikatnya jin-jin
jahat dengan salasil (rantai), belenggu dan ashfad. Mereka tidak bisa bebas
merusak manusia sebagaimana bebasnya di bulan yang lain, karena kaum muslimin
sibuk dengan puasa hingga hancurlah syahwat, dan juga karena bacaan Al-Qur'an
serta seluruh ibadah yang mengatur dan mebersihkan jiwa. Allah berfirman.
"Artinya
: Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa" [Al-Baqarah : 183]
Maka
dari itu ditutupnya pintu-pintu jahannam dan dibukanya pintu-pintu surga,
(disebabkan) karena (pada bulan itu) amal-amal shaleh banyak dilakukan dan
ucapan-ucapan yang baik berlimpah ruah (yakni ucapan-ucapan yang mengandung
kebaikan banyak dilafadzkan oleh kaum mukminin-ed).
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Jika datang bulan Ramadhan, maka dibukalah pintu-pintu surga [dalam riwayat Muslim
: 'Dibukalah pintu-pintu rahmat"] dan
ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu syetan"
[Hadits Riwayat Bukhari 4/97 dan Muslim 1079]
Semuanya
itu sempurna di awal bulan Ramadhan yang diberkahi, berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya
: Jika telah datang awal malam bulan Ramadhan, diikatlah para syetan dan
jin-jin yang jahat, ditutup pintu-pintu neraka, tidak ada satu pintu-pintu yang
dibuka dan dibukalah pintu-pintu surga, tidak ada satu pintu-pun yang tertutup,
berseru seorang penyeru ; "Wahai orang yang ingin kebaikan lakukanlah,
wahai orang yang ingin kejelekan kurangilah. Dan bagi Allah mempunyai
orang-orang yang dibebaskan dari neraka, itu terjadi pada setiap malam" [Diriwayatkan oleh
Tirmidzi 682 dan Ibnu Khuzaimah 3/188 dari jalan Abi Bakar bin Ayyasy dari
Al-A'masy dari Abu Hurairah. Dan sanad hadits ini Hasan]
3.
Malam Lailatul Qadar
Engkau
telah mengetahui, wahai hamba yang mukmin bahwa Allah Jalla Jallaluhu memilih
bulan Ramadhan karena diturunkan padanya Al-Qur'an, dan mungkin untuk
mengetahui hal ini dibantu qiyas dengan berbagai cara, diantaranya.
- Hari yang paling mulia di sisi Allah adalah pada bulan diturunkannya Al-Qur'an hingga harus dikhususkan dengan berbagai macam amalan. Hal ini akan dijelaskan secara terperinci dalam pembahasan malam Lailatul Qadar, Insya Allah.
- Sesungguhnya jika satu nikmat dicapai oleh kaum muslimin, mengharuskan adanya tambahan amal sebagai wujud dari rasa syukur kepada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah setelah menceritakan sempurnanya nikmat bulan Ramadhan.
"Artinya
: Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur" [Al-Baqarah : 185]
Firman
Allah Tabaraka wa Ta'ala setelah selesai (menyebutkan) nikmat haji.
"Artinya
: Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah. Sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek
moyangmu, atau (bahkan) berdzikir lebih banyak dari itu" [Al-Baqarah : 200]
Disalin
dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi
Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin
Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura,
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Kiat
praktis ramadhan
Alhamdulillah serial kultum
ramadhan terus berlanjut, meski ada satu dua halangan yang membuat
tertunda. Menyampaikan Kultum Ramadhan
terkadang lebih sederhana daripada menuliskannya. Tetapi tentu saja dengan
dituliskan kultum ramadhan ini bisa bermanfaat lebih banyak dan lebih
lama. Kepada sahabat blog Indonesia Optimis yang senantiasa menyimak postingan kultum
ramadhan, berikut Materi Kultum Ramadhan edisi kedua di tahun 1431 H. Semoga bermanfaat.
Segala puji hanyalah bagi Allah semata, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada nabi junjungan kita : Muhammad SAW, yang senantiasa kita harap syafaatnya pada hari kiamat kelak. Begitu pula kepada para sahabat dan keluarga beliau yang mulia, serta seluruh pengikut risalahnya hingga akhir nanti.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia ini akan terasa begitu singkat. Hari-harinya akan berlalu begitu cepat, meninggalkan kita penuh penyesalan jika tidak segera tersadar untuk mengisinya dengan berbagai kebaikan. Isyarat begitu dalam tentang hari-hari Ramadhan kita dapatkan setelah ayat perintah kewajiban berpuasa, dimana Allah SWT berfirman :" Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu “ (QS Baqoroh 183-184)
Hanya beberapa hari tertentu saja, karena ia tidak akan lebih dari 29 atau 30 hari. Karenanya, tanpa mengetahui seluk beluk dan keutamaan ragam amal dalam Ramadhan, bisa jadi Ramadhan yang singkat akan benar-benar berlalu begitu saja, nyaris tanpa amal dan kenangan yang berarti. Naudzubillah tsumma naudzu billah ….
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Setidaknya ada lima kunci sukses Ramadhan, yang jika kita menjalankannya dengan baik , insya Allah akan menjadikan Ramadhan kita lebih berharga, lebih terasa, dan lebih berkah insya Allah. Dengan lima hal tersebut, kita bisa meniti hari-hari Ramadhan dengan dipenuhi amal yang baik dan disyariatkan. Adapun lima hal tersebut adalah :
Pertama : Menghayati Hikmah dan Manfaat Puasa bagi Kita
Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia akan menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa, ketika ia benar-benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan dijalani dengan penuh kekhusyukan dan hati yang ringan. Diantara hikmah puasa antara lain adalah : Menjadi madrasah ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika berbicara kewajiban puasa, yaitu la’allakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa. Hikmah puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan. Hikmah puasa berikutnya tentu saja menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti. Jangankan amal ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda kemuliaan tersendiri di akhirat nanti. Subhanallah,
Rasulullah SAW bersabda :
Segala puji hanyalah bagi Allah semata, sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada nabi junjungan kita : Muhammad SAW, yang senantiasa kita harap syafaatnya pada hari kiamat kelak. Begitu pula kepada para sahabat dan keluarga beliau yang mulia, serta seluruh pengikut risalahnya hingga akhir nanti.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Sesungguhnya bulan Ramadhan yang mulia ini akan terasa begitu singkat. Hari-harinya akan berlalu begitu cepat, meninggalkan kita penuh penyesalan jika tidak segera tersadar untuk mengisinya dengan berbagai kebaikan. Isyarat begitu dalam tentang hari-hari Ramadhan kita dapatkan setelah ayat perintah kewajiban berpuasa, dimana Allah SWT berfirman :" Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu “ (QS Baqoroh 183-184)
Hanya beberapa hari tertentu saja, karena ia tidak akan lebih dari 29 atau 30 hari. Karenanya, tanpa mengetahui seluk beluk dan keutamaan ragam amal dalam Ramadhan, bisa jadi Ramadhan yang singkat akan benar-benar berlalu begitu saja, nyaris tanpa amal dan kenangan yang berarti. Naudzubillah tsumma naudzu billah ….
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Setidaknya ada lima kunci sukses Ramadhan, yang jika kita menjalankannya dengan baik , insya Allah akan menjadikan Ramadhan kita lebih berharga, lebih terasa, dan lebih berkah insya Allah. Dengan lima hal tersebut, kita bisa meniti hari-hari Ramadhan dengan dipenuhi amal yang baik dan disyariatkan. Adapun lima hal tersebut adalah :
Pertama : Menghayati Hikmah dan Manfaat Puasa bagi Kita
Jika seorang memahami maksud, hikmah dan manfaat dari apa yang dilakukan, maka tentulah ia akan menjalankannya dengan ringan dan senang hati. Maka begitu pula seorang yang berpuasa, ketika ia benar-benar mampu menghayati hikmah puasa, maka ibadah yang terlihat berat ini akan dijalani dengan penuh kekhusyukan dan hati yang ringan. Diantara hikmah puasa antara lain adalah : Menjadi madrasah ketakwaan dalam diri kita, sebagaimana isyarat Al-Quran ketika berbicara kewajiban puasa, yaitu la’allakum tattaqun .. agar supaya engkau bertakwa. Hikmah puasa yang lain adalah menggugurkan dosa-dosa kita yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam banyak riwayat seputar keutamaan ibadah puasa Ramadhan. Hikmah puasa berikutnya tentu saja menjadikan kemuliaan tersendiri bagi yang menjalaninya saat hari kiamat nanti. Jangankan amal ibadahnya, bahkan bau mulut orang yang berpuasa pun menjadi tanda kemuliaan tersendiri di akhirat nanti. Subhanallah,
Rasulullah SAW bersabda :
لَخُلُوفُ
فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“ Sungguh bau mulut orang yang
berpuasa, lebih wangi di sisi Allah SWT dari aroma kesturi “ (HR Bukhori).
Dengan memahami hikmah puasa yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Adapun langkah sukses Ramadhan yang Kedua adalah : Mengetahui fiqh dan aturan-aturan dalam Ibadah Puasa. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda :“seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu) “. (HR Ibnu Majah).
Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah satu syarat diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW. Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan fiqhnya yang berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai pembahasan khusus dalam kitab fiqhnya. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun. Hal yang penting kita ketahui utamanya tentang apa-apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja yang boleh berbuka dan apa konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari ini untuk kembali mengkaji fiqh seputar puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia.
Langkah Ketiga : Menjaga Puasa kita agar tetap utuh pahalanya
Yang dimaksud menjaga puasa kita adalah upaya untuk menjadikan pahala puasa kita utuh. Dua cara yang harus kita lakukan dalam kaitannya dengan hal ini, yaitu menjalani sunnah-sunnah puasa, serta menjauhi hal-hal yang bisa mengurangi pahala dan hikmah puasa. Adapun sunnah-sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah yang sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta mengakhirkan sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta menyegerakan berbuka, sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan. Sunnah puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air. Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi keberkahan puasa kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah, maupun kemaksiatan secara umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi seorang muslim, juga akan mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT. Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita :
Dengan memahami hikmah puasa yang begitu besar dan mulia bagi diri kita, maka insya Allah membuat kita lebih semangat dalam menjalani hari-hari Ramadhan kita.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Adapun langkah sukses Ramadhan yang Kedua adalah : Mengetahui fiqh dan aturan-aturan dalam Ibadah Puasa. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda :“seorang faqih (ahli ilmu agama) lebih ditakuti syetan dari pada seribu ahli ibadah (tanpa ilmu) “. (HR Ibnu Majah).
Hadits diatas menegaskan kepada kita tentang urgensinya beribadah dengan ilmu. Bahkan salah satu syarat diterimanya ibadah adalah ittiba atau sesaui aturan dan sunnah Rasulullah SAW. Dalam kaitannya dengan puasa, sungguh ibadah ini mempunyai kekhususan dalam aturan fiqhnya yang berbeda dengan lainnya. Para ulama pun menjadikan bab puasa sebagai pembahasan khusus dalam kitab fiqhnya. Kita perlu mengkaji ulang, bertanya dan mempelajari apa-apa yang belum sepenuhnya kita yakini atau kita ketahui. Agar kita mampu menjalani ibadah ini dengan baik tanpa keraguan sedikitpun. Hal yang penting kita ketahui utamanya tentang apa-apa yang dibolehkan, apa-apa yang membatalkan, siapa saja yang boleh berbuka dan apa konsekuensinya. Mari kita sempatkan dalam hari-hari ini untuk kembali mengkaji fiqh seputar puasa. Tidak ada kata terlambat untuk sebuah ilmu ibadah yang mulia.
Langkah Ketiga : Menjaga Puasa kita agar tetap utuh pahalanya
Yang dimaksud menjaga puasa kita adalah upaya untuk menjadikan pahala puasa kita utuh. Dua cara yang harus kita lakukan dalam kaitannya dengan hal ini, yaitu menjalani sunnah-sunnah puasa, serta menjauhi hal-hal yang bisa mengurangi pahala dan hikmah puasa. Adapun sunnah-sunnah puasa, antara lain adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka. Sunnah yang sederhana ini adalah bagian dari kemudahan dan keindahan syariat Islam. Kita diminta mengakhirkan sahur, sebagai persiapan untuk menjalani puasa seharian. Begitu pula kita diminta menyegerakan berbuka, sebagai kebutuhan fitrah manusia yang harus diperhatikan. Sunnah puasa lainnya adalah dengan berdoa sebelum dan saat berbuka, serta berbuka dengan seteguk air. Semoga sunnah yang sederhana ini bisa kita lakukan untuk mengoptimalkan pahala puasa kita.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Menjaga puasa juga dengan menjauhi segala sikap dan tindakan yang akan mengurangi keberkahan puasa kita, seperti : marah tiada guna, emosional, berdusta dalam perkataan, ghibah, maupun kemaksiatan secara umum. Hal-hal semacam di atas, selain dilarang secara umum bagi seorang muslim, juga akan mempengaruhi kualitas puasanya di hadapan Allah SWT. Jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah mengingatkan kepada kita :
رُبَّ
صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوعُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ
لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلاَّ السَّهَرُ.
Betapa Banyak Orang berpuasa tapi
tidak mendapat (pahala) apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar, dan betapa banyak
orang yang sholat malam (tarawih) tapi tidak mendapatkan apa-apa selain
begadang saja (HR An-NAsai)
Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan kita dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya mendapat lapar dahaga saja di bulan mulia ini.
Keempat : Menghias Puasa kita dengan Ragam Amal yang disyariatkan dalam Ramadhan
Sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan bukan hanya puasa saja. Tetapi banyak ragam ibadah yang juga disyariatkan dalam bulan penuh berkah ini. Mari kita menghias Ramadhan dengan ibadah-ibadah mulia tersebut, agar ramadhan sebagai madrasah ketakwaan benar-benar hadir dalam hidup kita. Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau menghias hati-hati Ramadhannya dengan : Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga I’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu bermakna, tentu menjadi penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut. Keberkahan Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita. Amin Allahumma Amiin …
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Langkah sukses yang terakhir atau kelima adalah : Mempertahankan atau menjaga semua amal dengan istiqomah hingga akhir Ramadhan.
Bulan ramdhan dipenuhi banyak amalan yang sungguh akan melelahkan sebagian besar orang. Karenanya kita sering menjadi saksi bagaimana kaum muslimin ‘berguguran’ dalam perlombaan Ramadhan ini sebelum mencapai garis finishnya. Sholat tarawih di masjid mulai menyusut sedikit demi sedikit seiring berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal yang tidak bisa dibantah adalah jika kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga akhir Ramadhan tiba. Syariat kita yang indah pun seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat dalam beribadah, yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun menjalankan I’tikaf untuk menutup bulan keberkahan ini. Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita :
Mari kita mengambil pelajaran dari hadits di atas, untuk kemudian meniti hari-hari ramadhan kita dengan penuh kehati-hatian dan perhitungan. Siapapun kita tidak akan pernah rela jika hanya mendapat lapar dahaga saja di bulan mulia ini.
Keempat : Menghias Puasa kita dengan Ragam Amal yang disyariatkan dalam Ramadhan
Sesungguhnya ibadah dalam bulan Ramadhan bukan hanya puasa saja. Tetapi banyak ragam ibadah yang juga disyariatkan dalam bulan penuh berkah ini. Mari kita menghias Ramadhan dengan ibadah-ibadah mulia tersebut, agar ramadhan sebagai madrasah ketakwaan benar-benar hadir dalam hidup kita. Rasulullah SAW telah memberikan contoh pada kita bagaimana beliau menghias hati-hati Ramadhannya dengan : Tadarus Tilawah, memperbanyak sedekah, sholat tarawih, memberi hidangan berbuka, bahkan juga I’tikaf di masjid pada sepuluh hari yang terakhir. Jika kita ingin merasakan Ramadhan yang berbeda dan begitu bermakna, tentu menjadi penting bagi kita untuk menghias Ramadhan kita dengan amal ibadah tersebut. Keberkahan Ramadhan akan begitu terasa paripurna dalam hati kita. Amin Allahumma Amiin …
Kaum muslimin yang dirahmati Allah SWT ….
Langkah sukses yang terakhir atau kelima adalah : Mempertahankan atau menjaga semua amal dengan istiqomah hingga akhir Ramadhan.
Bulan ramdhan dipenuhi banyak amalan yang sungguh akan melelahkan sebagian besar orang. Karenanya kita sering menjadi saksi bagaimana kaum muslimin ‘berguguran’ dalam perlombaan Ramadhan ini sebelum mencapai garis finishnya. Sholat tarawih di masjid mulai menyusut sedikit demi sedikit seiring berlalunya hari-hari awal Ramadhan. Karenanya, merupakan hal yang tidak bisa dibantah adalah jika kesuksesan Ramadhan bergantung dari keistiqomahan kita menjalani semua kebaikan di dalamnya hingga akhir Ramadhan tiba. Syariat kita yang indah pun seolah memberikan motivasi di ujung ramadhan, agar kita bertambah semangat dalam beribadah, yaitu dengan menurunkan malam lailatul qadar yang mulia. Rasulullah SAW pun menjalankan I’tikaf untuk menutup bulan keberkahan ini. Beliau juga bersungguh-sungguh di penghujung Ramadhan. Ibunda Aisyah menceritakan kepada kita :
كَانَ
النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا
لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
adalah Nabi SAW ketika masuk sepuluh hari yang
terakhir (Romadhon), menghidupkan malam, membangunkan istrinya, dan mengikat
sarungnya (HR Bukhori dan MuslimAkhirnya, marilah kita berusaha menjalankan lima kunci sukses Ramadhan di atas, agar usaha kita mendapatkan keberkahan dan kesuksesan Ramadhan benar-benar terarah dengan baik dan optimal. Semoga Allah SWT memudahkan dan memberikan kekuatan kepada kita …
Allahumma sholli ala muhammad wa ‘ala aalihi wa ashabihi ajma
MALAM LAILATUL QADAR
Oleh
Syaikh Salim bin
'Ied Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali
Abdul Hamid
Keutamaan
sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al-Qur'an Al-Karim, yang
membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan mengangkatnya
ke derajat yang mulia dan abadi. Umat Islam yang mengikuti sunnah Rasulnya
tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan anak-anak panah
untuk memperingati malam ini, akan tetapi mereka berloma-lomba untuk bangun di
malam harinya dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah.
Inilah
wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits nabawiyah yang
shahih menjelaskan tentang malam tersebut.
1.
Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah
untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui
bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman.
"Artinya
: Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada malam Lailatul Qadar, tahukah
engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik
dari seribu bulan, pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Jibril dengan
izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala urusan, selamatlah malam itu
hingga terbit fajar" [Al-Qadar : 1-5]
Dan
pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.
"Artinya
: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan
sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala
urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya
Kami adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" [Ad-Dukhan : 3-6]
2.
Waktunya
Diriwayatkan
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa malam tersebut terjadi pada
tanggal malam 21,23,25,27,29 dan akhir malam bulan Ramadhan.[1]
Imam
Syafi'i berkata : "Menurut pemahamanku. wallahu 'alam, Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada
beliau : "Apakah kami mencarinya di malam ini?", beliau menjawab : "Carilah di malam tersebut" [Sebagaimana
dinukil Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 6/386]
Pendapat
yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada malam terakhir bulan
Ramadhan berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, dia berkata Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan dan beliau bersabda.
"Artinya
: Carilah malam Lailatul Qadar di (malam ganjil) pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan" [Hadits Riwayat Bukhari 4/225 dan Muslim 1169]
Jika
seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh
hari terakhir, karena riwayat dari Ibnu Umar, (dia berkata) : Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: carilah di sepuluh hari terkahir, jika tidak mampu makan jangan sampai
terluput tujuh hari sisanya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/221 dan
Muslim 1165]
Ini
menafsirkan sabdanya.
"Artinya
: Aku melihat mimpi kalian telah terjadi, barangsiapa yang mencarinya carilah
pada tujuh hari terakhir" [Lihat Maraji' tadi]
Telah
diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat.
Dari Ubadah bin Shamir Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam ke luar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat
berdebat, beliau bersabda.
"Artinya
: Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang malam Lailatul Qadar,
tapi ada dua orang berdebat hingga tidak bisa lagi diketahui kapannya; mungkin
ini lebih baik bagi kalian, carilah di malam 29. 27. 25 (dan dalam riwayat lain
: tujuh, sembilan dan lima)" [Hadits Riwayat Bukhari 4/232]
Telah
banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa amalam Lailatul Qadar itu pada sepuluh
hari terakhir, yang lainnya menegaskan, di malam ganjil sepuluh hari terkahir.
Hadits yang pertama sifatnya umum sedang hadits kedua adalah khusus, maka
riwayat yang khusus lebih diutamakan dari pada yang umum, dan telah banyak
hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh
hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah,
tidak ada masalah, dengan ini cocoklah hadits-hadits tersebut tidak saling
bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisah.
Kesimpulannya
Jika
seorang muslim mencari malam lailatul Qadar carilah pada malam ganjil sepuluh
hari terakhir : 21, 23, 25,27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu mencari pada
sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari terakhir yaitu
25,27 dan 29. Wallahu 'alam
3.
Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar.?
Sesungguhnya
malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya,
maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah
diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk
mendapatkannya). Oleh karena itu dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat
dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar
dengan penuh keimanan dan mengharapkan paha-Nya yang besar, jika (telah)
berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: Barang siapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan
dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu" [Hadits
Riwayat Bukhari 4/217 dan Muslim 759]
Disunnahkan
untuk memperbanyak do'a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah
Aisyah Radhiyallahu 'anha, (dia) berkata : "Aku bertanya, "Ya
Rasulullah ! Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam Lailatul Qadar (terjadi),
apa yang harus aku ucapkan ?" Beliau menjawab, "Ucapkanlah :
"Allahumma
innaka 'afuwwun tuhibbul afwa fa'fu'annii"
"Ya
Allah Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka
ampunilah aku" [2]
Saudaraku
-semoga Allah memberkahimu
dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaati-Nya- engkau telah
mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya) maka
bangunlah (untuk menegakkan shalat) pada sepuluh malam terakhir,
menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada isterimu
dan keluargamu untuk itu, perbanyaklah perbuatan ketaatan.
Dari
Aisyah Radhiyallahu 'anha.
"Artinya
: Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila masuk pada sepuluh
hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencanngkan kainnya[4] menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya" [Hadits Riwayat Bukhari 4/233 dan Muslim 1174]
Juga
dari Aisyah, (dia berkata) :
"Artinya
: Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersungguh-sungguh (beribadah
apabila telah masuk) malam kesepuluh (terakhir) yang tidak pernah beliau
lakukan pada malam-malam lainnya" [Hadits Riwayat Muslim 1174]
4.
Tanda-Tandanya
Ketahuilah
hamba yang taat -mudah-mudahan
Allah menguatkanmu dengan ruh dari-Nya dan membantu dengan pertolongan-Nya-
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggambarkan paginya
malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari
'Ubay Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda.
"Artinya
: Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan, seperti
bejana hingga meninggi" [Hadits Riwayat Muslim 762]
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda.
"Artinya
: Siapa di antara kalian yang ingat ketika terbit bulan seperti syiqi
jafnah" [3]
Dan
dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya
: (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak
juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya sinar mataharinya melemah
kemerah-merahan" [Tahayalisi 349, Ibnu Khuzaimah 3/231, Bazzar 1/486,
sanadnya Hasan]
Disalin
dari Kitab Sifat Shaum Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, edisi
Indonesia Sipat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh Syaikh Salim bin
Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, terbitan Pustaka Al-Haura,
penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata.
Foote
Note.
- Pendapat-pendapat yang ada dalam masalah ini berbeda-neda, Imam Al-Iraqi telah mengarang satu risalah khusus diberi judul Syarh Shadr Bidzikri Lailatul Qadar, membawakan perkataan para ulama dalam masalah ini, lihatlah...
- Hadits Riwayat Tirmidzi 3760, Ibnu Majah 3850 dari Aisyah, sanadnya Shahih. Lihat syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan hal. 55-57 karya Ibnu Rajab Al-Hambali.
- Menjauhi wanita (yaitu isteri-isterinya) karena ibadah, menyingsingkan badan untuk mencarinya.
- Muslim 1170. Perkataan : "Syiqi jafnah" syiq artinya setengah, jafnah artinya bejana. Al-Qadhi 'Iyadh berkata : "Dalam hadits ini ada isyarat bahwa malam Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan".
Materi I
Merajut Pakaian Taqwa
Pada
hakekatnya, pakaian adalah segala yang “melekat” di badan ini; entah baju, celana,
segala aksesoris yang “melekat” lainnya, termasuk perhiasan. Selaras dengan
pengertian ini, bahkan Allah membahasakan suami sebagai “pakaian” dari istri;
dan istri adalah “pakaian” dari suami (Q.S. Al-Baqarah: 187: hunna libaasul lakum wa antum
libaasun lahunna). Mungkin karena suami dan istri pun “melekat” satu sama
lain, hingga mereka tak ubahnya seperti pakaian.
Setidaknya ada 3 macam fungsi pakaian yang disebut di
dalam Al-Qur’an. Pertama,
pakaian sebagai penutup aurat (Q.S. An-Nuur: 58 dan Al-A’raf: 26). Kedua,
pakaian sebagai perhiasan (Q.S. Al-A’raf: 26). Dan ketiga, pakaian sebagai
pelindung, yakni dari panas dan hujan, juga dari serangan musuh (Q.S.
An-Nahl:81).
Tak kurang dari 20 ayat ditemukan di dalam Al-Qur’an yang
berbicara tentang pakaian. Entah memakai bahasa “libaasun”, “kiswatun”,
“saraabil”, maupun “tsiyab”. Namun, semuanya berbicara tentang pakaian
lahiriah. Pakaian dunia. Hanya ada satu yang menyebutkan tentang pakaian
ruhani.
Pakaian ruhani adalah sebenar-benar pakaian, yang
menunjukkan baik buruknya seseorang. Meski seseorang mengenakan pakaian
lahiriah yang mewah dan mahal, tetapi jika pakaian ruhaninya rusak, jelek, terhina,
maka dirinya akan terhina pula. Pakaian lahiriahnya tidak bermanfaat apa-apa.
Pakaian lahiriahnya tak bisa melindungi kejelekannya. Mungkin ia akan mulia
dalam pandangan manusia, tetapi tidak dalam pandangan Allah.
Apakah pakaian ruhani yang dimaksud? Al-Qur’an
menyebutnya sebagai pakaian taqwa (libaasut
taqwa). Sebagaimana firmannya, “Dan pakaian takwa
itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.” (Q.S. Al-A’raf: 26).
Tentang taqwa, imam Ali karramallahu
wajhah berkata:
اَلْخَوْفُ
مِنَ الْجَلِيْلِ وَ الْعَمَلُ بِالتَنْزْيِلِ وَ اْلإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ
الرَّحِيْلِ
(Takut
kepada Zat Yang Mahaagung; mengamalkan apa yang diturunkan (al-Qur’an); dan
menyiapkan diri untuk menyambut datangnya hari yang kekal [akhirat]).
Ramadan adalah hari-hari dimana kita memintal
benang-benang pakaian takwa itu. Hari demi hari kita memintalnya, dengan
harapan pada akhir Ramadan, hari kemenangan Idul Fitri, pakaian itu telah
sempurnalah sudah dan bisa kita kenakan di hari yang berbahagia itu. Bukan
untuk dipakai sekali, setelah itu dilepas kembali. Bukan. Tetapi, pakaian takwa
itu seharusnya kita pakai seterusnya sampai tiba kembali Ramadan berikutnya,
dimana kita akan memeriksa pakaian takwa itu kembali barangkali ada lubang,
kotor, sobek dsb yang perlu kita cuci, jahit dan rajut kembali.
Bagaimana kita merajutnya? Barangkali di sinilah
relevannya sabda Nabi Saw., “Jika datang bulan Ramadan, maka dibuka pintu-pintu
syurga, ditutup pintu-pintu neraka, dan dibelenggu semua syaitan.” (muttafaq ‘alaih).
Semua tidak lain sebagai motivasi buat kita untuk
memperbanyak amal kebaikan kita. Mumpung kesempatan itu dibuka lebar-lebar oleh
Allah. Allah sedang membuka “Big Sale”. Obral besar-besaran. Tarawih, tadarus,
sadaqah, membayar zakat, menolong orang, memberi ta’jil orang berbuka puasa,
menghentikan menggunjing orang. Semuanya adalah jalan-jalan kebaikan; jalan-jalan merajut
pakaian takwa kita.
Materi
2
Hakikat
Ramadhan
Sudah berapa kali kita berjumpa Ramadhan? Bagaimana kita memaknai
Ramadhan selama ini? Apakah kita biasa melaluinya begitu saja? Ataukah kita
menjalaninya dengan biasa-biasa saja? Ataukah kita benar-benar mengistimewakan
dan mengoptimalkannya untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik lagi?
Jika kita ingin benar-benar mengistimewakan dan
mengoptimalkan Ramadhan, tidak bisa tidak kita harus memahami hakikat Ramadhan.
Berikut ini beberapa makna dan hakikatnya.
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Bercermin Diri (Syahrul
Muhasabah)
Seberapa bersemangat dan seberapa mampu kita memanfaatkan
Ramadhan pada setiap menit dan detiknya, merupakan indikasi ketaqwaan kita
kepada Allah. Dari sini kita bisa menilai diri kita, apakah kita termasuk hamba
Allah yang dzalimun
linafsihi (masih suka menganiaya diri sendiri), atau yang muqtashid (yang
pas-pasan saja), ataukah yang sabiqun
bil khairat (yang bergegas dalam melaksanakan berbagai kebaikan).
Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat
tepat bagi kita untuk bercermin diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa
selama bulan Ramadhan syetan-syetan dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan telah
dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan kemaksiatan maka seperti
itulah diri kita yang sebenarnya.
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Limpahan Rahmat (Syahrur Rahmah)
Rasulullah bersabda, “Telah datang kepadamu bulan
Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa di
bulan ini … Barangsiapa tidak mendapat bagian kebaikannya, maka sungguh berarti
ia telah dijauhkan dari rahmat Allah.”
Pada bulan Ramadhan, Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya
melebihi pada bulan-bulan lainnya. Pada bulan ini, Allah melipatgandakan pahala
amal kebaikan, memberikan semangat ketaatan kepada hamba-hamba-Nya, dan bahkan
memberikan bonus satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu Lailatul Qadr.
Karena itu, rugilah kita jika selama bulan ini kita tidak memanfaatkan limpahan
rahmat Allah yang sedemikian besar.
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Taubat (Syahrut Taubah)
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas
dasar iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu
akan diampuni.” Beliau juga bersabda, “Barangsiapa berdiri (menegakkan shalat
malam, shalat tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala
dari Allah, maka dosa-dosanya yeng telah lalu akan diampuni.” Beliau bahkan
berkata, “Barangsiapa berpuasa lalu tidak berkata-kata buruk dan tidak
mengumpat maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ia
dilahirkan oleh ibunya.” Jadi, apa lagi yang kita tunggu. Mari kita
banyak-banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah, agar Ramadhan ini
dapat menjadi penghapus dosa-dosa kita.
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Puasa (Syahrush Shiyam)
Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan
meninggalkan makan, minum dan hubungan suami isteri pada siang hari. Lebih dari
itu, puasa yang sejati adalah puasa yang bersifat total, yakni mempuasakan
seluruh anggota tubuh kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan,
kaki, dan anggota-anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan
dari berbagai bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali Allah
tidak butuh dengan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum saja.”
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Al-Qur’an (Syahrul Qur’an)
Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Pada
setiap bulan ini, Rasulullah selalu melakukan tadarrus Al-Qur’an bersama
malaikat Jibril. Beliau ingin memberikan teladan kepada kita semua agar kita
berinteraksi seakrab mungkin dengan Al-Qur’an selama bulan Ramadhan. Interaksi
ini meliputi banyak hal: membacanya, memahami maknanya, mengamalkannya, dan
mendakwahkannya. Akan lebih baik lagi jika kita juga berusaha untuk
menghafalnya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.
Bulan Ramadhan adalah Bulan
Infaq dan Sedekah (Syahrul Infaq
wash Shadaqah)
Ramadhan bukan hanya kesempatan untuk beribadah secara
vertikal saja. Ia juga kesempatan emas untuk beribadah secara horisontal,
melakukan berbagai kebaikan kepada sesama. Di bulan ini kita sangat dianjurkan
untuk banyak berinfak dan bersedekah. Kita telah merasakan bagaimana rasanya
kelaparan dan kehausan. Sudah semestinya kita kemudian mampu berempati kepada
mereka yang selama ini biasa kelaparan dan kehausan, dengan cara berinfaq dan
bersedekah kepada mereka. Demikianlah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah.
Sebuah riwayat menyatakan bahwa kedermawanan beliau di bulan Ramadhan sampai
menyerupai angin yang bertiup.
Demikianlah beberapa makna dan hakikat Ramadhan. Jika
kita telah memahaminya maka selanjutnya kita harus bergegas untuk
mengimplementasikannya dalam hari-hari Ramadhan kita. Harapan kita, keluar dari
Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa, la’allakum tattaqun.
Materi 3
Ramadhan Bulan Jihad (Bagian Pertama): Memahami Makna
Jihad
Rasulullah SAW. selalu
memotivasi para sahabat dengan kabar gembira akan datangnya Ramadhan, sebagaimana sabdanya, “Telah datang kepada
kalian bulan Ramadhan,
rajanya bulan, sambut dan hormatilah Ramadhan.”
Lintasan
sejarah Islam berbicara, terdapat hubungan yang penting antara jihad dan Ramadhan.
Selama kehidupan Rasulullah saw., dua buah peperangan terjadi di bulan Ramadhan,
yang pertama adalah Perang Badar yang terjadi di tahun kedua setelah hijrah,
dan yang kedua Penaklukan Mekkah (futuh Makkah) sekitar 6 tahun kemudian.
Bahkan,
setelah kehidupan Rasulullah SAW, bulan Ramadhan tetap menjadi bulan
konfrontasi militer penting bagi kaum muslimin. Beberapa kejadian penting yang
berhubungan antara bulan Ramadhan dan jihad
terus terjadi dalam kehidupan bersejarah kaum muslimin. Tentunya, Allah SWT
yang paling mengetahui hikmah yang besar mengapa bulan
Ramadhan begitu memiliki kaitan erat dengan jihad. Pastinya, Allah SWT sajalah yang mengetahui
hikmah itu semua dan memberikan indikasi dan tanda-tanda tersebut, yakni kaitan
antara Ramadhan dan jihad
kepada kaum muslimin.
Untuk
memahami lebih dalam hubungan ini maka seseorang haruslah memahami esensi jihad sebaik dia memahami esensi shaum. Jihad adalah aktualisasi dari ibadah seorang muslim
untuk membuktikan tidak ada kecintaan baginya kecuali hanya Allah SWT saja,
Rasulullah SAW, dengan upaya sekuat tenaga untuk menggapai Ridho Ilahi. Seorang
Mujahid dengan bersungguh-sungguh memberikan semua apa pun miliknya di dunia,
termasuk hidupnya, ini merupakan bukti bahwa dia sungguh-sungguh ikhlas
beribadah hanya kepada Allah SWT. semata. Dia tidak memiliki keinginan lain,
selain Allah SWT. Dia tidak menyembah materi apa pun dalam kehidupannya,
keinginannya, dan semua semata-mata ditujukan untuk menggapai keridloan-Nya.
Inilah tujuan seorang Mujahid dan tidak ada selain itu.
Untuk
beberapa alasan, banyak muslim tidak mampu melakukan keikhlasan dalam beribadah
tersebut. Mereka masih membutuhkan atau mengharapkan sesuatu yang lain meskipun
mereka tahu bahwa mereka adalah hamba Allah SWT, mereka masih lebih
mementingkan pekerjaan, keluarga, kesehatan, dan segala sesuatu yang merupakan
kenikmatan dunia. Salah satu jalan untuk mencapai tingkat ketulusan ibadah tersebut
adalah taqwa, sebagaimana firman Allah SWT.
“Wahai
orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (QS 2 : 183)
Materi 4
Ramadhan
Bulan Jihad (Bagian Kedua)
1. Ramadhan Bulan Istimewa,
Ramadhan adalah bulan kesempatan umat Islam untuk
membakar dosa lebih intensif dibandingkan dengan bulan lain. Mengapa membakar
dosa? Pertama, amalan puasa adalah ibadah istimewa dan berpahala istimewa yang
mampu meningkatkan ketakwaan dan menepis semua bentuk kemunkaran dan maksiat. Kedua,
pada bulan ini umat Islam mendapatkan panen pahala karena ada malam yang lebih
baik dari seribu bulan, yaitu lailatul qadar, dan ketiga, dilipatgandakannya
pahala semua amalan muslim dan muslimah. Yang wajib dilipatgandakan
70 kali dan yang sunnah disamakan dengan pahala amalan wajib. Dengan
keistimewaan ini, dosa umat Islam terbakar oleh banyaknya pahala amalan
kebajikan yang diraih pada bulan Ramadhan.
Barangkali, di sinilah rahasianya mengapa Rasulullah
senantiasa menanti bulan Ramadhan, sehingga berdoa, “Allahumma baarik lanaa fi
Rajaba wa Sya’baan wa ballighnaa Ramadlan” (Ya Allah berkati kami pada bulan
Rajab dan bulan Sya’ban dan antarkan kami sampai ke bulan Ramadhan.).
Selain dari pada itu, Beliau senantiasa berkhutbah ketika
menyambut awal Ramadhan. Di antara isi khutbahnya yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad
dan An Nasa’i adalah sebagai berikut:
dan An Nasa’i adalah sebagai berikut:
“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, penuh berkah.
Allah mewajibkan atas kamu puasa di bulan itu. Pada bulan itu semua pintu
neraka terbuka lebar dan semua pintu neraka Jahim tertutup rapat serta
syetan-syetanpun dibelenggu. Di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik
dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan kebaikannya, maka
sesungguhnya orang yang tidak beramal kebaikan pada bulan ini sungguh amat
merugi.”
Konotasi “pintu-pintu surga terbuka lebar dan pintu
neraka tertutup rapat dan syetan-syetanpun dibelenggu”, maksudnya bahwa orang
yang berpuasa berkesempatan besar untuk masuk surga dan jauh dari neraka.
Karena dengan puasanya ia berpahala besar dan pasti tidak bisa digoda oleh
syetan yang terkutuk.
2. Ramadhan dan Jihad
Puasa adalah ibadah yang bernuansa jihad melawan hawa
nafsu. Orang yang tidak bisa menahan nafsu syahwatnya, nafsu amarahnya, nafsu
seksualnya, dan nafsu-nafsu lainnya selama berpuasa, berarti puasanya akan
ditolak Rabbul Izzati. Rasulullah pernah menegaskan dengan sabdanya:
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta, maka Allah
tidak butuh darinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya.”
Inilah jihad muslim yang tiada hentinya, karena nafsu al
ammarah bis suu’ senantiasa menyertainya, baik di kala jaga atau tidur. Namun,
selain jihad melawan hawa nafsu ini, umat Islam diperintahkan juga berjihad
melawan kekafiran dan kesyirikan. Jihad untuk mempertahankan diri dari serangan
kaum kufar ini sering disebut dengan jihad qitali.
Allah swt. telah mensyariatkan jihad melawan kekufuran
sebagai sarana ibadah dan perjuangan untuk menyiapkan individu muslim yang
mampu membawa beban untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Ibadah puasa
penuh dengan kebaikan dan sumber pengkaderan untuk menyiapkan generasi yang mau
berkorban lii’laai kalimatillah.
Tahun demi tahun dilewati umat Islam dan Ramadhan penuh
dengan kenangan peristiwa besar yang menggambarkan jihad kaum muslimin. Sejak
Islam datang menembus gelapnya kekufuran dan kesyirikan menuju cahaya Islam,
umatnya telah menghadapi jihad besar melawan kezhaliman dalam menegakkan
keadilan.
Jihad yang disyariatkan Islam bertujuan mencapai dua
sasaran:
Pertama: Untuk mempertahankan diri dari serangan asing
dan mempertahankan tanah air di mana mereka tinggal.
Kedua: Mempertahankan dakwah Islamiyah dan ajaran-ajaran
Ilahi sekaligus melindungi para pembawa panji-panjinya, demi menebarkan ajaran
Islam dengan al-hikmah, almau’izhah al hasanah dalam suasana penuh aman dan
kedamaian. Jihad disyariatkan Islam agar ajaran Islam tetap tersebar ke
seantero dunia. Dakwah bagaikan air yang harus dirasakan manfaatnya oleh
seluruh umat manusia. Bila tidak disyariatkan jihad, maka kebatilan akan
menggusur yang hak, kerusakan akan menghantui dunia, dan panji-panji Islam akan
tumbang diserang kekufuran.
3. Tuntutan Jihad Sekarang Lebih Luas
Ketika musuh-musuh Islam menyerang dengan berbagai macam
cara untuk memadamkan cahaya agama Allah, kondisi ini menuntut umat Islam agar
melakukan jihad dalam berbagai aspek kehidupan. Jihad terhadap hawa nafsu
adalah jihad setiap saat bagi setiap muslim yang masih waras dan sehat. Jihad
qitaali adalah wajib bila umat Islam diserang dengan senjata seperti di
Palestina, Afghanistan, Irak, Bosnia, dan belahan bumi lainnya. Selain jihad
nafsiy dan jihad qitaali, masih banyak lagi tuntutan jihad lainnya, sebanyak
aneka ragam serangan musuh. Di antara jihad-jihad yang dituntut sekarang
adalah:
a.
Jihad tablighi, yaitu jihad dengan lisan untuk
menyampaikan ajaran Islam dengan penuh hikmah, kelembutan, dan kesejukan. Kita
diwajibkan tablighi ini sebagai jihad bil-lisan untuk meluruskan berbagai
penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat.
b.
Jihad ta’limi, yaitu jihad melalui pendidikan, baik
formal atau Non formal. Saat ini umat Islam sangat dituntut untuk menekuni
jihad ta’limi ini, karena sekolah-sekolah unggulan umat Islam masih perlu
peningkatan kualitas dan kuantitas. Apalagi sekolah-sekolah yang dikelola
pendidikan non Islam sarat dengan unsur-unsur yang bisa memadamkan semangat
keislaman siswa.
c. Jihad
Maali, yaitu jihad dengan harta dalam rangka menebarkan Syiar Islam, melindungi
kaum fuqara’ dan masakin dari kekufuran yang mengintai mereka. Jihad maali ini sering disebut
Al-Qur’an lebih daripada jihad binnafsi, karena:
Materi 5
Akhlak Mulia
Secara garis besar, akhlak
mulia itu dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok yaitu:
1. Akhlak kepada Allah,
Akhlak mulia kepada Allah berati mengikuti seluruh perintah yang telah
disampikan Allah kepada Rasul yang Maha Mulia Muhammad SAW. Seluruh perintah
tersebut sudah tercatat dalam Al-Quran dan Hadist.
2. Akhlak kepada Ciptaan
Allah, Akhlak terhadap ciptaan Allah meliputi segala prilaku, sikap, perbuatan,
adab dan sopan santun sesama ciptaan Allah yang terdiri atas ciptaan Allah yang
gaib dan ciptaan Allah yang nyata, benda hidup dan benda mati.
Mengingat sangat luasnya
cakupan akhlak ini karena menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia, maka
secara garis besar struktur akhlak mulia terhadap seluruh ciptaan Allah itu
dapat digambarkan seperti struktur sederhana berikut ini. Yang pertama yaitu
ciptaan Allah yang gaib, meliputi gaib dalam arti positif dan gaib dalam arti
negatif. Gaib dalam arti positif di antaranya malaikat, qada dan qadar, kiamat,
alam kubur, padang mashar, sorga dan neraka beserta penghuninya, dan lain
sebagainya. Sedangkan gaib dalam arti negatif di antaranya iblis, jin, syetan,
dan benda serta alam gaib lainnya. Yang kedua yaitu ciptaan Allah yang nyata.
Ciptaan Allah yang nyata meliputi sesama manusia (nabi dan rasul, diri sendiri,
orang tua, kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga dekat dan tetangga jauh,
sesama muslim, non muslim), selain manusia (tumbuhan dan hewan), serta benda
mati (bumi dan segalanya serta benda angkasa).
Walau struktur yang
disampaikan masih sangat jauh dari lengkap dan sempurna, namun diharapkan akan
bisa memberikan gambaran cakupan akhlak mulia yang sudah dicontohkan dan
diajarkan Rasulullah Muhammad SAW. Seluruh sikap dan perilaku
serta adab sopan santun terhadap semua ciptaan Allah sudah termuat dan
tercantum dalam Al-Quran dan Hadist. Tinggal bagaimana kita bisa
mempelajarinya secara benar dan teliti serta mengamalkannya.
Pembahasan masalah
Akhlak adalah pembahasan yang sangat luas, sama luasnya dengan seluruh
asoek kehidupan manusia serta variasi - variasinya. Secara garis besar fungsi
dan tujuan pengamalan akhlak mulia bagi umat manusia adalah :
1. Sebagai pengamalan
syariat Islam. Sebagai pengamalan Syariat Islam. Islam sebagai agama rahmat
bagi seluruh alam semeste telah ,e,berikan tuntunan prilaku dan etika secar
sempurna, sehingga dengan niat karena Allah SWT, pengamalan akhlak yang mulia
itu insya Allah akan menjadi ibadah bagi umat islam yang mengamalkanya.
2. Sebagai Identitas. Sebagai
Identias, Akhlak mulia ini diperuntukkan oleh Allah kepada manusia yang berakal
budi karena dengan tuntunan akhlak yang mulia akan bisa membedakan antara
manusia denga hewan.
3. Pengatur tatanan Sosial. Akhlak
Mulia Sebagai Pengatur Tatanan Sosial berarti dengan pengamalan akhlak mulia
yang sudah dicontohkan oleh yang Mulia Saydina Muhammad SAW mengukuhkan bahwa
manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah bisa dan lepas dari pengaruh
lingkungannya. Dengan akhlak mulia ini tatanan sosial yang terbentuk
semakin memberikan makna dan nilai yang tidak saling merugikan.
4. Rahmat bagi seluruh alam.
Akhlak Mulia Sebagai Rahmat Bagi Seluruh Alam berarti akhlak mulia yang diperuntukkan
bagi manusia tidak hanya mengatur tatanan hubungan manusia dengan manusia
lainnya tetapi juga hubungan antara manusia dengan makhluk – makluk lain selian
manusia dan alam sekitarnya.
5. Perlindungan diri dan
HAM. Akhlak Mulia Sebagai Perlindungan Diri dan Hak Azazi Manusia ( HAM )
berarti dengan menjalin hubungan yang baik berdasarkan hukum dan syariat agama
akan terbentuk hubungan yang saling menghargai dan saling menguntungkan.
Tidak ada manusia di dunia
ini yang memiliki kesamaan seratus persen. Baik suara, bentuk tubuh, atau pun
sifat dan karakter pasti akan berbeda. Allah SWT telah menciptakan seluruh
manusia dalam keberagaman. Hingga anak-anak yang kembar siam pun tetap memiliki
perbedaan. Perbedaan yang khas dari milyaran umat manusia di dunia ini
seharusnya makin menyadarkan manusia akan Maha Agung dan Maha Besar-nya Sang
Maha Pencipta.
Sebagai seorang muslim, kita
adalah makhluk sosial. Allah telah mewajibkan kita untuk hidup berinteraksi
dengan masyarakat. Saat berinteraksi dengan masyarakat tentu saja kita harus
dapat menempatkan diri di tengah-tengah masyarakat dengan baik. Agar tidak
terjadi masalah yang akan membuat suasana hubungan yang harmonis menjadi
terganggu.
Materi 6
Meraih Ampunan Di Bulan Ramadhan
Siapa
saja yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan hanya
mengharapkan pahala Allah semata maka diampunilah dosanya yang telah berlalu. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Allah SWT Yang Maha Pemurah
dan Maha Penyayang, melalui sabda Nabi saw. tersebut, telah menegaskan kepada
kaum Muslim tentang berita pengampunan pada bulan Ramadhan. Sungguh, ini adalah
bentuk kebesaran dan kasih sayang Sang Pencipta kepada makhluk-Nya. Bulan
Ramadhan merupakan bulan yang penuh dengan pengampunan. Oleh sebab itu, pada
bulan Ramadhan umat Islam diperintahkan untuk banyak memohon ampunan kepada
Allah Yang Maha Pengampun.
Dosa merupakan konsekuensi
dari perbuatan maksiat kepada Allah SWT, baik karena mengabaikan kewajiban
ataupun melakukan keharaman. Manusia sering berbuat dosa, siang maupun malam
hari. Di rumah, di masjid, di kantor, di angkot, di bis, di kendaraan pribadi,
di kereta api, di terminal, di stasiun, di bandara, di sekolah, di kampus, di
pabrik dan dimana saja seseorang sangat mungkin berbuat kesalahan. Berbuat salah
memang sudah sunnatullah. Sebab, Rasul sendiri telah menyatakan bahwa manusia
itu tempat salah dan lupa. Untuk
itu, Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk sering meminta ampunan kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (QS Ali Imran [3]: 135).
Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka—dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. (QS Ali Imran [3]: 135).
Selain
itu, nash di atas juga menggambarkan bahwa kaum Muslim harus senantiasa memohon
ampunan kepada Allah SWT. Memang, jika Allah SWT menghendaki, dapat saja suatu
dosa seseorang langsung Dia ampuni. Namun, Dia sendiri memerintahkan kepada
manusia untuk sering meminta ampunan kepada-Nya. Baru kemudian, Allah SWT akan
mengampuninya. Allah SWT sendiri pasti akan mengampuni semua dosa manusia,
kecuali dosa syirik, tentu selama manusia tidak mau bertobat sampai akhir
hayatnyaAllah SWT berfirman: Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain
dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Siapa saja yang
mempersekutukan Allah, maka ia sungguh telah berbuat dosa yang besar. (QS an-Nisa [4]: 48).
Di samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering memohon ampunan kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah memberikan teladan kepadanya. Dalam hadisnya, Rasul pernah bersabda:”Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali sehari. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Di samping Allah SWT telah menyuruh setiap Muslim untuk sering memohon ampunan kepada-Nya, Rasulullah saw. juga telah memberikan teladan kepadanya. Dalam hadisnya, Rasul pernah bersabda:”Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar meminta ampunan kepada Allah dan bertobat kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali sehari. (HR al-Bukhari dan Muslim)
Padahal
Rasulullah saw. adalah seorang yang maksum, atau terpelihara dari dosa. Beliau
dijamin masuk surga. Namun, beliau tetap terus memohon ampunan kepada Allah
Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Karena itu, Muslim yang menjadikan
Baginda Rasul sebagai suri teladannya akan berupaya untuk sering meminta
ampunan, khususnya pada bulan Ramadhan. Allah SWT Maha Penyayang tidak pilih
kasih dalam memberikan ampunan kepada hamba-Nya. Apapun dosanya, berapapun
banyaknya, selama hamba mau bertobat, Dia akan mengampuninya.
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS az-Zumar [39]: 53).
Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan yang penuh ampunan ini, seorang Muslim sudah seharusnya banyak meminta ampunan kepada Allah SWT. Di samping itu, dia akan senantiasa melakukan muhâsabah (instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada dirinya sendiri tentang berbagai hal. ”Berlomba-lombalah kalian mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang agung. (QS al-Hadid [57]: 21).
Katakanlah, "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS az-Zumar [39]: 53).
Untuk itu, pada kesempatan Ramadhan yang penuh ampunan ini, seorang Muslim sudah seharusnya banyak meminta ampunan kepada Allah SWT. Di samping itu, dia akan senantiasa melakukan muhâsabah (instrospeksi diri), dengan mengajukan banyak pertanyaan kepada dirinya sendiri tentang berbagai hal. ”Berlomba-lombalah kalian mendapatkan ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikannya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah memiliki karunia yang agung. (QS al-Hadid [57]: 21).
Materi 7
Keutamaan Qiyamullail
Dari Jabir r.a., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah
saw. bersabda, “Sesungguhnya pada malam hari itu benar-benar ada saat yang
seorang muslim dapat menepatinya untuk memohon kepada Allah suatu kebaikan
dunia dan akhirat, pasti Allah akan memberikannya (mengabulkannya); dan itu
setiap malam.” (HR.
Muslim dan Ahmad)
Qiyamullail
adalah sarana berkomunikasi seorang hamba dengan Rabbnya. Sang hamba merasa
lezat di kala munajat dengan Penciptanya. Ia berdoa, beristighfar, bertasbih,
dan memuji Sang Pencipta. Dan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
sesuai dengan janjinya, akan mencintai hamba yang mendekat kepadanya. Kalau
Allah swt. mencintai seorang hamba, maka Ia akan mempermudah semua aspek
kehidupan hambaNya. Dan memberi berkah atas semua aktivitas sang hamba, baik
aktivitas di bidang dakwah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, maupun
politik. Sang hamba akan dekat dengan Rabbnya, diampuni dosanya, dihormati oleh
sesama, dan menjadi penghuni surga yang disediakan untuknya.
Seorang
muslim yang kontinu mengerjakan qiyamullail, pasti dicintai dan dekat dengan
Allah swt. Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan kepada kita, “Lazimkan
dirimu untuk shalat malam karena hal itu tradisi orang-orang shalih sebelummu,
mendekatkan diri kepada Allah, menghapus dosa, menolak penyakit, dan pencegah
dari dosa.” (HR. Ahmad)
Jika
Anda ingin mendapat kemuliaan di sisi Allah dan di mata manusia, amalkanlah
qiyamullail secara kontinu. Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat
Jibril a.s. datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah
sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan
dapat balasan. Cintailah orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah.
Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga
dirinya dapat ditemukan dengan tidak minta tolong orang lain.’”
Orang
yang shalat kala orang lain lelap tertidur, diganjar dengan masuk surga. Kabar
ini sampai kepada kita dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari
Abdullah bin Salam dari Nabi saw., beliau bersabda, “Wahai manusia, sebarkanlah
salam, berikanlah makanan, dan shalat malamlah pada waktu orang-orang tidur,
kalian akan masuk surga dengan selamat.”
Seorang
dai yang ingin berhasil dakwahnya, harus mennabur kasih sayang kepada seluruh
lapisan masyarakat. Hal itu dapat digapai dengan wajah yang berseri-seri,
mengucapkan salam, mengulurkan bantuan, silaturahim, dan pada malam hari
memohon kepada Allah diawali dengan qiyamulail. Tapi sayang, yang melaksanakan
qiyamulail secara kontinu sangat sedikit jumlahnya. Semoga kita termasuk
kelompok yang sedikit ini dan berhak masuk surga tanpa dihisab. Rasululah saw.
bersabda, “Seluruh manusia dikumpulkan di tanah lapang pada hari kiamat.
Tiba-tiba ada panggilan dikumandangkan dimana orang yang meninggalkan tempat
tidurnya, maka berdirilah mereka jumlahnya sangat sedikit, lalu masuk surga
tanpa hisab. Baru kemudiaan seluruh manusia diperintah untuk diperiksa.”
Kiat
Mudah Qiyamullail
Qiyamullail
memerlukan kesungguhan dan kebulatan tekad. Jika ada tekad, akan sangat mudah
merealisasikannya dengan izin Allah. Berikut ini kiat-kiat pendorong
meninggalkan tempat tidur untuk bermunajat kepada Yang Maha Pengasih.
(1) Programlah aktivitas Anda di
hari yang malamnya Anda rencanakan untuk qiyamulail agar memungkinkan Anda
tidak kelelahan. Sehingga tidak membuat Anda tidur terlalu lelap.
(2) Pahamilah bahwa Anda punya
kebutuhan jasmani, aqli, dan ruhani, serta Anda wajib memenuhinya dengan
seimbang.
(3) Hindari maksiat. Sebab menurut
pengalaman Sufyan Ats-Tsauri, “Aku sulit sekali melakukan qiyamullail selama 5
bulan disebabkan satu dosa yang aku lakukan.”
(4) Ketahuilah fadhilah
(keutamaan) dan keistimewaan qiyamulail. Dengan begitu Anda termotivasi untuk
melaksanakannya.
(5) Tumbuhkan
perasaan sangat ingin bermunajat dengan Allah yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
(6) Makan
malam jangan kekenyangan, berdoa untuk bisa bangun malam, dan jangan lupa
pasang alarm sebelum tidur.
(7) Baik
juga jika Anda janjian dengan beberapa teman untuk saling membangunkan dengan
miscall melalui telepon atau handphone yang Anda miliki.
(8) Buat
kesepakatan dengan istri dan anak-anak bahwa keluarga punya program qiyamullail
bersama sekali atau dua malam dalam sepekan.
(9) Berdoalah
kepada Allah swt. untuk dipermudah dalam beribadah kepadaNya.
Materi
8
Ramadhan:Syahrut
Tarbiyah
Kenapa bulan Ramadhan disebut dengan syahrut Tarbiyah
(bulan pembinaan dan pendidikan)??
Karena pada bulan ini umat Islam dididik
langsung oleh Allah SWT. dan diajarkan oleh-Nya supaya bisa mengatur waktu
dalam kehidupan secara baik; Kapan waktu makan, kapan waktu bekerja, kapan
waktu istirahat dan kapan waktu ibadah.
Tarbiyah adalah sarana yang sangat urgen bagi kehidupan
insan dan umat, karena dengan tarbiyah akan lahir Syakhshiyah islamiyah mutakamilah mutawazinah
(kepribadian islami yang utuh dan seimbang) yang siap menjawab tantangan zaman
dengan segala problematika, ujian dan cobaannya.
Dalam kontek tarbiyah itu sendiri; untuk
menghasilkan kader-kader yang memiliki Syakhshiyah
islamiyah mutakamilah mutawazinah (kepribadian islami yang utuh dan
seimbang), maka pembinaan dalam Islam harus mampu merealisasikan tujuan-tujuan
berikut ini:
(1) Memahami
Islam sebagai manhaj atau pedoman hidup bagi Manusia yang bersifat syumiliyah
(universal), mutawazinah
(seimbang), mutakamilah
(integral), alamiyah
(global), murunah
(fleksibel) dan waqi’iyyah (realistis) serta
robbaniyyah (bersumber
dari Allah).
(2) Memiliki
komitmen pada Islam dalam semua aspeknya; sosial, politik, ekonomi, pendidikan
dan lain-lainnya; sehingga semua nazhoriyah
(teori) dapat teraplikasikan di dalam kehidupan yang nyata.
(3) Memperhatikan
kondisi obyektif masyarakat dalam hal aplikasi, komunikasi dan interaksi dengan
prinsip-prinsip Islam. Semua itu harus disesuaikan dengan situasi, kondisi,
waktu dan tempat. Apakah dengan kaum muslimin ataukah dengan non muslim dan
baik dalam ta’amul
da’awi (interaksi da’wah) maupun ta’amul
siyasi (interaksi politik).
Selain itu juga perlu dilihat apakah di dalam masyarakat
yang mono-loyalitas ataukah multi-loyalitas; karena memang tidak mungkin
mengaplikasikan Islam hanya dengan satu model. Oleh karena itu diperlukan ta-shil syari
(pengokohan hukum syar’i’) dalam berinteraksi dengan orang lain (fiqhu ta’amul ma’al ghoir)
dan manhaj tarbiyah haruslah dibuat di atas landasan ini.
(4) Memperhatikan
tanggung jawab pendidikan Islam. Dalam rangka mencetak generasi sholih yang
bisa bergaul dengan masyarakat luar; mampu mempengaruhi, menguasai dan tidak
menganggap mereka sebagai musuh walaupun perlakuan mereka keras, kasar dan
menyakitkan.
Dalam bulan romadhan, Allah SWT ingin memberikan tarbiyah
kepada kaum muslimin, agar tercetak sosok yang shalih, meningkat keimanannya,
berakhlak dan berpengetahuan yang lurus serta komitmen di jalan da’wah untuk
menggapai ridho Allah.
Istilah Ramadhan itu sendiri berasal dari kata
ramadla-yarmudlu-ramadlan artinya panas membakar. Panas membakar ini bisa
berasal dari sinar matahari. Orang Arab dahulu ketika memindahkan nama-nama
bulan dari bahasa lama ke bahasa Arab, mereka menamakan bulan-bulan itu menurut
masa yang dilaluinya. Kebetulan bulan Ramadhan masa itu sedang melalui musim
panas akibat sengatan terik matahari apalagi bagi pejalan kaki di atas padang
pasir pada masa itu.
Ramadhan bermakna panas membakar juga di dasarkan karena
perut orang-orang yang berpuasa tengah terbakar akibat menahan makan minum
seharian. Panas membakar bulan Ramadhan bisa juga berarti karena bulan Ramadhan
memberikan energi untuk membakar dosa-dosa yang dilakukan manusia.
Pada bulan yang sangat istimewa ini, terdapat sekian
banyak wahana yang bisa dimanfaatkan dalam rangka penggemblengan dan pemanasan
diri itu. Dari yang wajib seperti puasa dan zakat fitrah hingga yang sunaah
seperti i’tikaf, tadarus, tarawih, sedekah, dan sebagainya. Dari yang berbentuk
fisik seperti memberi makanan berbuka kepada fakir miskin hingga yang psikis
seperti sabar, tawakal, amanah, jujur dan sebagainya.
Materi
9
Sarana-sarana
Tarbiyah Ramadhan
Secara garis besar dapat kita temui bahwa Ramadhan
merupakan sarana tarbiyah yang meliputi :
1. Ramadhan
merupakan sarana Tarbiyah Ruhiyah (pembinaan spiritual)
Pada dasarnya setiap ibadah
yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, selain merupakan kewajiban dan
alasan diciptakannya manusia dan makhluk lainnya; juga merupakan sarana untuk
membersihkan diri manusia itu sendiri dari kotoran dan dosa yang melumuri jiwa,
sehingga tidak ada satu ibadahpun yang lepas dari arah tersebut; shalat
misalnya merupakan sarana untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan
mungkar. Zakat yang dikeluarkan oleh orang kaya merupakan sarana untuk
membersihkan diri dan hartanya dari kotoran yang terdapat dalam hartanya,
seperti yang tersirat dalam surat At-Taubah (9) ayat 103 dan Al-Lail (92) ayat
18. Begitupun dengan bulan ramadhan yang di dalamnya terdapat ibadah puasa,
berfungsi sebagai sarana tazkiyatunnafs
(perbersihan jiwa), dimana orang yang berpuasa selain menjaga diri untuk tidak
makan dan minum, juga dituntut untuk mematuhi perintah Allah dan menjauhi
larangan-Nya.
2. Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jasadiyah (pembinaan jasmani)
Ibadah puasa merupakan
ibadah yang tidak hanya membutuhkan pengendalian hawa nafsu tapi juga
membutuhkan kekuatan fisik, karenanya puasa tidak diwajibkan bagi mereka yang
kesehatannya tidak prima, seperti orang tua yang telah renta, orang sakit,
wanita yang sedang hamil tua atau menyusui serta orang yang sedang musafir
(dalam perjalanan); yang mana kesemua itu merupakan keringanan (rukhsah) bagi
mereka; karena ketidak mampuan, atau karena kesehatan janin dan bayi dan
menjaga kesehatan bagi orang yang sedang musafir. (Lihat surat al-baqarah ayat
184). Selain itu juga dengan puasa dari segi kesehatan akan membersihkan
usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa
endapan makanan, mengurangi kegemukan dan menenangkan kejiwaan atas aspek
materil yang ada dalam diri manusia.
3. Ramadhan
merupakan sarana tarbiyah
ijtima’iyah (pembinaan
sosial)
Selain melatih diri, puasa
juga memiliki sisi pendidikan sosial, apalagi dalam kewajiban puasa
ramadlan, seluruh umat islam di dunia diwajibkan berpuasa, tanpa
terkecuali; baik yang kaya atau miskin, pria atau wanita, kecuali bagi mereka
yang ada udzur, disinilah letak pendidikan sosial, mereka sama dihadapan
perintah Allah, sama dalam merasakan lapar dan dahaga, dan sama dalam
ketundukan terhadap perintah Allah.
Puasa juga dapat membiasakan
umat untuk hidup dalam kebersamaan, bersatu, cinta keadilan dan persamaan,
begitupun juga melahirkan kasih sayang kepada orang-orang miskin, sehingga
orang-orang yang mampu dan kaya merasakan apa yang di derita oleh orang-orang
fakir dan miskin dan mau memberi dari rizki yang Allah anugrahkan kepadanya.
Sehingga dari sinilah di harapkan timbul rasa persaudaraan dan solidaritas.
4. Ramadhan
merupakan sarana tarbiyah
khuluqiyah (pembinaan
akhlak)
Rasulullah SAW bersabda
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.:
“Apabila seorang dari kamu
sekalian berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor dan berteriak. Bila dicela
orang lain atau dimusuhi, maka katakanlah: “Aku ini sungguh sedang puasa”. Dalam
hadits lain disebutkan: Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang tidak mampu
meninggalkan perkataan dusta, dan melakukan perbuatan dusta, maka Allah
tidak membutuhkan lapar dan dahaga mereka” (HR Bukhari dan Abu Dawud).
Mengenai hadits yang
terakhir, Al’Allamah Asy-Syaukani berkata: “Menurut Ibnu Bathal, maksud hadits
di atas bukan berarti orang itu disuruh meninggalkan puasa, tetapi merupakan
peringatan agar jangan berkata bohong atau melakukan perbuatan yang memuat
dusta. Sedangkan
menurut Ibnu Arabi, maksud hadits ini ialah bahwa puasa seperti itu tidak
berpahala. Dan berdasarkan hadits ini, Ibnu ‘arabi mengatakan pula bahwa
perbuatan-perbuatan buruk tersebut di atas dapat mengurangi pahala puasa
5.
Ramadhan merupakan sarana tarbiyah jihadiyah
Puasa juga merupakan sarana dalam menumbuhkan semangat jihad dalam diri umat,
terutama jihad dalam memerangi musuh yang ada dalam jiwa setiap muslim,
mengikis hawa nafsu, dan berusaha menghilangkan dominasi jiwa yang selalu
membawanya kepada perbuatan yang menyimpang. Sebagaimana puasa juga menumbuhkan
semangat jihad yang nyata, karenanya peperangan yang terjadi dan dilakukan oleh
Rasulullah dan para sahabatnya kebanyakan di bulan puasa, dan justru dengan
berpuasa mereka dapat lebih semangat dalam berjihad.
“Barangsiapa
yang bersungguh-sungguh dijalan kami maka Kami akan tunjukkan jalan-jalan Kami
(jalan yang lurus)” (QS. 29 ayat 69)
Dan
puncak tarbiyah yang dapat di raih oleh seorang muslim pada bulan
ramadhan adalah mencapai maqam taqwa disisi Allah SWT, sebagaimana yang telah
difirmankan Allah dipenutup perintah-Nya untuk berpuasa, “agar kamu
bertaqwa”, karena dengan puasa kesehatan qalb (hati) dan jasad (jasmani)
terjaga.
Materi 9
Kehidupan
Jahiliyah (Bagian I): Gaya hidup Islami Vs Jahiliyah
Ada
dua hal yang umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah
kebaikan (al-khair), dan yang kedua ialah kebahagiaan (as sa’adah).
Hanya saja masing-masing orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami
hakikat keduanya. Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu: 1) gaya hidup Islami, dan 2) gaya hidup jahiliyah.
Gaya hidup Islami
mempunyai landasan yang mutlak dan kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman. Adapun gaya hidup jahili,
landasannya bersifat relatif dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.
Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk
memilih gaya
hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini sejalan dengan
firman Allah:
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah
yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya
hidup Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram baginya. Hanya
saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan sangat menyesal,
sebab justru gaya
hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang melingkupi sebagian besar umat
Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah disinyalir oleh Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِيْ
بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ. فَقِيْلَ:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّوْمِ. فَقَالَ: وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ
أُولَـئِكَ. (رواه البخاري عن أبي هريرة، صحيح).
“Tidak akan
terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya,
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang bertanya, “Ya
Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau, “Siapa lagi kalau
bukan mereka?” (HR.
Al-Bukhari dari Abu Hurairah z, shahih).
لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا
بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ ضَبٍّ
تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ وَالنَّصَارَى.
قَالَ: فَمَنْ. (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري، صحيح).
“Sesungguhnya
kamu akan mengikuti jejak orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak,
niscaya kamu mengikuti mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan
Nasrani?” Jawab Nabi, “Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari
dari Abu Sa’id Al-Khudri z, shahih).
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana
sebagian besar umat Islam telah kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa
mere-ka telah terisi oleh jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena telah mengadopsi gaya hidup jenis lain.
Kiranya tak ada kehilangan yang patut ditangisi selain dari kehilangan
kepribadian dan gaya
hidup Islami.
Materi 10
Kehidupan
Jahiliyah (Bagian Kedua):
Tasyabbuh (menyerupai suatu kaum)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Salam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس).
Artinya: “Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan
Ahmad, dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang gaya hidupnya menyerupai
umat yang lain (tasyabbuh) hakikatnya telah menjadi seperti mereka. Lalu
dalam hal apakah tasyabbuh itu?Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu kaum
artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka, berlaku/ berbuat
mengikuti gaya
mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh yang
sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah.
Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah
telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering
kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang
dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat
sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak
kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau
tidak memper-tontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan
menonjolkan keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap
dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat. Belum lagi
kejahilan ini secara otomatis dilengkapi
dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi
min dzalik.
Rasulullah
Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda: "Dua golongan ahli Neraka yang aku belum melihat mereka (di masaku ini)
yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli manusia
dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum wanita yang berpakaian (tapi
kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose aurat), jalannya
berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka seolah-olah punuk
unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan tak mendapatkan
baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah z,
shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah sangat
memporak-porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita untuk
tinggal diam. Sebab di luar sana
sudah nyaris seluruh aspek kehidupan umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir
yang jelas-jelas bergaya hidup jahili.
Materi 10
Pengertian Jahiliyah: Masa Sebelum Islam
Masa Jahiliyah adalah era ketika kondisi dan situasi masyarakat belum
terjamah oleh risalah dan dakwah Islam. Periode ini sering juga disebut dengan
istilah Pra-Islam. Seiring dengan perkembangan dan akulturasi bahasa, istilah
ini juga melekat erat pada sifat orang-orang yang tidak taat pada aturan agama
yang telah diproyeksikan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Kebiasaan-kebiasaan kaum jahiliyah yang realitasnya berseberangan dengan
anjuran Rasulullah s.a.w tersebut disebabkan oleh sifat keras kepala, apriori
dan ta’assub (fanatik yang berlebihan) terhadap peninggalan dan tradisi para
leluhur yang mengental rekat dalam ritual yang selalu disakralkan.
Seperti kebiasaan dahulu orang-orang jahiliyah yang mengitari ka’bah
dengan bertelanjang tanpa busana, akhirnya terwarisi dengan kebiasaan generasi
berikutnya yang tidak malu mempertontonkan auratnya di depan publik, sehingga
hal seperti itu dianggap lumrah bahkan dianggap sebagai modernisasi.
Syeikh Muhammad ibn Abdul Wahab dalam Masail Al-Jahiliyyah mengatakan,
bahwa agama mereka (orang-orang jahiliyah) terbangun oleh beberapa pondasi yang
menjadi akar dan pijakan. Yang terbesar diantaranya ialah “TAQLID”, yaitu
sebuah sistim yang besar yang selalu menjadi tumpuan semua orang-orang kafir,
sedari dahulu kala hingga akhir zaman. Sebagaimana Allah SWT berfirman di
berbagai ayat di dalam Al-Qur’an:
“Wa kadzaalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
qaala mutrafuuha innaa wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin wa innaa ‘ala
aatsaarihim muqtaduun”;
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di
negeri itu berkata: “Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut
suatu agama dan sesunguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka”(QS.Az-Zukhruf:23).
“Wa idzaa qiila lahumuttabi’uu maa anzalallahu, qaaluu bal nattabi’u maa
wajadnaa ‘alaihi aabaa’ana, awalaw kaanasy-syaythaanu yad’uuhum ilaa
‘adzaabis-sa’iir”;
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang diturunkan
Allah”. Mereka menjawab: “(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami
dapat dari bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti
bapak-bapak mereka) walaupun syaithan itu menyeru mereka ke dalam siksa api
yang menyala-nyala (neraka)?(QS.Luqman:21).
“Ittabi’uu maa unzila ilaikum min rabbikum walaa tattabi’uu min duunihi
awliyaa’a. Qaliilan maa tadzakkaruun”:
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu
mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya (pemimpin yang membawa kepada kesesatan).
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)” (QS.Al-A’raf:3).
Syeikh DR.Shalih ibn Fauzan ibn Abdillah Al-Fauzan dalam Syarhul
Masaa’il Al-Jahiliyyah menjelaskan bahwa mereka (orang-orang jahiliyah) tidak
menegakkan agama mereka sesuai dengan apa yang telah para Rasul sampaikan
kepada mereka, sesunguhnya mereka mengkonstruksi agama mereka dengan
dasar-dasar yang mereka mengada-adakannya sendiri sekehendak hati mereka, dan
mereka enggan merobah diri serta beranjak dari kebiasaan itu. Perihal inilah
yang dalam dunia Islam disebut sebagai “at-taqlid”, atau dalam istilah Arab
juga akrab dengan sebutan “al-muhakah”, yaitu sebagian orang meniru cara-cara
yang kelompok individu lain lakukan, sedangkan objek yang ditiru itu tidak sepatutnya
untuk menjadi percontohan (maslahat). Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Wakadzalika maa arsalna min qablika fi qaryatin min nadziirin illaa
mutrafuuha inna wajadnaa aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa aatsaarihim
muqtaduun”;
Kata “mutrafuuha” dalam ayat ini adalah “mereka (para penduduk) yang
hidup mewah sejahtera dan bergelimang harta pada umumnya, karena mereka adalah
orang-orang yang cenderung berbuat jahat, sombong, dan tiada keinginan menerima
kebenaran. Berbeda halnya dengan kaum faqir dan dhuafa, yang pada umumnya
bersikap tawadhu’ dan ikhlas menerima kebenaran.
Kaum yang mengagung-agungkan harta, tahta dan garis keturunan leluhurnya
inilah, yang dahulu ketika para Rasul memberi peringatan dan mengajak mereka
kepada jalan yang benar, mereka selalu membantah dengan ucapan” “Inna wajadnaa
aabaa-ana ‘ala ummatin, wa innaa ‘alaa aatsaarihim muqtaduun”; “Sesungguhnya
kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami
adalah penganut jejak-jejak mereka.” Dengan kata lain (secara tidak langsung)
mereka bermaksud: Kami tidak butuh peran dan kehadiranmu wahai Rasul, kami
lebih percaya dengan apa yang telah dibudayakan oleh leluhur kami. Hal inilah
yang di dalam literatur Islam disebut dengan istilah “at-taqlid al-a’maa” atau
dalam istilah kita: “fanatisme buta” (blind obedience), yang tergolong dalam
salah satu perangai kaum jahiliyah.
Materi 11
Pengertian
Jahiliyah (Bagian Kedua): Tidak Mau Berpikir
Allah SWT berfirman: “Qul Innamaa A’idzhukum
biwaahidatin. An taquumuu lillaahi matsnaa wa furaadaa tsumma tatafakkaruu. Maa
bishaahibikum min jinnatin”;
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku hendak
memperingatkan kepadamu satu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah
(dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan
(tentang Muhammad), tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu”
(QS.Saba’: 46).
Orang-orang Jahiliyah yang mendengar ayat ini tidak
mau berpikir sejenak seraya mempertimbangkan kandungan dan arti dari ayat yang
menarik ini. Mereka lebih memilih untuk menjawab: “Kami telah berpegang teguh
terhadap apa yang telah dilakukan oleh para leluhur kami. Kami tidak sudi mematuhi orang ini, Muhammad
s.a.w.”
Demikianlah kaum jahiliyah, yang senantiasa
memutarbalikkan fakta, menuding bahwa Rasulullah adalah orang gila, pendongeng
sejati, dan orang yang tidak tahu diri, tanpa berpikir terlebih dahulu dan
membuktikan bahwa perkataannya itu sesuai dengan realitas yang hakiki. Hal ini
diakibatkan karena diri mereka yang tidak mau mendengar, tidak sudi berpikir
dengan akal sehatnya, dan senantiasa menyelimuti diri mereka dengan hawa nafsu,
yang mengantarkan mereka pada kesesatan yang nyata.
Maka dari itu, hendaknya ini menjadi titik sentral
perhatian orang-orang yang beriman agar cermat memilah dan memilih, yang mana
hidayah (petunjuk) dan yang mana dhalalah (kesesatan), karena tidak sedikit
kesesatan yang terbungkus oleh kamuflase hidayah. Tidak jarang orang-orang
menyangka sesuatu itu hidayah (hal yang benar-benar sesuai dengan apa yang
dituntunkan oleh syariat), namun hakikatnya adalah kesesatan yang nyata.
Hal inilah yang menjadi sebab mengapa dahulu
Rasulullah s.a.w melarang para sahabat untuk berziarah kubur, sebelum akhirnya
beliau me-mansukh-kan hadits itu dengan ucapan: “Inni kuntu nahaytukum ‘an ziyaaratil
qubuur, fazuuruhaa fa innahaa tudzakkirukumul aakhirah”; “Sesungguhnya dahulu
aku mencegahmu untuk berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah kamu,
sesungguhnya hal itu akan mengingatkanmu akan kematian (kehidupan akhirat)”
(HR.Abu Daud, Turmudzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Ahmad) (“Al-Ibdaa’u fi
Madhaaril Ibtidaa’ ”, As-Syaikh Ali Mahfudz, Daarul Bayan Al-‘Arabi, Kairo).
Itulah beberapa praktek jahiliyah, yang hanya
bersandar pada dugaan-dugaan dan hawa nafsu, yang turun temurun terwarisi dari
para leluhur mereka, yang dianggap sebagai sebuah petunjuk dan tuntunan yang
benar, padahal pada dasarnya adalah kesesatan yang teramat nyata.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian umat Islam, bahwa perangai
Jahiliyah menganut satu kaidah (asas): “Al-Ightirar bil Aktsar”; “Tertipu oleh
Kebanyakan” (deceived by the most). Mereka berhujjah bahwa yang banyak pelaku
dan pengikutnya, itulah yang benar. Mereka mengambil kesimpulan bahwa sesuatu
itu salah (batil) karena asing (aneh) dan sedikit penganut atau pengikutnya.
Itulah prinsip dasar yang mereka pegang, dan mereka suka memutarbalikkan fakta
yang ada di dalam Al-Qur’an dengan menukar-nukar kandungan tafsir Al-Qur’an
sekehendak hawa nafsunya.
Sudah menjadi sunnatullah, bahwa kebaikan itu sedikit pengikutnya dan kesesatan
itu banyak peminatnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman:
“Wa in tuthi’ aktsara man fil ardhi yudhilluuka ‘an sabiilillah. In
yattabi’uuna illadzh-dzhonna wa in hum illa yakhrushuun”;
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini,
niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah
mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah) (QS.Al-An’am:116).
“Wamaa wajadnaa li aktsarihim min ‘ahdin. Wa in wajadnaa aktsarahum lafaasiqiin”
“Dan kami tidak mendapati kebanyakan mereka
berjanji. Sesungguhnya kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang
fasik”(QS.Al-An’am: 102).
Nabi s.a.w bersabda: “Bada-al Islaamu ghariiban, wa saya’uudu ghariiban kamaa bada-a”;
“Islam pada mulanya (hadir) dianggap sebagai hal yang aneh (asing), dan kelak
ia akan kembali sebagai hal yang asing sebagaimana dahulu ia datang”.
Allahu A’lam bishawaab.
Materi 12
Mengikuti Rasul (Ittiba’ur Rasuul)
Lawan dari istilah “at-taqlid al-a’maa” atau dalam istilah kita:
“fanatisme buta” (blind obedience), yang tergolong dalam salah satu perangai
kaum jahiliyah adalah “at-taqlid fil khair”, yakni mengikuti dalam ruang
lingkup kebaikan, dalam istilah Islam disebut Ittiba’ dan Iqtida’ yakni mengikuti
dan meneladani. Sebagaimana yang termaktub dalam (QS.Yusuf:38), firman Allah
SWT tentang kisah Nabi Yusuf a.s: “Dan
aku mengikuti agama bapak-bapakku Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub. Tiadalah patut
bagi kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu apapun dengan
Allah.”(QS.Yusuf:38).
Dan di dalam QS.At-Taubah:10
“Wassaabiquunal awwaluuna minal muhaajiriina wal anshaari
walladziinat-taba’uuhum bi ihsanin, radhiyallahu ‘anhu wa radhuu ‘anhu. Wa
a’adda lahum jannaatin tajrii min tahtihaal anhaaru khaalidiina fiiha abadan.
Dzalikal fawzul adhziim”;
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) diantara
orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang
besar.”(QS.At-Taubah:100).
Maka dari itu Allah berfirman dalam hal perangai jahiliyah:
“Wa idzaa qiila lahumut-tabi’uu maa anzalallahu qaaluu bal nattabi’u maa
alfayna ‘alaihi aabaa-ana awalaw kaana aabaa-uhum laa ya’qiluuna syai’an walaa
yahtaduun.”
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah,” mereka menjawab: “(Tidak), tatapi kami hanya mengikuti apa
yang telah kami dapat dari (perbuatan) nenek moyang kami.” (Apakah mereka akan
mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu
apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (QS.Al Baqarah: 170).
Sesungguhnya tidak akan mendatangkan maslahat (kebaikan), jika orang
yang tidak berpikir dan tidak pula mendapat petunjuk (hidayah) dijadikan
sebagai teladan dan panutan. Pada dasarnya teladan itu hanyalah tertuju pada
orang yang mau berpikir dan mendapat hidayah. Maka dari itu, fanatisme yang
berlebihan memantik untuk menolak kebenaran yang hakiki, karena pada dasarnya,
kebenaran yang hakiki dan teladan yang terbaik hanya ada pada diri Rasulullah
dan para pengikutnya.
Materi 13
Menjaga Diri
dan Keluarga dari Api Neraka (Bagian Pertama)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia:
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri
kalian dan keluarga kalian dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Sebuah
seruan dari Dzat Yang Maha Agung kepada orang-orang
yang beriman, berisi perintah dan peringatan berikut kabar tentang bahaya besar
yang mengancam. Seruan ini ditujukan kepada insan beriman, karena hanya mereka
yang mau mencurahkan pendengaran kepada ajakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
berpegang dengan perintah-Nya dan mengambil manfaat dari
ucapan-ucapan-Nya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala perintahkan mereka agar menyiapkan tameng untuk diri
mereka sendiri dan untuk keluarga mereka guna
menangkal bahaya yang ada di hadapan mereka serta kebinasaan di jalan mereka.
Bahaya yang mengerikan itu adalah api neraka yang sangat besar, tidak sama
dengan api yang biasa kita kenal, yang dapat dinyalakan dengan kayu bakar dan
dipadamkan oleh air. Api neraka ini bahan bakarnya adalah tubuh-tubuh manusia
dan batu-batu. Ini berbeda sama sekali dengan api di dunia. Bila orang terbakar
dengan api dunia, ia pun meninggal berpisah dengan kehidupan dan tidak lagi
merasakan sakitnya pembakaran tersebut. Beda halnya bila seseorang dibakar
dengan api neraka, na’udzubillah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman,
“Setiap
kali nyala api Jahannam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Al –Isra’:97)
“Setiap
kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain,
supaya mereka terus merasakan azab.” (An-Nisa’: 56)
“Mereka
tidak dibinasakan dengan siksa yang dapat mengantarkan mereka kepada kematian
(mereka tidak mati dengan siksaan di neraka bahkan mereka terus hidup
agar terus merasakan siksa) dan tidak pula diringankan azabnya dari
mereka.” (Fathir:
36) [Al-Khuthab
Al-Minbariyyah fil Munasabat Al-‘Ashriyyah, Asy-Syaikh Shalih
Al-Fauzan, dengan subjudul Fit
Tahdzir minan Nar wa Asbab Dukhuliha, 2/164-165]
Orang
yang masuk ke dalam api yang sangat besar ini tidak mungkin dapat lari untuk
meloloskan diri, karena yang menjaganya adalah para
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah Subhanahu wa Ta’ala
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka serta selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Penjaganya
adalah malaikat-malaikat yang kasar, yang keras” (At-Tahrim: 6)
Al-Imam
Al-Qurthubi rahimahullahu
menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat Zabaniyah yang hati
mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh
iba…
Kata شِدَادٌ maksudnya keras
tubuh mereka. Ada
yang mengatakan, para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat,
malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa penduduk neraka,
keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab dinyatakan: “Fulanun Syadiidun
‘alaa fulaanin” maksudnya Fulan menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan
berbagai macam siksaan.
Ada pula yang berpendapat bahwa
yang dimaksud dengan غِلَاظٌ adalah
sangat besar tubuh mereka, sedangkan maksud شِدَادٌ adalah kuat.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jarak
antara dua pundak salah seorang dari malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan
setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah
bila ia memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur
70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil
Qur’an, 18/218)
Al-‘Allamah Asy-Syaikh Abdurrahman ibnu Nashir
As-Sa’di rahimahullahu berkata menafsirkan ayat ke-6 surah At-Tahrim
di atas, “Jagalah diri kalian dan keluarga
kalian dari
api neraka, yang disebutkan
dengan sifat-sifat yang mengerikan. Ayat ini menunjukkan perintah menjaga diri dari api neraka tersebut dengan ber-iltizam (berpegang
teguh) terhadap perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala, menunaikan
perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan bertaubat dari
perbuatan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala murkai serta
perbuatan yang menyebabkan azab-Nya. Sebagaimana ayat ini mengharuskan
seseorang menjaga keluarga
dan anak-anak dari api neraka
dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta
memberitahu mereka tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang hamba
tidak dapat selamat kecuali bila ia menegakkan apa yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala perintahkan terhadap dirinya dan orang-orang yang di
bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan
pengaturannya.
Dalam ayat ini pula Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyebutkan neraka dengan
sifat-sifat yang mengerikan agar menjadi peringatan terhadap manusia jangan
sampai meremehkan perkaranya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“…yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu…” (At-Tahrim: 6)
Sebagaimana
Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman,
“Sesungguhnya
kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah (patung-patung) adalah bahan
bakar/kayu bakar Jahannam, kalian sungguh akan mendatangi Jahannam tersebut.”1
Penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Yaitu akhlak mereka kasar dan hardikan mereka
keras. Mereka membuat kaget dengan suara mereka dan membuat ngeri dengan
penampilan mereka. Mereka melemahkan penghuni neraka
dengan kekuatan mereka dan menjalankan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala
terhadap penghuni neraka, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memastikan azab atas penghuni neraka ini dan
mengharuskan azab yang pedih untuk mereka.
Mereka tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkankan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan. Di sini juga ada pujian untuk para malaikat yang
mulia dan terikatnya mereka kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta
ketaatan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam seluruh
perkara yang diperintahkan-Nya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.
874)
Materi 14
Jagalah
Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka
(Bagian Ketiga):
Penjagaan Rasulullah SAW terhadap Keluarganya
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai
uswah hasanah bagi orang-orang yang beriman telah memberikan
arahkan dan peringatan kepada kerabat beliau dalam rangka menjaga
mereka dari api neraka.
Tatkala turun perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam ayat: “Berilah peringatan kepada
kerabatmu yang terdekat.” (Asy Syu’ara: 214)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau.
Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa
gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
kemudian memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai
Bani Abdil Muththallib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat kalian
andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian
akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab, “Iya.” Beliau melanjutkan,
“Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang pedih.” (HR Al-Bukhari
dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma). Aisyah radhiyallahu ‘anha memberitakan bahwa
ketika turun ayat di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit
seraya berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putrid Abdul
Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun
di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menolong kalian
kelak. (Adapun di kehidupan dunia
ini) maka mintalah harta dariku semau kalian.” (HR.
Muslim)
Al-Imam Muslim
radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari
hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, bahwa bila hendak shalat witir, beliau
Shallallahu ‘alaihi wasallam membangunkan Aisyah radhiyallahu
‘anha. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri
telah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu: “Semoga Allah
merahmati seorang lelaki yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan
ia membangunkan istrinya lalu si istri mengerjakan shalat. Bila istrinya enggan
untuk bangun, ia percikkan air di wajah istrinya. Semoga Allah merahmati
seorang wanita yang bangun di waktu malam lalu mengerjakan shalat dan ia
membangunkan suami lalu si suami mengerjakan shalat. Bila suaminya enggan untuk
bangun, ia percikkan air di wajah suaminya.” (Sanad hadits ini shahih kata
Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullahu
dalam tahqiqnya terhadap Al-Musnad).
Ummu Salamah
radhiyallahu ‘anha mengabarkan, suatu malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam terbangun
dari tidur beliau. Beliau pun membangunkan
istri-istri beliau untuk mengerjakan shalat. Kata beliau: “Bangunlah, wahai para pemilik
kamar-kamar (istri-istri beliau yang sedang tidur di kamarnya masing-masing)!”
(HR. Al-Bukhari) Tidak
luput pula putri dan menantu beliau juga mendapatkan perhatian beliau. Suatu
malam, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam mendatangi rumah Ali dan Fathima radhiyallahu ‘anhuma.
Beliau berkata, “Tidaklah kalian berdua mengerjakan shalat malam?” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim
dari hadits ‘Ali
radhiyallahu ‘anhu)
Materi 15
Jagalah Dirimu dan Keluargamu dari Api Neraka
(Bagian Ketiga): Suami sebagai Kepala Rumah Tangga
Seorang
suami sebagai kepala rumah tangga selain menjaga dirinya sendiri dari api neraka, ia juga
bertanggung jawab menjaga istri, anak-anaknya, dan
orang-orang yang tinggal di rumahnya. Salah satu cara penjagaan
diri dan keluarga dari api neraka
adalah bertaubat dari dosa-dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat nashuha. Mudah-mudahan
Rabb kalian menghapuskan kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke
dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika
Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersamanya, sedang
cahaya mereka memancar di depan dan di sebelah kanan mereka, seraya mereka
berdoa, ‘Wahai Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah
kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu’.” (At-Tahrim: 8)
Seorang suami sekaligus ayah ini bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dengan sebenar-benarnya, taubat yang murni, kemudian ia membimbing keluarganya untuk bertaubat. Taubat yang dilakukan
disertai dengan meninggalkan dosa, menyesalinya, berketetapan hati untuk tidak
mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang lain yang ada pada kita. Taubat
yang seperti itu tentunya menggiring pelakunya untuk beramal shalih. Buah yang
dihasilkannya adalah dihapuskannya kesalahan-kesalahan yang diperbuat,
dimasukkan ke dalam surga, dan diselamatkan dari
kerendahan serta kehinaan yang biasa menimpa para pendosa dan pendurhaka.
Seorang kepala rumah tangga menerapkan perkara ini dalam keluarganya, kepada istri dan anak-anaknya. Ia punya hak
untuk memaksa mereka agar taat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan tidak berbuat maksiat, karena ia adalah pemimpin
mereka yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala
kelak dalam urusan mereka, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Setiap kalian
adalah pemimpin dan setiap kalian akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim
dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma)
Ia harus memaksa anaknya mengerjakan shalat bila telah
sampai usianya, berdasar sabda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam:
“Perintahkan anak-anak kalian
untuk mengerjakan shalat ketika mereka telah berusia tujuh tahun dan pukullah
mereka bila enggan melakukannya ketika telah berusia sepuluh tahun serta
pisahkanlah di antara mereka pada tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud dari hadits Abdullah ibnu ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma, dikatakan oleh
Al-Imam Al-Albani rahimahullahu
dalam Shahih
Abi Dawud, “Hadits ini hasan shahih.”)
Allah Subhanahu
wa Ta’ala telah berfirman:
“Perintahkanlah keluargamu
untuk mengerjakan shalat dan bersabarlah dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132)
Seorang ayah bersama seorang ibu harus bekerja sama untuk
menunaikan tanggung jawab bersama anak, baik di dalam maupun di luar rumah.
Anak harus terus mendapatkan pengawasan di mana saja mereka berada, dijauhkan
dari teman duduk yang jelek dan teman yang rusak. Anak diperintahkan untuk
mengerjakan yang ma’ruf dan dilarang dari
mengerjakan yang munkar.
Orangtua harus membersihkan rumah mereka dari sarana-sarana yang merusak berupa video, film, musik,
gambar bernyawa, buku-buku yang menyimpang, surat kabar, dan majalah yang
merusak.
Hendaknya ia tahu bahwa neraka
itu dekat dengan seorang hamba, sebagaimana surga pun dekat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
“Surga lebih dekat kepada salah
seorang dari kalian daripada tali sandalnya dan neraka
pun semisal itu.” (HR.
Al-Bukhari dari hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu)
Maksud hadits di atas, siapa yang meninggal di atas
ketaatan maka ia akan dimasukkan ke dalam surga. Sebaliknya, siapa yang
meninggal dalam keadaan bermaksiat maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka. (Al-Khuthab Al-Minbariyyah,
2/217)
Bagaimana
seseorang dapat menjaga keluarganya
dari api neraka sementara
ia membiarkan mereka bermaksiat kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan meninggalkan kewajiban?
Maka,
marilah kita berbenah diri untuk menjaga diri kita
dan keluarga kita dari api neraka. Bersegeralah
sebelum datang akhir hidup kita, sebelum datang jemputan dari utusan Rabbul
Izzah, sementara kita tak cukup ‘bekal’ untuk bertameng dari
api neraka, apatah lagi meninggalkan ‘bekal’ yang
memadai untuk keluarga yang ditinggalkan. Allahumma sallim!
Materi 16
Meraih Rahmat
Allah
Sebagai manusia apalagi
sebagai muslim, kita tentu amat mengharapkan rahmat dari Allah Swt sehingga
kita selalu berdo’a, baik di dalam shalat maupun di luar shalat untuk bisa
memperoleh rahmat Allah. Hal ini karena orang yang mendapat rahmat Allah tentu
saja tergolong kedalam kelompok orang yang beruntung sebagaimana firman Allah
yang artinya: Kemudian
kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia
Allah dan rahmt-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang-orang yang rugi (QS
2:64). Bahkan di dalam ayat lain, keuntungan orang yang mendapat
rahmat Allah itu akan dijauhkan dari azab-Nya, Allah berfirman yang artinya: Barangsiapa yang diajuhkan
azab daripadanya pada hari itu, maka sungguh Allah telah memberikan rahmat
kepadanya. Dan itulah keberuntungan yang nyata (QS 6:16).
Kiat Meraih
Rahmat
Pertama, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, baik dalam keadaan
susah maupun senang, berat maupun ringan, waktu sendiri atau bersama orang
lain. Tegasnya, kalau mau memperoleh rahmat Allah kita harus taat kepada Allah
dan rasul-Nya dalam situasi dan kondisi yang bagaimanapun juga, hal ini
terdapat dalam firman Allah yang artinya: Dan
taatilah Allah dan Rasul supaya kamu diberi rahmat (3:132).
Kedua, harus tolong menolong dalam kebaikan, melaksanakan amar
ma’ruf dan nahi munkar, mendirikan shalat sehingga memberi pengaruh yang besar
dalam bentuk menhindari perbuatan keji dan munkar serta menunaikan zakat agar
menjadi suci jiwa kita, terjembatani hubungan antara yang kaya dengan yang
miskin serta kemiskinan bisa diatasi secara bertahap, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah;
sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (9:71)
Ketiga, Iman yang kokoh sehingga bisa dibuktikan dengan amal
shaleh yang sebanyak-banyak meskipun hambatan, tantangan dan rintangan selalu
menghadang, namun dia tetap Istiqomah dalam keimanannya sehingga dengan
keimanannya yang mantap itu, kesusahan hidup tidak membuatnya harus berputus
asa sedang kesenangan hidup tidak membuatnya menjadi lupa diri, hal ini
difirmankan Allah yang artinya:
Adapun orang-orang yang beriman dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya, niscaya
Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (syurga) dan
limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk
sampai) kepada-Nya (QS 4:175).
Disamping itu, iman dan
istiqomah harus disertai dengan hijrah, yakni meninggalkan segala bentuk
larangan Allah dan berjihad dalam arti bersungguh-sungguh dalam perjuangan
menegakkan nilai-nilai Islam dalam segala aspeknya, hal ini difirmankan Allah
yang artinya: Orang-orang
yang beriman, berhijrah dan berjihad adalah lebih tinggi derajatnya di sisi
Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka
menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat daripada-Ny, keridhaan dan
syurga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal (QS 9:20-21, lihat
juga QS 2:218).
Keempat, mengikuti Al-Qur’an dan selalu bertaqwa kepada Allah
serta menunaikan zakat, hal ini karena Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi
manusia apabila ia ingin memperolah ketaqwaan kepada Allah Swt, karenanya untuk
meraih rahmat Allah manusia harus bertaqwa kepada-Nya, sedang untuk bisa
bertaqwa harus mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat di dalam Al-Qur’an. Ini
berarti, amat mustahil bagi manusia untuk bisa bertaqwa kepada Allah apabila
Al-Qur’an tidak diikutinya. Dalam kaitan ini Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an itu
adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan
bertakwalah agar kamu diberi rahmat (QS 6:155). Maka Aku akan tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami QS 7:156)
Keempat, berbuat baik, yakni perbuatan apa saja yang tidak
bertentangan dengan nilai-nilai yang datang dari Allah dan Rasul-Nya serta
tidak mengganggu orang lain, bahkan orang lain bisa merasakan manfaat baiknya,
sekecil apapun manfaat yang bisa dirasakannya. Allah berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepadanya
dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan).
Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS
7:56).
Kelima, mendengarkan
bacaan Al-Qur’an apabila sedang dibacakan, hal ini karena, Al-Qur’an merupakan
kalamullah atau perkataan Allah, sebab jangankan Allah, pembicaraan sesama
manusia saja harus kita dengarkan atau kita perhatikan, apalagi kalau ucapan
Allah yang tentu harus lebih kita perhatikan. Manakala seorang muslim telah
mendengarkan Al-Qur’an bila dibacakan, maka Allah senang pada orang tersebut
sehingga Allah mau memberi rahmat kepadanya. Allah berfirman yang artinya: Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapat rahmat (QS 7:204).
Keenam, taubat dari
segala dosa yang telah dilakukan, hal ini karena secara harfiyah, taubat
berarti kembali, yakni kembali kepada Allah. Dengan taubat, manusia berarti mau
mendekati Allah lagi dan Allah senang kepada siapa saja yang mau bertaubat,
sebanyak apapun dosa yang sudah dilakukannya, menyadari terhadap kesalahan yang
dilakukan. Menyesali, bertekad untuk tidak mengulanginya dan membuktikan bahwa
dia betul-betul telah meninggalkan segala perbuatan salahnya dengan
menggantinya kepada segala kebaikan., inilah yang membuat Allah cinta kepadanya
sehingga rahmat Allah akan diberikan kepadanya, hal ini difirmankan Allah yang
artinya: Dia
(Nabi Shaleh) berkata: Hai kaumku mengapa kamu minta disegerakan keburukan
sebelum (kamu minta) kebaikan?. Hendaklah kamu minta ampun kepada Allah, agar
kamu mendapat rahmat (QS 27:46).
Ayat
yang menyebutkan kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat adalah yang
artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang membersihkan diri” (QS
2:222).
Materi 17
Ukhuwah Islamiyah
“Tidaklah dua orang muslim berjumpa, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya bepisah.” (H.R. Abu Daud)
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’ dari abi Idris Al Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku dating ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada di sana tengah melakukan shalat. Kutunggu ampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,’Demi Alloh aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Alloh tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Alloh aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah saw, berabda,”Alloh berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”
Makna Ukhuwah Islamiyah
Kata
ukhuwah berakar dari kata kerja akha, misalnya dalam kalimat “akha fulanun
shalihan”, (Fulan menjadikan Shalih sebagai saudara). Makna ukhuwah menurut
Imam Hasan Al Banna: Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu
sama lain dengan ikatan aqidah.
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
Hakekat Ukhuwah Islamiyah:
1.Nikmat
Allah (Q.S. 3:103)
2.Perumpamaan tali tasbih
(Q.S.43:67)
3.Merupakan arahan Rabbani
(Q.S. 8:63)
4.Merupakan
cermin kekuatan iman (Q.S.49:10)
Ukhuwah
Islamiyah bersifat abadi dan universal karena berdasarkan akidah dan syariat
Islam. Ukhuwah Jahiliyah bersifat temporer (terbatas waktu dan tempat), yaitu
ikatan selain ikatan akidah (missal:ikatan keturunan orang tua-anak, perkawinan,
nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi)
Materi 18
Peringkat-Peringkat
Ukhuwah
Peringkat-Peringkat Ukhuwah:
1.
Ta’aruf
adalah saling mengenal sesama manusia. Saling mengenal antara kaum muslimin
merupakan wujud nyata ketaatan kepada perintah Allah SWT (Q.S. Al Hujurat: 13)
2.
Tafahum
adalah saling memahami. Hendaknya seorang muslim memperhatikan keadaan
saudaranya agar bisa bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya
meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak saudaranya yang harus ia
tunaikan. Abu Hurairah r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda,
“Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan
menghilangkan satu kesusahannya di hari kiamat. Barang siapa menutupi aib di
hari kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba selama dia menolong
saudaranya.” (H.R. Muslim)
3.
Ta’awun adalah
saling bekerja sama dan membantu tentu saja dalam kebaikan dan meninggalkan
kemungkaran
4.
Takaful, adalah
saling menanggung kesulitan yang dialami saudaranya
Hal-hal yang menguatkan ukhuwah islamiyah:
1.
Memberitahukan
kecintaan kepada yang kita cintai. Hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik
bahwa Rasulullah bersabda: “ Ada seseorang berada di samping Rasulullah lalu
salah seorang sahabat berlalu di depannya. Orang yang disamping Rasulullah tadi
berkata: ‘Aku mencintai dia, ya Rasullah.’ Lalu Nabi menjawab: ‘Apakah kamu
telah memberitahukan kepadanya?’ Orang tersebut menjawab: ‘Belum.’ Kemudian
Rasulullah bersabda: ‘Beritahukan kepadanya.’ Lalu orang tersebut memberitahukan
kepadanya seraya berkata: ‘ Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah.’
Kemudian orang yang dicintai itu menjawab: ‘Semoga Allah mencintaimu karena engkau
mencintaiku karena-Nya.”
2.
Memohon
didoakan bila berpisah “Tidak seorang hamba mukmin berdo’a untuk saudaranya
dari kejauhan melainkan malaikat berkata: ‘Dan bagimu juga seperti itu” (H.R.
Muslim)
3.
Menunjukkan
kegembiraan dan senyuman bila berjumpa “Janganlah engkau meremehkan kebaikan
(apa saja yang dating dari saudaramu), dan jika kamu berjumpa dengan saudaramu
maka berikan dia senyum kegembiraan.” (H.R. Muslim)
4.
Berjabat
tangan bila berjumpa (kecuali non muhrim) “Tidak ada dua orang mukmin yang
berjumpa lalu berjabatan tangan melainkan keduanya diampuni dosanya sebelum
berpisah.” (H.R Abu Daud dari Barra’)
5.
Sering
bersilaturahmi (mengunjungi saudara)
6.
Memberikan
hadiah pada waktu-waktu tertentu
7.
Memperhatikan
saudaranya dan membantu keperluannya
8.
Memenuhi
hak ukhuwah saudaranya
9.
Mengucapkan
selamat berkenaan dengan saat-saat keberhasilan
Materi 17
Manfaat Ukhuwah Islamiyah
Manfaat
Ukhuwah Islamiyah
- Merasakan lezatnya iman
- Mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat (termasuk dalam 7 golongan yang dilindungi)
- Mendapatkan tempat khusus di surga (Q.S. 15:45-48)
Di antara unsur-unsur pokok dalam ukhuwah adalah cinta. Tingkatan cinta yang paling rendah adalah husnudzon yang menggambarkan bersihnya hati dari perasaan hasad, benci, dengki, dan bersih dari sebab sebab permusuhan. Al-Qur’an menganggap permusuhan dan saling membenci itu sebagai siksaan yang dijatuhkan Allah atas orang0orang yang kufur terhadap risalahNya dan menyimpang dari ayat-ayatNya. Sebagaiman firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Ma’idah:14
Ada lagi derajat (tingkatan) yang
lebih tinggi dari lapang dada (Salamatus shadr)) dan cinta, yaitu itsar. Itsar
adalah mendahulukan kepentingan saudaranya atas kepentingan diri sendiri dalam
segala sesuatu yang dicintai. Ia rela lapar demi kenyangnya orang lain. Ia rela
haus demi puasnya prang lain. Ia rela berjaga demi tidurnya orang lain. Ia rela bersusah
payah demi istirahatnya orang lain. Ia pun rela ditembus peluru dadanya demi
selamatnya orang lain. Islam menginginkan dengan sangat agar cinta dan
persaudaraan antara sesama manusia bisa merata di semua bangsa, antara sebagian
dengan sebagian yang lain. Islam tidak bisa dipecah-belah dengan perbedaan
unsure, warna kulit, bahasa, iklim, dan atau batas negara, sehingga tidak ada
kesempatan untuk bertikai atau saling dengki, meskipun berbeda-beda dalam harta
dan kedudukan.
Materi
18
Mengatasi
Kesenjangan Sosial Dalam Islam
Adalah sudah menjadi fakta, bahwa kegiatan ekonomi
sekarang adalah melahirkan kesenjangan pendapatan yang semakin lebar dan
semakin besar. Misalnya, sebagaimana dikemukakan dalam Human
Development Report 2006 yang diterbitkan oleh UNDP (United Nations Development
Programme). Berdasarkan laporan tersebut, 10% kelompok kaya dunia menguasai 54%
total kekayaan dunia. Sedangkan sisanya 90% masyarakat dunia menguasai 46%
total kekayaan dunia (Beik, 2006). Salah satu faktor utama yang menyebabkan
besarnya kesenjangan pendapatan tersebut adalah karena ketiadaan mekanisme
distribusi kekayaan yang mencerminkan prinsip keadilan dan keseimbangan,
sehingga kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir kelompok. Padahal Allah
SWT sangat menentang perputaran harta di tangan kelompok elit masyarakat saja,
sebagaimana yang dinyatakan-Nya dalam QS Al-Hasyr: 7: “....supaya
harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu...” (QS. al-Hasyr: 7).
Dalam
ajaran Islam, salah satu mekanisme distribusi pendapatan dan kekayaan ini
adalah melalui instrumen zakat, infak dan sedekah (ZIS). Rasulullah SAW, dalam
sebuah Hadits riwayat Imam al-Ashbahani dari Imam Thabrani, menyatakan: “Sesungguhnya
Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan muslim suatu kewajiban zakat yang
dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir
menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang
ada pada hartawan muslim. Ingatlah, Allah SWT akan melakukan perhitungan yang
teliti dan meminta pertanggungjawaban mereka dan selanjutnya akan menyiksa
mereka dengan siksaan yang pedih” (HR.
Thabrani dalam Al Ausath dan Ash Shoghir).
Hadits tersebut memberikan dua isyarat. Pertama, kemiskinan bukanlah semata-mata disebabkan oleh kemalasan untuk
bekerja (kemiskinan kultural), akan tetapi juga akibat dari pola kehidupan yang
tidak adil (kemiskinan struktural) dan merosotnya kesetiakawanan sosial,
terutama antara kelompok kaya dan kelompok miskin. Lapoe dan Colin (1978) serta
George (1981) menyatakan bahwa penyebab utama kemiskinan adalah ketimpangan
sosial ekonomi akibat adanya sekelompok kecil orang-orang yang hidup mewah di
atas penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata
kelebihan jumlah penduduk (over population). Kedua, jika zakat, infak, dan sedekah dapat dilaksanakan dengan penuh
kesadaran dan dikelola dengan baik, apakah dalam aspek pengumpulan ataupun
dalam aspek pendistribusian, kemiskinan dan kefakiran ini akan dapat
ditanggulangi, paling tidak dapat diperkecil (Hafidhuddin, 1998). Dalam Alquran
dan Hadits, zakat, infaq dan sedekah di samping sering digandengkan dengan
salat, juga digandengkan dengan kegiatan riba, misalnya dalam QS. Ar-Rum: 39
dan QS. Al-Baqarah: 276. Hal ini mengisyaratkan bahwa optimalisasi ZIS akan
memperkecil kegiatan ekonomi yang bersifat ribawi.
Karena itu, gerakan penyadaran zakat hakikatnya adalah gerakan untuk
menghilangkan kesenjangan, baik kesenjangan pendapatan maupun kesenjangan
sosial, yang berbahaya bagi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Materi 19
Al Qur’an Terjaga Keasliannya
Walaupun
terjadi penyimpangan di sana-sini terhadap Al-qur’an, tetapi pada akhirnya
penyimpangan tersebut akan terkalahkan dan Allah akan meluruskan kembali.
Sungguh Allah telah menentukan hal demikian, sebagai sunatullah, agar kita
berlomba-lomba dalam beramal dan nyata antara yang benar dan yang salah. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan
Al-Quran, dan Kami tentu menjaganya.” (QS 15:9)
Di satu sisi banyak umat mendustakan, di satu sisi lain
akan banyak umat yang membenarkan. Telah dibuktikan secara ilmiah oleh
ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia bahwa Al-qur’an adalah ayat-ayat yang berlaku
sepanjang masa dan penemuan-penemuan ilmiah mereka ternyata hanya membenarkan
dan memperjelas kandungan-kandungan dan hukum-hukum yang telah dicantumkan
dalam Al-qur’an.
”Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (sumber sinar) dan bulan
bercahaya (memantulkan cahaya) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat, garis edar yang tetap) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya)
kepada orang-orang yang mengetahui (berilmu)”. (Surat 10: Yunus ayat 5).
Al-qur’an adalah proyek Allah berisi tuntunan keselamatan
kehidupan universal, dan dengan keterbatasan manusia yang hanya diberikan ilmu
dan kemampuan sedikit dan dipenuhi nafsu serakah dan selalu dikelilingi setan
(manusia dan jin) akan menjadi tersesat jika menafsirkan Al-qur’an dengan hawa
nafsunya.
Banyak cara Allah menjaga Al-Qur’an. Sejak zaman
rosulullah, ada ribuan penghafal-penghafal Al-qur’an sehingga tidak akan ada
kekeliruan penyalinan ayat, dan jika ada akan langsung terbongkar. Apalagi
sekarang, ada jutaan penghafal Al-Qur’an. Disamping itu, telah ditemukan
rumus-rumus matematika sangat menakjubkan, jelas diluar kemampuan manusia
apalagi Muhammad yang buta huruf, dengan temuan tersebut akan
menjadikan sangat memudahkan “menemukan Al-Qur’an Palsu”.
Setiap muslim pasti meyakini kebenaran Quran sebagai kitab suci yang tidak ada keraguan sedikitpun, sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Namun kemukjizatan Quran tidak hanya dibuktikan lewat kesempurnaan kandungan, keindahan bahasa, ataupun kebenaran ilmiah yang sering mengejutkan para ahli. Suatu kode matematik yang terkandung di dalamnya misalnya, tak terungkap selama berabad-abad lamanya sampai seorang sarjana pertanian Mesir bernama Rashad Khalifa berhasil menyingkap tabir kerahasiaan tersebut. Hasil penelitiannya yang dilakukan selama bertahun-tahun dengan bantuan komputer ternyata sangat mencengangkan. Betapa tidak, ternyata didapati bukti-bukti surat-surat/ayat-ayat dalam Quran serba berkelipatan angka 19.
Penemuannya tersebut berkat penafsirannya pada surat ke-74 ayat : 30-31,
yang artinya :
" Di atasnya ada sembilanbelas (malaikat penjaga). (QS. 74:30)
Materi 20
Pengertian Al Qur’an
Secara Bahasa (Etimologi)
Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-’a (قرأ)
yang bermakna Talaa (تلا) [keduanya bererti: membaca], atau bermakna Jama’a
(mengumpulkan, mengoleksi). Anda dapat menuturkan, Qoro-’a Qor’an Wa Qur’aanan
(قرأ قرءا وقرآنا) sama seperti anda menuturkan, Ghofaro Ghafran Wa
Qhufroonan (غفر غفرا وغفرانا). Berdasarkan makna pertama (Yakni: Talaa) maka ia
adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul, ertinya Matluw
(yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (Yakni: Jama’a) maka ia adalah
mashdar dari Ism Faa’il, ertinya Jaami’ (Pengumpul, Pengoleksi) kerana ia
mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hukum-hukum.*
Secara Syari’at (Terminologi)
Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul
dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.
Allah ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan al-Qur’an
kepadamu (hai Muhammad) dengan beransur-ansur.” (al-Insaan:23)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
Kami menurunkannya berupa al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kamu
memahaminya.” (Yusuf:2)
Allah ta’ala telah menjaga al-Qur’an yang agung ini dari
upaya merubah, menambah, mengurangi atau pun menggantikannya. Dia ta’ala telah
menjamin akan menjaganya sebagaimana dalam firman-Nya, “Sesunggunya Kami-lah yang
menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
(al-Hijr:9)
Oleh kerana itu, selama berabad-abad telah berlangsung
namun tidak satu pun musuh-musuh Allah yang berupaya untuk merubah isinya,
menambah, mengurangi atau pun menggantinya. Allah SWT pasti menghancurkan
tabirnya dan membuka tipudayanya.
Allah ta’ala menyebut al-Qur’an dengan sebutan yang
banyak sekali, yang menunjukkan keagungan, keberkatan, pengaruhnya dan
keuniversalannya serta menunjukkan bahawa ia adalah pemutus bagi kitab-kitab
terdahulu sebelumnya.
Allah ta’ala berfirman, “Dan sesunguhnya Kami telah berikan kepadamu
tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan al-Qur’an yang agung.”
(al-Hijr:87)
Dan firman-Nya, “Qaaf,
Demi al-Quran yang sangat mulia.” (Qaaf:1)
Dan firman-Nya, “Ini
adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memerhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.” (Shaad:29)
Dan firman-Nya, “Dan
al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (al-An’am:155)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
al-Qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia.” (al-Waqi’ah:77)
Dan firman-Nya, “Sesungguhnya
al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan ) yang lebih lurus dan memberi
khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang menjajakan amal saleh bahawa bagi
mereka ada pahala yang benar.” (al-Isra’:9)
Dan firman-Nya, “Kalau
sekiranya kami menurunkan al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan
melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.”
(al-Hasyr:21)
Dan firman-Nya, “Dan
apabila diturunkan suatu surah maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya)
surat ini.? ‘ Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya
sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka
ada penyakit, maka dengan surah ini bertambah kekafiran mereka, di samping
kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.”
(at-Taubah:124-125)
Dan firman-Nya, “Dan
al-Qur’an ini diwahyukan kepadaku supaya dengannya aku memberi peringatan
kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai al-Qur’an (kepadanya)…”
(al-An’am:19)
Dan
firman-Nya, “Maka
janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka
dengan al-Qur’an dengan jihad yang benar.” (al-Furqan:52)
Dan
firman-Nya, “Dan
Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu
dan petunjuk serta rahmat dan khabar gembira bagi orang-orang yang berserah
diri.” (an-Nahl:89)
Dan
firman-Nya, “Dan
Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan
apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu
ujian* terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka
menurut apa yang Allah turunkan…” (al-Maa’idah:48)
Al-Qur’an
al-Karim merupakan sumber syari’at Islam yang kerananya Muhammad shallallaahu
‘alaihi wasallam diutus kepada seluruh umat manusia. Allah ta’ala berfirman,
Dan
firman-Nya, “Maha
suci Allah yang telah menurunkan al-Furqaan (al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (jin dan manusia).”
(al-Furqaan:1)
Sedangkan
Sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam juga merupakan sumber Tasyri’
(legislasi hukum Islam) sebagaimana yang dikukuhkan oleh al-Qur’an. Allah
ta’ala berfirman, “Barangsiapa
yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu
untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (an-Nisa’:80)
Dan
firman-Nya, “Dan
barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah
sesat, sesat yang nyata.” (al-Ahzab:36)
Dan
firman-Nya, “Apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah…” (al-Hasyr:7)
Dan
firman-Nya, “Katakanlah,
‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, nescaya Allah mengasihi
dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Ali ‘Imran:31)
Materi 21
Manfaat Membaca Al Qur’an
Sebagai wahyu
yang Allah turunkan kepada nabi-Nya, tentu al-Qur'an memiliki keutamaan dan
keistimewaan tersendiri bagi para pembaca dan penggemarnya. Ayat-ayat al-qur'an
yang kita baca sehari-sehari tidak lepas dari karunia Allah untuk setiap muslim
yang demikian besar. Karena saking istimewanya al-Qur'an ini dari kitab-kitab
samawi lainnya, Allah memberikan tempat istimewa bagi para pecintanya.
Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya.
Oleh karena bagi anda yang ingin memaksimalkan peran al-Qur'an dalam kehidupan, nampaknya harus lebih banyak lagi mengetahui manfaat dan perannya, terutama untuk kehidupan. Di antara manfaat itu adalah:
1. Ayat-ayat al-Qur'an yang dibaca setiap hari akan memberikan motivasi dan penyemangat bagi si pembacanya.
2. Ketika
membaca al-Qur'an, Allah menegur diri kita pada setiap ayat-ayat Nya.
3. Bacaan
al-Qur'an yang melibatkan emosi akan memberikan kedamaian dan ketenangan yang
tidak bisa dilukiskan, seperti yang dialami dan dirasakan oleh Sayyid Quthb
Rahimahullah.
4. Orang yang
membaca al-Qur'an akan senantiasa ingat Allah dan kembali kepada-Nya.
5. Orang yang
membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kecukupan dan nikmat Allah meski ia
merasakan serba kurang di dunia.
6. Ayat-ayat
Alloh akan menjadi penjaganya selama ia hidup di dunia, karena ia telah menjaga
ayat-ayat-Nya.
7. Orang yang
paham al-Qur'an adalah orang yang memiliki banyak ilmu.
8. Orang yang
membaca al-Qur'an bagaikan orang yang sedang menyelami samudera kehidupan, dan
mengambil manfaat darinya.
9. Orang yang
selalu akrab dengan ayat-ayat akan diberikan jiwa yang sejuk, hati yang damai
dan pikiran yang jernih, sehingga membuatnya ingin selalu beramal, kreatif,
inovatif dan produktif.
10. Orang
yang membaca al-Qur'an akan selalu berada dalam kegembiraan dan penuh harapan,
di saat orang lain merasakan kesedihan, kecemasan dan rasa pesimis. Karena diri
mereka selalu dipompa dengan siraman ayat-ayat-Nya yang lembut.
11. Orang
yang rajin membaca al-Qur'an akan selalu diberikan jalan kemudahan dan petunjuk
sehingga tidak mudah untuk menyimpang dan menyerah karena ayat-ayat Allah akan
selalu mengingatkan dirinya ketika dirinya 'tersandung dosa dan maksiat.'
12. Orang
yang membaca dan menjaga al-Qur'an selalu berada dalam lindungan dan penjagaan
Allah. Ayat-ayat al-Qur'an mengajak pembacanya untuk senantiasa berpikir,
merenung dan beramal sebanyak-banyaknya.
Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan al-Qur'an...Amiin
Dan masih banyak manfaat-manfaat lainnya yang terus update dengan kondisi kehidupan kita...Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu belajar dan meningkatkan diri untuk lebih dekat lagi dengan al-Qur'an...Amiin
Materi 22
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Pertama): Membaguskan Bacaan
Al Qur’an
Al Qur'an Al Karim merupakan
mu'jizat Rasul yang agung termasuk mu'jizat yang indah selain juga mu'jizat
yang logis. Ia telah membuat bangsa Arab tidak mampu berkutik, yaitu dengan
keindahan bayannya, kerapian susunan dan uslubnya, dan keunikan suaranya
apabila dibaca, sehingga sebagian mereka menamakannya "Sihir."
Para ulama balaghah dan para
sastrawan bangsa Arab sejak masa Abdul Qahir sampai Ar-Raf"i dan Sayyid
Quthb dan selain mereka pada zaman kita ini telah menjelaskan sisi I'jaz bayani
(kejelasan mu'jizat) atau sisi keindahan dalam kitab ini. Yang dituntut di
dalam membaca Al Qur'an adalah bertemunya antara keindahan suara dan tajwidnya
sampai keindahan bayan dan susunannya, oleh karena itu Allah SWT berfirman: "Dan
bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan." (Al Muzzammil:4)
Rasulullah SAW bersabda "Bukanlah
termasuk ummatku orang yang tidak melagukan Al Qur'an." (HR. Bukhari)
Tetapi dengan lagu yang
khusyu' bukan main-main atau merubah. "Hiasilah Al Qur'an itu dengan
suaramu." (HR. Muslim)
Dalam riwayat lainnya
disebutkan "Sesungguhnya suara yang baik itu menambah Al Qur'an menjadi
baik." (HR.
Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa'i)
Rasulullah
SAW juga bersabda kepada Abu Musa Al Asy'ari RA, "Seandainya kamu
melihatku, aku mendengarkan suaramu tadi malam, sungguh kamu telah diberi
seruling dari seruling keluarga Dawud." Abu Musa berkata, "Seandainya
aku mengetahui hal itu, maka aku akan membacakan untukmu dengan bacaan yang
lebih baik." (HR. Muslim)
Rasulullah
SAW juga bersabda: "Apa yang diizinkan Allah pada sesuatu, apa yang
dizinkan Allah kepada Nabinya (adalah) untuk membaguskan dalam melagukan Al
Qur'an yang dia baca dengan keras." (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Dalam
Al Qur'an terkandung unsur agama, ilmu, sastra dan seni secara bersamaan. Dia
mampu memberikan siraman ruhani, memberikan kepuasan akal, membangunkan
perasaan, memberikan kenikmatan pada perasaan dan memperlancar lisan.
Materi 23
Al Qur’an Mu’jizat (Bagian Kedua): Kalamullah
Bagaimanakah kita
membuktikan Al-Quran itu adalah Kalam Allah?
Pertama, Al-Qur’an merupakan
mu’jizat ( tidak ada seorangpun yang bisa mendatangkan sepertinya, atau seperti
surah di antara surah-surahnya ). Mu’jizat
ini hanya diberikan oleh Allah, kepada seorang rasulNya, sebagai bukti yang
membenarkan bahwa ia benar-benar utusan Allah. Sebagai Mu'jizat Al-Qur'an tentu
dari Allah. Dan memang sampai sekarang tidak ada seorangpun yang bisa mengarang
sepertinya, sampai seperti surah yang paling pendek pun masih belum ada yang
bisa mendatangkannya.
Pada
waktu Al-Qur'an diturunkan, orang-orang Arab berada di puncak kefasihan
berbahasa.Tapi ternyata tidak seorang pun dari mereka yang bisa membuat seperti
Al-Qur'an. Berbagai usaha telah dilakukan oleh sebagian penyair mereka. Tapi
usaha mereka gagal. Bahkan mereka sendiri mengakui bahwa Al-Qur'an memang bukan
karangan manusia. Imam Az Zarkasyi menyebutkan bahwa mu’jizat Al-Qur'an nampak
dari segala sisi ( lihat Al Burhan fi ulumil Qur'an, oleh Az Zarkasyi
:Jilid:2,hal:237, Darul Ma'rifah, Bairut1990) : dari rangkaian katanya yang
indah " balaghah ", susunan ayat-ayat dan surah-surahnya, kebenaran
isinya, kesesuaian informasinya dengan penemuan final ilmu pengetahuan.
Kedua,
memang ada tuduhan bahwa Al-Qur'an karangan Nabi Muhammad SAW, namun kemudian
Imam Al-Baqillani dalam bukunya Ijazul Qur'an, mencoba membandingkan antara
hadits-hadits Nabi dan ayat-ayat Al-Qur'an, hasilnya sebuah kesimpulan bahwa
Al-Qur'an bukan karangan Nabi. Al-Qur'an kalam Allah. Sampai-sampai Al
Baqillani menantang. Kalau masih belum percaya silahkan kumpulkan hadits-hadits
Nabi – ujar Al Baqillani -, lalu susunlah sebagaimana susunan Al-Qur'an, anda
akan menemukan susunan yang tidak berkaitan antara satu hadits dengan lainnya.
Bandingkan
dengan Al-Qur'an, teliti susunan ayatnya, sunan surah-surahnya, anda akan
menemukan suatu keterpaduan, saling berkaitan dari awal sampai akhir. Padahal
ia diturunkan secara berangsur-angsur. Para Ulama sepanjang sejarah telah
membuktikan hakikat kesatuan Al-Qur'an dengan susunannya yang ada. Di tambah
lagi bahwa di dalam Al-Qur'an banyak " khitab " yang ditujukan kepada
Rasulullah. Bahkan ada yang berupa teguran seperti yang terdapat dalam surat " Al Tahrim
", Rasulullah ditegur langsung karena mengharamkan madu pada dirinya,
untuk menjaga perasaan istrinya yang tidak suka bau madu yang diminumnya.
Di
permulaan surat
" Abasa " juga teguran kepada Rasulullah kerena beliau bermuka masam
kepada Ibn Ummi Maktum yang pada waktu itu minta Rasulullah untuk
mengajarkannya Al-Qur'an, sementara Rasulullah sedang sibuk dalam sebuah
pertemuan dengan pemuka-pemuka Quraisy. Masuk akalkah seorang menegur dirinya
senidiri dalam buku yang dikarangnya? Kalau memang benar Al-Qur'an karangan
Muhammad SAW. Ketiga, Al-Qur'an sendiri menyuruh Rasulullah SAW untuk menantang
siapa saja yang dari mahluk yang ada, jin dan manusia untuk membuat sepertinya.
Dalam (QS: Hud:13) perintah untuk Nabi agar menantang mereka supaya
mendatangkan sepuluh surah. Dalam (QS:Yunus:38) perintah agar menantang mereka
untuk mendatangkan satu surah. Pada (QS:Al Baqarah:23) juga demikian.
Bahkan
dalam (QS:Al Isra':88) Al-Qur'an menegaskan bahwa sekalipun jin dan manusia
berkumpul untuk mengarang seperti Al-Qur'an tidak akan bisa. Dan sampai
sekarang Al-Qur'an masih terus menantang, tapi tidak ada seorangpun yang bisa
menjawab. Kalau memang karangan Nabi Muhammad SAW, mengapa pakai perintah? Dan
bentuk perintah kepada Nabi Muhammad SAW, di dalam Al-Qur'an begitu banyak.
Perhatikan saja tiga surah terkahir : Al Ikhalsh, Al Falaq dan An Nas. Semuanya
dimulai dengan perintah " qul " ( katakan hai Muhammad ). Ini semua
menunjukkan bahwa Al-Qur'an kalam Allah.
Dan
kalau Al-Qur'an karangan manusia, tentu tidak akan sampai sejauh ini berani
menantang. Sementara Al-Qur'an akan terus menantang sampai hari Kiamat. Suatu
bukti bahwa ia kalam Allah yang mu'jiz. Keempat, Silahakan anda bandingkan
antara penemuan ilmu pengetahuan yang sudah final ( bukan teori ), tentang
alam, atau tentang tubuh manusia dan lain sebagianya, lalu bandingkan dengan
penegasan Al-Qur'an, anda pasti akan mendapatkan hakikat yang sama. Mengapa,
karena alam ini ciptaan Allah, dan Al-Qur'an kalamNya. Sudah demikian banyak
para ulama mengungkap hal ini dalam pembahasan "al i'jazul ilmi
lilqur'an".
Adakah akal manusia sejak
sekian abad silam, bisa menjangkau penemuan ilmu yang baru saja didapatkan
tanpa sebuah penelitian? Kelima, di dalam Al-Qur'an banyak informasi mengenai
alam ghaib, seperti adanya surga dengan segala keindahannya, dan neraka dengan
segala kepedihannya, adanya hari kiamat, dan seterusnya yang semuanya ini tidak
mungkin dijangkau oleh akal manusia. Suatu bukti bahwa yang mempunyai informasi
seperti ini hanya Dia yang menciptakan alam, dan yang menentukan akhir hidup
manusia, yang mengatur kehidupan setelah matinya semua mahluk, dan yang membagi
ada yang ke surga dan yeng ke neraka.
Materi 24
Al Qur’an Membentuk Umat Mulia
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada
hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di
dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang
sangat pedih dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan
yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya." ( Al Kahfi:
1-3)
Rabb
kita telah memberikan kemuliaan kepada kita --sebagai kaum Muslimin-- dengan
menganugerahkan kitab suci yang terbaik yang diturunkan kepada manusia. Rabb
kita juga, telah memuliakan kita dengan mengutus nabi yang terbaik yang pernah
diutus kepada manusia. Sesuai firman Allah SWT:
"Sesungguhnya
telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di dalamnya terdapat
sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu tiada memahaminya?" (Al
Anbiyaa: 10).
Kitalah,
kaum muslimin, satu-satunya umat yang memeliki manuskrip langit yang paling
autentik, yang mengandung firman-firman Allah SWT yang terakhir, yang diberikan
untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia. Dan anugerah itu terus terpelihara
dari perubahan dan pemalsuan kata maupun makna. Karena Allah SWT. telah
menjamin untuk memeliharanya, dan tidak dibebankan tugas itu kepada siapapun
dari sekalian makhluk-Nya:
"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya." (Al Hijr: 9).
Al
Qur'an adalah kitab Ilahi seratus persen: "(Inilah) suatu kitab yang
ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci yang
diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu." (Huud:
1)
"Dan
sesungguhnya Al Qur'an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya
(Al Qur'an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan
dari Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji." ( Fush-shilat: 41-42)
Tidak
ada di dunia ini, suatu kitab, baik itu kitab agama atau kitab biasa, yang
terjaga dari perubahan dan pemalsuan, kecuali Al Qur'an. Tidak ada seorangpun
yang dapat menambah atau mengurangi satu hurup-pun darinya.
Ayat-ayatnya
dibaca, didengarkan, dihapal dan dijelaskan, sebagaimana bentuknya saat diturunkan
oleh Allah SWT kepada nabi Muhammad Saw, dengan perantaraan ruh yang terpercaya
(Jibril).
Al Quran berisikan seratus
empat belas surah. Seluruhnya dimulai dengan basmalah
(bismillahirrahmanirrahim). Kecuali satu surah saja, yaitu surah at Taubah. Ia
tidak dimulai dengan basmalah. Dan tidak ada seorang pun yang berani untuk
menambahkan basmalah ini pada surah at Taubah, baik dengan tulisan atau bacaan.
Karena, dalam masalah Al Qur'an ini, tidak ada tempat bagi akal untuk campur
tangan.
Perhatian kaum muslimin
terhadap Al Quran sedemikian besarnya, hingga mereka juga menghitung
ayat-ayatnya --bahkan kata-katanya, dan malah hurup-hurupnya--. Maka bagaimana
mungkin seseorang dapat menambah atau mengurangi suatu kitab yang dihitung
kata-kata dan hurup-hurupnya itu?!
Tidak ada di dunia ini suatu
kitab yang dihapal oleh ribuan dan puluhan ribu orang, di dalam hati mereka,
kecuali Al Qur'an ini, yang telah dimudahkan oleh Allah SWT untuk diingat dan
dihapal. Maka tidak aneh jika kita menemukan banyak orang, baik itu lelaki
maupun perempuan, yang menghapal Al Qur'an dalam mereka. Ia juga dihapal oleh
anak-anak kecil kaum Muslimin, dan mereka tidak melewati satu hurup-pun dari Al
Qur'an itu. Demikian juga dilakukan oleh banyak orang non Arab, namun mereka
tidak melewati satu hurup-pun dari Al Qur'an itu. Dan salah seorang dari
mereka, jika Anda tanya: "siapa namamu?" --dengan bahasa Arab--
niscaya ia tidak akan menjawab! (Karena tidak paham bahasa Arab!, penj.). Ia
menghapal Kitab Suci Rabbnya semata untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada
Allah SWT, meskipun ia tidak memahami apa yang ia baca dan ia hapal, karena ia
tertulis dengan bukan bahasanya.
Al Qur'an tidak semata
dijaga makna-makna, kalimat-kalimat serta lafazh-lafazhnya saja, namun juga
cara membaca dan makhraj hurup-hurupnya. Seperti kata mana yang harus madd
(panjang), mana yang harus ghunnah (dengung), izhhar (jelas), idgham
(digabungkan), ikhfa (disamarkan) dan iqlab (dibalik). Atau seperti yang
digarap oleh suatu ilmu khusus yang dikenal dengan "ilmu tajwid Al
Qur'an".
Hingga rasam (metode
penulisan) Al Qur'an, masih tetap tertulis dan tercetak hingga saat ini,
seperti tertulis pada era khalifah Utsman bin Affan r.a., meskipun metode dan
kaidah penulisan telah berkembang jauh. Hingga saat ini, tidak ada suatu
pemerintah muslim atau suatu organisasi ilmiah pun, yang berani merubah metode
penulisan Al Qur'an itu, dan menerapkan kaidah-kaidah penulisan yang berlaku
bagi seluruh buku, media cetak, koran dan lainnya yang ditulis dan dicetak,
bagi Al Qur'an.
Materi
25
Al
Qur’an Cahaya
Allah menurunkan Al Qur'an untuk memberikan kepada
manusia tujuan yang paling mulia, dan jalan yang paling lurus."Sesungguhnya
Al Qur'an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus."(Al
Israa: 9)
"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari
Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus." ( Al Maaidah: 15-16)
Al Qur'an adalah "cahaya" yang dianugerahkan
Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, di samping cahaya fithrah dan akal: "Cahaya
di atas cahaya (berlapis-lapis)." (An Nuur: 35). Dan Al Qur'an
mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai cahaya, dalam banyak ayat.
Seperti dalam firman Allah SWT: "Hai manusia,
sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad
dengan mu'jizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang
benderang (Al Qur'an)." (An Nisaa: 174)
"Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada cahaya (Al Qur'an) yang telah Kami turunkan." (At Taghaabun: 8).
Dan berfirman kepada para sahabat Rasulullah Saw dengan
firman-Nya: "Dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya
(Al Qur'an)." (Al A'raaf: 157)
Di antara karakteristik cahaya adalah: Dirinya sendiri
telah jelas, kemudian ia memperjelas yang lain. Ia membuka hal-hal yang samar,
menjelaskan hakikat-hakikat, membongkar kebatilan-kebatilan, menolak syubhat (kesamaran),
menunjukkan jalan bagi orang-orang yang sedang kebingungan saat mereka gamang
dalam menapaki jalan atau tidak memiliki petunjuk jalan, serta menambah jelas
dan menambah petunjuk bagi orang yang telah mendapatkan petunjuk. Dan jika Al
Qur'an mendeskripsikan dirinya sebagai "cahaya", dan dia adalah
"cahaya yang istimewa", ia juga mendeskripsikan Taurat dengan kata
yang lain: "Di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi)."
Seperti dalam firman Allah SWT: "Sesungguhnya Kami
telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi)". (Al Maaidah: 44)
Demikian juga mendeskripsikan Injil seperti itu, seperti
dalam firman Allah SWT tentang Nabi 'Isa: "Dan Kami telah memberikan
kepadanya Kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang
menerangi) ." (Al Maidah: 46)
Perbedaan dalam dua pengungkapan itu menunjukkan
perbedaan antara Al Qur'an dengan kitab-kitab suci lainnya. Seperti diungkapkan
oleh Al Bushiry dalam Lamiah-nya: "Maha Besar Allah, sesungguhnya agama
Muhammad Dan kitab sucinya adalah kitab suci yang paling lurus dan paling teguh
Jangan sebut kitab-kitab suci lainnya di depannya Karena, saat mentari pagi
telah bersinar, ia akan memadamkan pelita-pelita".
Hal itu karena Al Qur'an ini datang untuk membenarkan
kitab-kitab suci yang telah turun sebelumnya. Yaitu yang berkaitan dengan
pokok-pokok aqidah dan akhlak, sebelum kitab-kitab itu dipalsukan dan diubah
tangan manusia. Al Qur'an juga mengungguli kitab-kitab suci sebelumnya, yaitu
dengan mengoreksi dan meluruskan tambahan-tambahan dan perubahan-perubahan yang
telah disisipkan oleh manusia dalam kitab-kitab itu. Tentang hal ini Allah SWT
berfirman: "Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa
kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan
sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (Al
Maaidah: 48)
Al Qur'an juga mempunyai maksud dan tujuan diturunkanya,
di antaranya: meluruskan kepercayaan-kepercayaan dan pola pandang manusia
tentang Tuhan, kenabian, dan balasan atas amal perbuatan, serta meluruskan pola
pandangan tentang manusia, kemuliaannya dan menjaga hak-haknya, menghubungkan manusia dengan Rabbnya, membersihkan
jiwa manusia, membentuk keluarga, membangun umat yang saleh, yang dianugerahkan
amanah untuk menjadi saksi bagi manusia, mengajak untuk menciptakan dunia
manusia yang saling kenal mengenal dan tidak saling mengisolasi diri, saling
memberi maaf dan tidak saling membenci secara fanatik, serta untuk bekerja sama
dalam kebaikan dan ketaqwaan, bukan dalam kejahatan dan permusuhan.
Kita
berkewajiban untuk memperlakukan Al Qur'an ini secara baik: dengan menghapal
dan mengingatnya, membaca dan mendengarkannya, serta mentadabburi dan
merenungkannya.
Materi
26
Interaksi
Dengan Al Qur’an
Sebagai seorang Muslim kita berkewajiban untuk berlaku
baik dan benar terhadap Al Qur’an dalam memahami dan menafsirkannya. Tidak ada yang lebih baik dari
usaha kita untuk mengetahui kehendak Allah SWT terhadap kita. Dan Allah SWT
menurunkan kitab-Nya agar kita mentadabburinya, memahami rahasia-rahasianya,
serta mengeksplorasi mutiara-mutiara terpendamnya. Dan setiap orang berusaha
sesuai dengan kadar kemampuannya.
Namun
yang disayangkan, dalam bidang ini telah terjadi kerancuan yang berbahaya,
yaitu dalam memahami dan menafsirkan Al Qur'an. Oleh karena itu harus dibuat
rambu-rambu dan petunjuk yang mampu menjaga dari kekeliruan dalam usaha ini,
serta perlu diberikan peringatan tentang ranjau-ranjau yang menghadang di
jalan, yang dapat berakibat patal jika dilanggar.
Tidak
selayaknya umat Al Qur'an mengalami hal yang sama yang pernah terjadi dengan
umat Taurat, yang diungkapkan oleh Al Qur'an dalam firman-Nya: "Perumpamaan
orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal." (Al Jumu'ah:
5).
Kita
juga harus berlaku baik terhadap Al Qur'an dengan mengikuti petunjuknya,
mengerjakan ajarannya, menghukum dengan syari'atnya serta mengajak manusia
mengikuti petunjuknya. Ia adalah manhaj bagi kehidupan individu, undang-undang
bagi aturan politik, serta petunjuk dalam berdakwah kepada Allah SWT.
Inilah
yang berusaha dilakukan buku ini dalam empat bab utamanya, dengan bertumpu
--terutama-- pada Al Qur'an itu sendiri, karena ia adalah objek kita, namun ia
juga petunjuk itu.
Umat
kita pada abad-abad pertama --yang merupakan abad-abad yang paling utama--
telah berinteraksi dengan baik terhadap Al Qur'an. Mereka berlaku baik dalam
memahaminya, mengetahui tujuan-tujuannya, berlaku baik dalam
mengimplementasikannya secara massive dalam kehidupan mereka, dalam
bidang-bidang kehidupan yang beragam, serta berlaku baik pula dalam
mendakwahkannya. Contoh terbaik hal itu adalah para sahabat. Kehidupan mereka
telah diubah oleh Al Quran dengan amat drastis dan revolusioner. Al Qur'an
telah merubah mereka dari perilaku-perilaku jahiliyah menuju kesucian Islam,
dan mengeluarkan mereka dari kegelapan ke dalam cahaya. Kemudian mereka diikuti
oleh murid-murid mereka dengan baik, untuk selanjutnya murid-murid generasi
berikutnya mengikuti murid-murid para sahabat itu dengan baik pula. Melalui
mereka itulah Allah SWT memberikan petunjuk kepada manusia, membebaskan
negeri-negeri, memberikan kedudukan bagi mereka di atas bumi, sehingga mereka
kemudian mendirikan negara yang adil dan baik, serta peradaban ilmu dan iman.
Kemudian
datang generasi-generasi berikutnya, yang menjadikan Al Qur'an terlupakan,
mereka menghapal hurup-hurupnya, namun tidak memperhatikan ajaran-ajarannya.
Mereka tidak mampu berinteraksi secara benar dengannya, tidak memprioritaskan
apa yang menjadi prioritas Al Qur'an, tidak menganggap besar apa yang dinilai
besar oleh Al Qur'an serta tidak menganggap kecil apa yang dinilai kecil oleh
Al Qur'an. Di antara merek ada yang beriman dengan sebagiannya, namun kafir
dengan sebagiannya lagi, seperti yang dilakukan oleh Bani Israel sebelum mereka
terhadap kitab suci mereka. Mereka tidak mampu berinteraksi secara baik dengan Al
Qur'an, seperti yang dikehendaki oleh Allah SWT. Meskipun mereka mengambil
berkah dengan membawanya serta menghias dinding-dinding rumah mereka dengan
ayat-ayat Al Qur'an, namun mereka lupa bahwa keberkahan itu terdapat dalam
mengikut dan menjalankan hukum-hukumnya. Seperti difirmankan oleh Allah SWT:
"Dan
Al Qur'an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat." (Al An'aam: 155)
Tidak
ada jalan untuk membangkitkan umat dari kelemahan, ketertinggalan dan
keterpecah-belahan mereka selain dari kembali kepada Al Qur'an ini. Dengan
menjadikannya sebagai panutan dan imam yang diikuti. Dan cukuplah Al Qur'an
sebagai petunjuk:
"Dan
siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah?." (An Nisaa: 122)
Materi 27
Bahaya Rumor/Ghibah
(Bagian Pertama): Pengertian Ghibah
Islam
merupakan agama sempurna yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam.
Kesempurnaan Islam ini menunjukkan bahwa syariat yang dibawa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
itu adalah rahmatal lil’alamin. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah
mengkhabarkan di dalam firman-Nya (artinya): “Tidaklah Aku mengutusmu melainkan
sebagai rahmatal lil’alamin.” (Al Anbiya’: 107)
Diantara
wujud kesempurnaan agama Islam sebagai rahmatal lil’alamin, adalah Islam
benar-benar agama yang dapat menjaga, memelihara dan menjunjung tinggi
kehormatan, harga diri, harkat dan martabat manusia secara adil dan sempurna.
Kehormatan dan harga diri merupakan perkara yang prinsipil bagi setiap manusia.
Setiap
orang pasti berusaha untuk menjaga dan mengangkat harkat dan martabatnya. Ia
tidak rela untuk disingkap aib-aibnya atau pun dibeberkan kejelekannya. Karena
hal ini dapat menjatuhkan dan merusak harkat dan martabatnya di hadapan orang
lain.
Rasulullah
Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Setiap muslim terhadap muslim lainnya
diharamkan darahnya, kehormatannya, dan juga hartanya.” (H.R Muslim no. 2564)
Hadits
di atas menjelaskan tentang eratnya hubungan persaudaraan dan kasih sayang
sesama muslim. Bahwa setiap muslim diharamkan menumpahkan darah (membunuh) dan
merampas harta saudaranya seiman. Demikian pula setiap muslim diharamkan
melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan, meremehkan, atau pun merusak
kehormatan saudaranya seiman. Karena tidak ada seorang pun yang sempurna dan
ma’shum (terjaga dari kesalahan) kecuali para Nabi dan Rasul. Sebaliknya selain
para Nabi dan Rasul termasuk kita tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan.
Suatu
fenomena yang lumrah terjadi di masyarakat kita dan cenderung disepelekan,
padahal akibatnya cukup besar dan membahayakan, yaitu
ghibah (menggunjing). Karena dengan perbuatan ini
akan tersingkap dan tersebar aib seseorang, yang akan menjatuhkan dan merusak
harkat dan martabatnya.
Tahukah anda apa itu ghibah? Sesungguhnya kata ini
tidak asing lagi bagi kita. Ghibah ini erat
kaitannya dengan perbuatan lisan, sehingga sering terjadi dan terkadang di luar
kesadaran.
Ghibah adalah menyebutkan, membuka, dan membongkar aib saudaranya dengan
maksud jelek. Al Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari shahabat
Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Apakah kalian mengetahui apa itu ghibah? Para shahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang
lebih tahu.” Kemudian beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Engkau
menyebutkan sesuatu yang ada pada saudaramu yang dia membecinya, jika yang
engkau sebutkan tadi benar-benar ada pada saudaramu sungguh engkau telah berbuat
ghibah, sedangkan jika itu tidak benar maka engkau
telah membuat kedustaan atasnya.”
Di dalam Al Qur’anul Karim Allah Subhanahu wa Ta’ala
sangat mencela perbuatan ghibah, sebagaimana
firman-Nya (artinya):
“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang
lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing (ghibah)
kepada sebagian yang lainnya. Apakah kalian suka salah seorang diantara kalian
memakan daging saudaramu yang sudah mati? Maka tentulah kalian membencinya. Dan
bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan
Maha Pengasih.” (Al Hujurat: 12)
Al Imam Ibnu Katsir Asy Syafi’i berkata dalam
tafsirnya: “Sungguh telah disebutkan (dalam beberapa hadits) tentang ghibah dalam konteks celaan yang menghinakan. Oleh karena
itu Allah Subhanahu
wa Ta’ala menyerupakan orang yang berbuat ghibah
seperti orang yang memakan bangkai saudaranya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
… (pada ayat di atas). Tentunya itu perkara yang kalian benci dalam tabi’at,
demikian pula hal itu dibenci dalam syari’at. Sesungguhnya ancamannya lebih
dahsyat dari permisalan itu, karena ayat ini sebagai peringatan agar
menjauh/lari (dari perbuatan yang kotor ini -pent). ” (Lihat Mishbahul Munir)
Materi 28
Bahaya Ghibah (Bagian Kedua): Kriteria Ghibah
1.
Menggambarkan keburukan bentuk tubuh seseorang
Suatu hari Aisyah radhiyallahu’anha
pernah berkata kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam tentang Shafiyyah bahwa dia adalah wanita yang pendek.
Maka beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Sungguh engkau telah berkata dengan suatu
kalimat yang kalau seandainya dicampur dengan air laut niscaya akan merubah air
laut itu.” (H.R. Abu Dawud 4875 dan lainnya)
Asy Syaikh Salim bin Ied
Al Hilali berkata: “Dapat merubah rasa dan aroma air laut, disebabkan betapa
busuk dan kotornya perbutan ghibah. Hal ini
menunjukkan suatu peringatan keras dari perbuatan tersebut.” (Lihat Bahjatun
Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin 3/25)
2.
Membicarakan keburukan orang lain
Dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Ketika aku mi’raj (naik di langit), aku melewati suatu kaum yang
kuku-kukunya dari tembaga dalam keadaan mencakar wajah-wajah dan dada-dadanya. Lalu aku bertanya: “Siapakah mereka itu wahai malaikat
Jibril?” Malaikat Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan
daging-daging manusia dan merusak kehormatannya.” (H.R. Abu Dawud no. 4878 dan
lainnya). Yang dimaksud dengan ‘memakan daging-daging manusia’ dalam hadits ini
adalah berbuat ghibah (menggunjing), sebagaimana
permisalan pada surat Al Hujurat ayat: 12.
Dari shahabat Ibnu Umar radhiyallahu’anhu,
bahwa beliau Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda: “Wahai sekalian orang yang beriman dengan
lisannya yang belum sampai ke dalam hatinya, janganlah kalian mengganggu kaum
muslimin, janganlah kalian menjelek-jelekkannya, janganlah kalian mencari-cari
aibnya. Barang siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim niscaya
Allah akan mencari aibnya. Barang siapa yang Allah mencari aibnya niscaya Allah
akan menyingkapnya walaupun di dalam rumahnya.” (H.R. At Tirmidzi dan lainnya)
Dari shahabat Jabir bin
Abdillah radhiyallahu
‘anhu, beliau berkata: “Suatu ketika kami pernah bersama Rasulullah
Shallallahu’alaihi
wasallam mencium bau bangkai yang busuk. Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam
berkata: ‘Apakah kalian tahu bau apa ini? (Ketahuilah) bau busuk ini berasal
dari orang-orang yang berbuat ghibah.” (H.R. Ahmad
3/351)
Dari shahabat Sa’id bin
Zaid radhiyallahu
‘anhu sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Sesungguhnya termasuk riba yang paling besar
(dalam riwayat lain: termasuk dari sebesar besarnya dosa besar) adalah
memperpanjang dalam membeberkan aib saudaranya muslim tanpa alasan yang benar.”
(H.R. Abu Dawud no. 4866-4967)
Dari ancaman yang
terkandung dalam ayat dan hadits-hadits di atas menunjukkan bahwa perbuatan ghibah ini termasuk perbuatan dosa besar, yang seharusnya
setiap muslim untuk selalu berusaha menghindar dan menjauh dari perbuatan
tersebut.
Asy Syaikh Al Qahthani
dalam kitab Nuniyyah hal. 39 berkata:
Janganlah kamu
tersibukkan dengan aib orang lain, justru kamu lalai
Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban
(Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
Dengan aib yang ada pada dirimu, sesungguhnya itu dua keaiban
(Lihat Nashihati linnisaa’ hal. 32)
3.
Membicarakan sesuatu yang tidak disukai saudaranya
Konteks dalam hadits: “Engkau menyebutkan sesuatu pada
saudaramu yang dia membecinya.” Hadits di tersebut secara zhahir mengandung
makna yang umum, yaitu mencakup penyebutan aib dihadapan orang tersebut atau
diluar sepengetahuannya. Namun Al Hafizh Ibnu Hajar menguatkan bahwa ghibah ini
khusus di luar sepengetahuannya, sebagaimana asal kata ghibah
(yaitu dari kata ghaib yang artinya tersembunyi-pent) yang ditegaskan oleh ahli
bahasa. Kemudia Al Hafizh berkata: “Tentunya membeberkan aib di hadapannya itu
merupakan perbuatan yang haram, tapi hal itu termasuk perbuatan mencela dan
menghina.” (Fathul Bari 10/470 dan Subulus Salam hadits no. 1583, lihat
Nashihati linnisaa’ hal. 29)
4.
Mendengar pembicaraan ghibah tapi tidak melarangnya
Demikian pula bagi siapa yang mendengar dan ridha dengan
perbuatan ghibah maka hal tersebut juga dilarang.
Semestinya dia tidak ridha melihat saudaranya dibeberkan aibnya. Dari shahabat
Abu Dzar radhiyallahu
‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Barang siapa yang mencegah terbukanya aib saudaranya
niscaya Allah akan mencegah wajahnya dari api neraka pada hari kiamat nanti.”
(H.R. At Tirmidzi no. 1931 dan lainnya)
Demikian juga semestinya ia tidak ridha melihat
saudaranya terjatuh dalam kemaksiatan yaitu berbuat ghibah.
Semestinya ia menasehatinya, bukan justru ikut larut dalam perbuatan tersebut.
Kalau sekiranya ia tidak mampu menasehati atau mencegahnya dengan cara yang
baik, maka hendaknya ia pergi dan menghindar darinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman (artinya):
“Dan orang-orang
yang beriman itu bila¬ mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling darinya, dan mereka berkata: “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu
amal-amalmu, semoga kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan
orang-orang jahil.” (Al Qashash: 55)
Dari shahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu,
bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda:
“Barang siapa yang melihat kemungkaran hendaknya dia
mengingkarinya dengan tangan. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan
lisannya. Bila ia tidak mampu maka cegahlah dengan hatinya, yang demikian ini
selemah-lemahnya iman.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun bila ia ikut larut dalam perbuatan ghibah ini berarti ia pun ridha terhadap kemaksiatan,
tentunya hal ini pun dilarang dalam agama.
Bertaubat
dari Ghibah
Lalu
bagaimana cara bertaubat dari perbuatan ghibah? Apakah wajib baginya untuk
memberi tahu kepada yang dighibahi? Sebagian para ulama’ berpendapat wajib
baginya untuk memberi tahu kepadanya dan meminta ma’af darinya. Pendapat ini ada sisi benarnya jika dikaitkan dengan hak
seorang manusia. Misalnya mengambil harta orang lain tanpa alasan yang benar
maka dia pun wajib mengembalikannya.
Tetapi dari sisi lain, justru bila ia memberi tahu kepada
yang dighibahi dikhawatirkan akan terjadi mudharat yang lebih besar. Bisa jadi
orang yang dighibahi itu justru marah yang bisa meruncing pada percekcokan dan
bahkan perkelahian. Oleh karena itu sebagian para ulama lainnya berpendapat
tidak perlu ia memberi tahukan kepada yang dighibahi
tapi wajib baginya beristighfar (memohan ampunan) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan menyebutkan kebaikan-kebaikan orang yang dighibahi itu di tempat-tempat
yang pernah ia berbuat ghibah kepadanya. Insyaallah
pendapat terakhir lebih mendekati kebenaran. (Lihat Nashiihatii linnisaa’: 31)
Materi 29
Menggapai Keberkahan Hidup
Setiap
orang tentu saja ingin memperoleh keberkahan dalam hidupnya di dunia ini.
Karena itu kita selalu berdo’a dan meminta orang lain mendo’akan kita agar
segala sesuatu yang kita miliki dan kita upayakan memperoleh keberkahan dari
Allah Swt. Secara harfiyah, berkah berarti an nama’ waz ziyadah yakni tumbuh
dan bertambah, ini berarti Berkah adalah kebaikan yang bersumber dari Allah
yang ditetapkan terhadap sesuatu sebagaimana mestinya sehingga apa yang
diperoleh dan dimiliki akan selalu berkembang dan bertambah besar manfaat kebaikannya.
Kalau sesuatu yang kita miliki membawa pengaruh negatif, maka kita berarti
tidak memperoleh keberkahan yang diidamkan itu.
Namun,
Allah Swt tidak sembarangan memberikan keberkahan kepada manusia. Ternyata,
Allah SWT hanya akan memberi keberkahan itu kepada orang yang beriman dan
bertaqwa kepada-Nya. Janji Allah SWT untuk memberikan keberkahan kepada orang
yang beriman dan bertaqwa dikemukakan dalam firman-Nya yang artinya: “Jikalau
sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS
7:96).
Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau
masyarakat
memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya
akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan
melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam
kehidupan. Disilah letak pentingnya bagi kita memahami apa sebenarnya
keberkahan itu agar kita bisa berusaha semaksimal mungkin untuk meraihnya.
Bentuk Keberkahan
Secara umum, keberkahan yang diberikan Allah SWT kepada
orang-orang yang beriman bisa kita bagi kedalam tiga bentuk. Pertama, berkah
dalam keturunan, yakni dengan lahirnya generasi yang shaleh.
Generasi yang shaleh adalah yang kuat imannya, luas
ilmunya dan banyak amal shalehnya, ini merupakan sesuatu yang amat penting,
apalagi terwujudnya generasi yang berkualitas memang dambaan setiap manusia.
Kelangsungan Islam dan umat Islam salah satu faktornya adalah adanya topangan
dari generasi yang shaleh.
Generasi semacam itu juga memiliki jasmani yang kuat,
memiliki kemandirian termasuk dalam soal harta dan bisa menjalani kehidupan
dengan sebaik-baiknya.
Keberkahan semacam ini telah diperoleh Nabi Ibrahim as
dan keluarganya yang ketika usia mereka sudah begitu tua ternyata masih
dikaruniai anak, bahkan tidak hanya Ismail yang shaleh, sehat dan cerdas, tapi
juga Ishak dan Ya’kub. Di dalam Al- Qur’an keberkahan semacam ini diceritakan
oleh Allah yang artinya: “Dan isterinya berdiri (di balik tirai) lalu dia
tersenyum. Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang kelahiran Ishak
dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’kub. Isterinya berkata: "Sungguh
mengherankan, apakah aku aka melairkan anak, padahal aku adalah perempuan
seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat
aneh". Para malaikat itu berkata: "Apakahkamu merasa heran
tentang ketetapan Allah? (itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya,
dicurahkan atas kamu, hai ahlul bait. Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha
Pemurah" (QS 11:71-73).
Kedua, keberkahan dalam soal makanan yakni makanan yang
halal dan thayyib, hal ini karena ulama ahli tafsir, misalnya Ibnu Katsir
menjelaskan bahwa keberkahan dari langit dan bumi sebagaimana yang disebutkan
dalam firman surat Al A’raf: 96 di atas adalah rizki yang diantara rizki itu
adalah makanan. Yang dimaksud makanan yang halal adalah disamping halal
jenisnya juga halal dalam mendapatkannya, sehingga bagi orang yang diberkahi
Allah, dia tidak akan menghalalkan segala cara dalam memperoleh nafkah.
Di samping itu, makanan yang diberkahi juga adalah yang
thayyib, yakni yang sehat dan bergizi sehingga makanan yang halal dan tayyib itu
tidak hanya mengenyangkan tapi juga dapat menghasilkan tenaga yang kuat untuk selanjutnya
dengan tenaga yang kuat itu digunakan untuk melaksanakan dan menegakkan
nilai-nilai kebaikan sebagai bukti dari ketaqwaannya kepada Allah Swt, Allah
berfirman yang artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
telah Allah rizkikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya (QS 5:88).
Karena itu, agar apa yang dimakan juga membawa keberkahan
yang lebih banyak lagi, meskipun sudah halal dan thayyib, makanan itu harus
dimakan sewajarnya atau secukupnya, hal ini karena Allah sangat melarang
manusia berlebih-lebihan dalam makan maupun minum, Allah Swt berfirman yang
artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indak di setiap memasuki
masjid, makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (7:31).
Ketiga, berkah dalam soal waktu yang cukup tersedia dan
dimanfaatkannya untuk kebaikan, baik dalam bentuk mencari harta, memperluas
ilmu maupun memperbanyak amal yang shaleh, karena itu Allah menganugerahi
kepada kita waktu, baik siang maupun malam dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam
setiap harinya, tapi bagi orang yang diberkahi Allah maka dia bisa memanfaatkan
waktu yang 24 jam itu semaksimal mungkin sehingga pencapaian sesuatu yang baik ditempuh
dengan penggunaan waktu yang efisien, karena salah satu karakteristik waktu
adalah tidak akan bisa kembali lagi bila sudah berlalu, Allah berfirman yang
artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasihat
menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi
kesabaran” (QS 103:1-3).
Karena itu, bagi seorang muslim yang diberkahi Allah,
waktu digunakan untuk bisa membuktikan pengabdiannya kepada Allah Swt, meskipun
dalam berbagai bentuk usaha yang berbeda, Allah berfirman yang artinya: “Demi
malam apabila menutupi, dan siang apabila terang benderang, dan penciptaan
laki-laki dan perempuan. Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda. Adapun
orang yang memberikan (harta di jalan Allah) dan bertaqwa dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya
jalan yang mudah.” (92:1-7).
Materi 30
Kunci Keberkahan
Sebagai seorang muslim, keberkahan dari Allah untuk kita
merupakan sesuatu yang amat penting. Karena itu, ada kunci yang harus kita
miliki dan usahakan dalam hidup ini. Sekurang-kurangnya, ada dua faktor yang
menjadi kunci keberkahan itu.
1. Iman dan Taqwa Yang Benar
Di dalam ayat di atas, sudah dikemukakan bahwa Allah akan
menganugerahkan keberkahan kepada hamba-hambanya yang beriman dan bertaqwa
kepada-Nya. Semakin mantap iman dan taqwa yang kita miliki, maka semakin besar
keberkahan yang Allah berikan kepada kita. Karena itu menjadi keharusan kita
bersama untuk terus memperkokoh iman dan taqwa kepada Allah Swt. Salah satu
ayat yang amat menekankan peningkatan taqwa kepada orang yang beriman adalah
firman Allah yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu
kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa dan jangan sampai kamu mati kecuali
dalam keadaan berserah
diri/muslim
(QS 3:102).
Keimanan
dan ketaqwaan yang benar selalu ditunjukkan oleh seorang mu’min dalam bentuk
melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya, baik dalam keadaan
senang maupun susah, dalam keadaan sendiri maupun bersama orang lain. Tegasnya keimanan dan ketaqwaan itu dibuktikan dalam
situasi dan kondisi yang bagaimananpun
juga dan dimanapun dia berada.
2. Berpedoman kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber keberkahan sehingga apabila
kita menjalankan pesan-pesan yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan berpedoman
kepadanya dalam berbagai aspek kehidupan, nicaya kita akan memperoleh
keberkahan dari Allah Swt, Allah berfirman yang artinya: Dan Al-Qur’an ini
adalah suatu kitab (peringatan) yang mempunyai berkah yang telah kami turunkan.
Maka mengapakah kamu mengingkarinya? (QS 21:50, lihat juga QS 38:29.6:155).
Karena harus kita jalankan dan pedomani dalam kehidupan
ini, maka setiap kita harus mengimani kebenaran Al-Qur’an bahwa dia merupakan
wahyu dari Allah Swt sehingga tidak akan kita temukan kelemahan dari Al-Qur’an,
selanjutnya bisa dan suka membaca serta menjalankannya dalam kehidupan
sehari-hari, baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, masyarakat maupun bangsa.
Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa, keberkahan dari Allah yang kita
dambakan itu, memperolehnya harus dengan berdo’a dan berusaha yang
sungguh-sungguh, yakni dalam bentuk memantapkan iman dan taqwa serta selalu
menjadikan Al- Qur’an sebagai pedoman dalam hidup ini.
Materi
Tambahan
Halal
Bi Halal
Sebenarnyalah
istilah Halalbihalal
tidak dikenal oleh kalangan bangsa Arab, tidak pula ada pada zaman Nabi saw.
dan para sahabat. Karenanya, kamus bahasa Arab juga tak mengenal istilah itu.
Justru ‘halalbihalal’ masuk dan diserap Bahasa Indonesia dan diartikan sebagai
“hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, biasanya diadakan
di sebuah tempat (auditorium, aula, dsb) oleh sekelompok orang dan merupakan suatu kebiasaan khas Indonesia.”
Para ulama kita
terdahulu mendasarkan kegiatan halal
bihalal tersebut pada sebuah hadits shahih dari Imam Bukhari seperti di
bawah ini:
Artinya:
“Barangsiapa yang berbuat kezhaliman (kesalahan) kepada saudaranya sehingga
merendahkan derajatnya, maka hendaklah ia meminta halal hal tersebut dari saudaranya
itu pada hari ini.”
Ada dua hal yang perlu
digarisbawahi di sini:
1.
falyatahallal, yakni meminta halal,
itu berarti bukan sekedar meminta maaf, tetapi juga harus mengembalikan hak
saudaranya yang telah ia langgar. Jika itu berupa barang, hendaknya
dikembalikan. Ketika orang saling meminta halal,
maka terjadilah ‘halal-halalan’; yang kemudian di-Arab-kan menjadi
‘halal-bi-halal’. Halal
dengan halal. Acara ini kemudian berkembang menjadi sangat
bervariasi ragam bentuk dan acaranya hingga saat ini.
2.
al-yauma, yakni pada hari ini. ‘Hari ini’ yang dimaksud tidak
lain adalah hari
raya Idul Fitri, karena menurut sebagian riwayat, Rasulullah saw.
mengucapkan hadits itu saat hari raya Idul Fitri. Ada pula yang mengartikan
‘pada hari ini (juga)’. Yakni bahwa ketika kita membuat kesalahan pada
seseorang, hendaknya kita meminta halal
kepadanya hari ini
juga, jangan ditunda-tunda.
Mengapa halalbihalal
dilaksanakan pada Syawal selepas Ramadhan?
Selain dasar hadits
tersebut, bahwa al-yauma
itu tidak lain adalah hari raya Idul Fitri, para ulama mendasarkan juga pada
QS. Al-Baqarah: 133-134, bahwa ciri orang yang bertakwa (sebagai output dari ibadah
ramadhan) salah satunya adalah al-kaazhimiinal
gaidh, yakni ‘memaafkan kesalahan manusia.’ Karena itu, ketika pada
ramadhan kita memperbaiki hubungan vertikal dengan Allah (hablun minallah),
maka ketika Syawal tiba saatnya kita melengkapinya dengan memperbaiki hubungan
horisontal dengan sesama manusia (hablun
minannas), yakni dengan cara saling memaafkan; saling meminta halal atas
kesalahan kita masing-masing. Maka
jadilah tradisi halalbihalal
sebagaimana berkembang seperti sekarang ini; yang
khas Indonesia.
Melatih anak berpuasa
Kultum Ramadhan
edisi kelima kali ini mengangkat tentang Anak-anak dan Puasa Ramadhan. Untuk
rangkaian judul Kultum Ramadhan sebelumnya bisa Anda lihat kembali seputar Keutamaan Ramadhan, Kiat Sukses Ramadhan, Kesalahan Orang Berpuasa, dan Janji Allah kepada Orang Berpuasa. Selamat menyimak edisi kultum ramadhan kali ini .
Semoga bermanfaat dan salam Optimis.
Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT. Kita bersyukur hingga hari ini diberi kekuatan dan kesempatan untuk menjalani hari-hari Ramadhan dengan penuh amal kebaikan. Sholawat dan salam kepada Rasulullah SAW nabi junjungan kita semua, yang mengisi Ramadhan dengan sepenuh amal yang berkah. Memberikan contoh kepada kita beragam amal yang disyariatkan dalam Ramadhan yang mulia. Semoga kita mampu meniru dan menjalankannya.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin membahas tentang puasa Ramadhan dan anak-anak kita. Sebuah gambaran yang unik seringkali ditemui di jalan-jalan dan sekolahan. Kita melihat anak usia sepuluh tahunan, atau bahkan lebih dari itu yang dengan ringan menikmati makanan dan minuman yang segar di siang hari Ramadhan. Tentu kita bertanya-tanya dalam hati, apakah yang membuat sang anak tersebut tidak berpuasa di hari-hari Ramadhan ini ?. Seandainya saja karena sakit dan kondisi fisik yang lemah, tentulah kita tidak akan mempermasalahkannya.Karena jangankan anak kecil, orang dewasa yang sakitpun dibolehkan untuk berbuka oleh syariat Islam yang indah dan manusiawi. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anak tersebut tidak pernah dilatih dan diperintahkan berpuasa oleh orang tua mereka ? Inilah yang akan sedikit kita bahas dan renungkan pada kesempatan kali ini. Bagaimana sesungguhnya Islam memberikan pandangan seputar anak-anak dan puasa Ramadhan.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Mungkin ada sebagian orang tua yang akan dengan mudah beralasan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan anak-anak untuk berpuasa, sehingga tidak perlu tergesa-gesa menyuruh mereka berpuasa sebelum waktunya atau sampai usia baligh. Alasan ini memang terlihat benar pada satu sisi, karena tidak ada kewajiban ibadah apapun –begitu pula puasa Ramadhan- kepada mereka yang belum baligh atau bermimpi basah. Rasulullah SAW bersabda :
Alhamdulillah, segala puji hanya kepada Allah SWT. Kita bersyukur hingga hari ini diberi kekuatan dan kesempatan untuk menjalani hari-hari Ramadhan dengan penuh amal kebaikan. Sholawat dan salam kepada Rasulullah SAW nabi junjungan kita semua, yang mengisi Ramadhan dengan sepenuh amal yang berkah. Memberikan contoh kepada kita beragam amal yang disyariatkan dalam Ramadhan yang mulia. Semoga kita mampu meniru dan menjalankannya.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin membahas tentang puasa Ramadhan dan anak-anak kita. Sebuah gambaran yang unik seringkali ditemui di jalan-jalan dan sekolahan. Kita melihat anak usia sepuluh tahunan, atau bahkan lebih dari itu yang dengan ringan menikmati makanan dan minuman yang segar di siang hari Ramadhan. Tentu kita bertanya-tanya dalam hati, apakah yang membuat sang anak tersebut tidak berpuasa di hari-hari Ramadhan ini ?. Seandainya saja karena sakit dan kondisi fisik yang lemah, tentulah kita tidak akan mempermasalahkannya.Karena jangankan anak kecil, orang dewasa yang sakitpun dibolehkan untuk berbuka oleh syariat Islam yang indah dan manusiawi. Maka pertanyaan selanjutnya adalah, apakah anak tersebut tidak pernah dilatih dan diperintahkan berpuasa oleh orang tua mereka ? Inilah yang akan sedikit kita bahas dan renungkan pada kesempatan kali ini. Bagaimana sesungguhnya Islam memberikan pandangan seputar anak-anak dan puasa Ramadhan.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Mungkin ada sebagian orang tua yang akan dengan mudah beralasan bahwa syariat Islam tidak mewajibkan anak-anak untuk berpuasa, sehingga tidak perlu tergesa-gesa menyuruh mereka berpuasa sebelum waktunya atau sampai usia baligh. Alasan ini memang terlihat benar pada satu sisi, karena tidak ada kewajiban ibadah apapun –begitu pula puasa Ramadhan- kepada mereka yang belum baligh atau bermimpi basah. Rasulullah SAW bersabda :
رُفِعَ
الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ الْمَجْنُونِ الْمَغْلُوبِ عَلَى عَقْلِهِ حَتَّى
يُفِيقَ وَعَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى
يَحْتَلِمَ
Diangkat pena catatan amal dari tiga orang : orang gila yang hilang akalnya sampai sadar kembali, orang tidur sampai ia bangun, dan anak kecil sampai ia bermimpi (baligh) “ (HR Abu Daud)
Lalu apakah kemudian kita berdiam diri tidak mengenalkan dan melatih anak kita berpuasa hingga waktunya tiba ? . Tidak dan sekali-kali tidak. Ibadah dijalankan dengan ringan karena ada latihan dan pembiasaan. Begitu pula dan apalagi ibadah puasa yang sangat dominan sisi fisiknya. Jika tidak dibiasakan sejak dini, maka penundaan dari tahun ke tahun hanyalah mengakibatkan kesulitan yang bertambah-tambah. Pepatah hikmah mengatakan dengan indahnya, bahwa mendidik anak saat kecil bagaikan mengukir di atas batu. Susah memang tapi masih memungkinkan untuk dilakukan. Sedangkan mendidik orang tua bagaikan mengukir di atas air, hampir-hampir tidak pernah kita bayangkan bagaimana melakukannya.
Jamaah sekalian yang dirahmati oleh Allah SWT
Rasa-rasanya tidak berlebihan jika kita mengatakan, bahwa anak-anak memang belum wajib untuk berpuasa, tapi sungguh para orang tua mempunyai kewajiban untuk mulai mengenalkan dan melatih anak-anaknya berpuasa. Kewajiban ini sudah diisyaratkan begitu jelas dalam Al-Quran, sebagai panduan bagi orang tua untuk melakukan langkah-langkah yang jelas dalam mengarahkan anaknya dalam beribadah. Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “(QS At-Tahrim : 6). Setiap orang tua yang mentadabburi dan memahami ayat ini tentulah segera tergerak dan merasa bertanggung jawab untuk mengenalkan ibadah puasa kepada anak-anaknya.
Kita juga mempunyai contoh teladan dari Rasulullah yang mulia dalam masalah ini. Bukan hanya dalam masalah ibadah, bahkan dalam masalah etika dan akhlak pun beliau telah mengajarkan kepada anak-anak yang belia, tanpa memandang usia apalagi baligh tidaknya. Dalam suatu kesempatan makan bersama anak kecil, beliau mengajarkan kepada seorang anak tentang bagaimana adab makan. Beliau bersabda : ““Wahai anakku, sebutlah nama Allah , makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah yang dekat terlebih dahulu (HR Muslim). Hadits diatas menunjukkan bagaimana urgensinya memulai mengenalkan kebaikan sejak kecil.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Lalu bagaimanakah cara kita untuk mengenalkan dan melatih anak-anak kita berpuasa ? Setidaknya ada lima hal yang perlu kita cermati dalam masalah ini. Semoga kita bisa menjalankannya dengan baik dan istiqomah.
Pertama : Memberikan pemahaman ringan seputar Puasa dan Urgensinya
Sungguh anak kecil usia tujuh tahun bahkan kurang, pada saat ini telah mampu dengan mudah untuk diajak dialog. Semakin ia mengetahui alasan dan pentingnya berpuasa, maka akan semakin mudah melatihnya berpuasa. Anak-anak kita pun akan menjalankannya dengan lebih ringan saat meyakini apa yang dilakukannya berpahala. Saya jadi ingat lirik lagu Bimbo seputar anak-anak dan puasa, tentu kita semua masih mengingatnya dengan baik setiap Ramadhan hadir. “ Ada anak bertanya pada bapaknya .. buat apa berlapar-lapar puasa ? “. Dijawab oleh sang ayah : “ lapar mengajarkan rendah diri selalu .. “. Demikian seterusnya, kita bisa membahasakan urgensi puasa dalam ungkapan yang menggugah anak-anak kita dalam berpuasa.
Kedua : Memberikan Motivasi dalam Berpuasa
Motivasi disini memang sangat unik jika terkait dengan anak-anak. Kebiasaan yang berlaku di sekitar kita adalah memberikan hadiah kepad a mereka yang bisa menuntaskan puasanya dengan sempurnya. Maka jumlah hadiah disesuaikan dengan jumlah hari mereka berpuasa. Kebiasaan ini tidak sepenuhnya salah, namun motivasi disini tidak harus berupa barang dan materi yang itu-itu saja. Mungkin saja kita bisa arahkan ke hadiah yang lebih baik dari itu semua, misalnya diberikan uang untuk bersedekah, uang untuk membeli buku, uang untuk infaq palestina. Jadi pada satu sisi kita memotivasi, sisi yang lain juga mengarahkan kemana sebaiknya hadiah tersebut digunakan. Ini hanya sekedar contoh ringan, saya yakin bapak dan ibu sekalian lebih tahu hadiah yang terbaik buat anak-anaknya.
Ketiga : Persiapan Puasa yang Matang
Anak-anak kita dalam masa pertumbuhan yang sangat sensitif, mereka membutuhkan asupan gizi yang cukup. Jangan jadikan puasa sebagai hal yang membuat mereka kekurangan gizi dan menjadi lemah. Karenanya para orangtua hendaknya berlaku serius dalam mempersiapkan hidangan sahur bagi putra-putrinya.Pastikan bahwa mereka akan mampu menjalaninya dengan baik,karena kita telah menghidangkan modal yang cukup saat sahur dan berbuka.
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Langkah yang keempat adalah : Membuat Kesibukan yang Menyenangkan
Berpuasa seharian bagi sebagian besar anak kecil adalah sesuatu yang berat dan sangat menyiksa diri. Kita tidak bisa membiarkan mereka larut dalam kondisi sedemikian. Karenanya perlu dilakukan langkah dan upaya untuk menyibukkan mereka agar lalai dari rasa lapar dan dahaga. Inspirasi semacam ini bisa kita dapatkan dari bagaimana cara sahabat mendidik anak-anaknya untuk berpuasa. Sebuah riwayat shohih dari Rubayyi binti Muawidz, ia berkata:
” Di pagi Asyura’ Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam mengirim utusan ke kampung-kampung Anshar :” Siapa
yang pagi ini dalam keadaan puasa maka sempurnakanlah puasanya, dan barangsiapa
yang pagi ini dalam keadaan tidak berpuasa, maka berpuasalah pada sisa hari
ini. Dan kamipun melakukan puasa Asyura’. Sebagaimana kami menyuruh puasa
anak-anak kecil kami, dan kami beserta putra-putra kami berangkat ke masjid
dengan menjadikan mainan dari kapas buat mereka, jika ada salah seorang dari
mereka menangis minta makanan, kami berikan mainan itu kepadanya sampai masuk
waktu berbuka” (HR Bukhari dan Muslim)
Jamaah sholat tarawih yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala ..
Yang terakhir tentu saja kita harus meyakini pentingnya : Bertahap dalam Latihan berpuasa.
Rasulullah SAW telah memberikan panduannya saat memerintahkan kita untuk mengajarkan anak kita melakukan ibadah sholat . Beliau bersabda dari lisannya yang mulia :
مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ
“perintahkanlah anak-anakmu untuk sholat saat usia tujuh tahun, dan pukullah mereka (jika tidak mengerjakannya) saat usia sepuluh tahun “ (HR Abu Daud)
Maka hendaknya latihan puasa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan, dari tahun ke tahun ditargetkan ada peningkatan. Karenanya memulai sejak usia dini merupakan salah satu langkah sukses menuju tahapan-tahapan selanjutnya. Kebiasaan masyarakat kita yang mengistilahkan “ puasa sambung “ dan “puasa mbedhug” atau berbuka saat dhuhur menjelang dan melanjutkan puasa setelahnya, ini menunjukkan sebenarnya langkah positif ini sudah dianut masyarakat kita dalam mengenalkan anak-anaknya berpuasa.
Sekarang tinggal kita kembali menganjurkan kepada mereka yang masih acuh tak acuh dan meremehkan masalah ini, agar segera tersadar dan bersegera melatih anaknya untuk berpuasa. Semoga Allah SWT memudahkan niatan dan langkah kita ini. Wallahu a’lam bisshowab